Perpanjangan Fasilitas Dagang Mempermanis Hubungan RI-AS
Indonesia berpeluang menjadi penengah dalam hubungan dagang yang memanas antara Amerika Serikat dan China. Peran ini berpotensi muncul seiring perpanjangan fasilitas pembebasan tarif perdagangan Indonesia oleh AS.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
Kompas
Presiden Joko Widodo menerima Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Richard Pompeo, Kamis (29/10/2020), di Istana Bogor. Kepada Pompeo, Jokowi menyampaikan keinginan Indonesia agar AS lebih memahami dunia Islam. Jokowi juga mau AS membuktikan komitmennya pada Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Perpanjangan fasilitas pembebasan tarif dari Amerika Serikat bagi Indonesia mempermanis hubungan dagang kedua negara. Fasilitas ini dinilai sebagai sinyal positif bagi Indonesia dalam memanfaatkan jaringan dan diplomasi dagang untuk menengahi situasi perdagangan dunia yang memanas akibat ketegangan Amerika Serikat-China.
Mengutip laman Perwakilan Perdagangan AS atau USTR, Sabtu (31/10/2020) waktu setempat, USTR telah menyelesaikan peninjauan hak penerimaan fasilitas pembebasan tarif impor barang oleh AS (generalized system preferences/GSP). Keputusannya, tidak menghilangkan manfaat dari fasilitas tersebut kepada Indonesia, Georgia, dan Uzbekistan. Tinjauan terhadap GSP bagi Indonesia dilakukan sejak 2018.
Perpanjangan GSP didasari langkah-langkah positif Indonesia menindaklanjuti sorotan AS perihal investasi dan perdagangan. Langkah Indonesia tersebut antara lain reformasi perdagangan digital, asuransi dan reasuransi, serta kebijakan impor produk pertanian.
Menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal, perpanjangan fasilitas GSP merupakan pemanis hubungan dagang RI-AS. Sebab, menurut dia, tidak berdampak signifikan terhadap kinerja perdagangan Indonesia. ”GSP yang bersifat unilateral menjadi senjata AS untuk mendekati Indonesia secara bilateral. Negara-negara kawasan ASEAN, khususnya Indonesia, menjadi sasaran AS untuk mengalihkan perdagangan dari China,” katanya saat dihubungi, Minggu (1/11/2020).
Negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, cenderung lebih terbuka dan asertif. Oleh sebab itu, dinilai ada di posisi netral antara China dan AS. Adapun ASEAN tengah menggarap Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau RCEP yang penandatanganannya ditargetkan tahun ini. Indonesia menjadi pemimpin dalam perundingan ini.
Negara-negara kawasan ASEAN, khususnya Indonesia, menjadi sasaran AS untuk mengalihkan perdagangan dari China.
Fithra berpendapat, China akan memanfaatkan RCEP seoptimal mungkin untuk menghadapi AS.
Sebaliknya, AS menarik diri dari Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) pada Januari 2017. Dokumen Council of Economic Advisers Issue Brief, November 2016, menyebutkan, RCEP berpeluang mengisi kekosongan kekuatan perdagangan dunia yang mestinya diisi TPP. Riset ”RCEP vs TPP with the Trump Administration in the USA and Implications for East Asian Economic Cooperation” yang ditulis Sang Chul Park dan diterbitkan Entrepreneurial Business and Economics Review pada 2017 menyatakan, RCEP dapat menciptakan perjanjian perdagangan bebas berbasis regional yang lebih luas.
Pendekatan
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyatakan, perpanjangan fasilitas GSP merupakan wujud konkret kemitraan strategis yang berdampak positif bagi kedua negara. ”Keputusan USTR ini mudah-mudahan dapat terus dimanfaatkan untuk memperkuat perdagangan kita dengan AS sehingga dapat menjadi katalis bagi peningkatan investasi kedua negara,” katanya melalui siaran pers.
Perpanjangan fasilitas GSP merupakan wujud konkret kemitraan strategis yang berdampak positif bagi kedua negara.
Komisi Perdagangan Internasional AS (USITC) mencatat, ekspor Indonesia menggunakan GSP pada 2019 senilai 2,61 miliar dollar AS atau setara 13,1 persen dari total ekspor. Produk yang diekspor ada di 729 pos tarif barang dari keseluruhan 3.572 pos tarif yang memperoleh fasilitas GSP.
Adapun pada Januari-Agustus 2020, ekspor Indonesia yang memanfaatkan fasilitas GSP senilai 1,87 miliar dollar AS. Nilai ini lebih tinggi 10,6 persen secara tahunan.
Menurut data Badan Pusat Statistik, ekspor nonmigas RI ke AS pada Januari-September 2020 sekitar 12,14 persen dari total ekspor nonmigas senilai 111,245 miliar dollar AS. Sementara, impor nonmigas RI dari AS pada periode yang sama sekitar 6 persen dari total impor nonmigas yang sebesar 93,069 miliar dollar AS.
Dalam rangka mengoptimalkan potensi kerja sama ekonomi dan perdagangan Indonesia-AS, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan negosiasi kesepakatan perdagangan terbatas. Negosiasi yang meliputi perdagangan, investasi, serta kerja sama di sektor informasi, komunikasi, dan teknologi ini diharapkan mendongkrak nilai perdagangan Indonesia-AS menjadi 60 miliar dollar AS pada 2024.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menekankan, pelaku usaha dan industri memerlukan kepastian perdagangan dengan AS yang dipayungi perjanjian bilateral. Menurut dia, fasilitas GSP yang bersifat unilateral rentan menimbulkan ketidakpastian.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi menyampaikan prioritas polugri Indonesia 2019-2024, di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Tak signifikan
Ketegangan sejumlah negara dengan Perancis dinilai tak berdampak signifikan terhadap relasi dagang Indonesia-Perancis.
Sebab, Perancis bukan mitra dagang utama Indonesia di kawasan Eropa. Pemerintah juga telah memberikan pernyataan formal berupa kecaman tanpa menyangkut perekonomian dan perdagangan sehingga ketegangan tersebut berada di tataran geopolitik.
PHOTO BY CHRISTOF STACHE / AFP
Presiden Perancis Emmanuel Macron berpidato pada Konferensi Keamanan Muenchen (MSC) ke-56 di Muenchen, Jerman selatan, 15 Februari 2020.
Kementerian Perdagangan mencatat, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan terhadap Perancis sebesar 190,3 juta dollar AS pada Januari-Agustus 2020. Defisit ini lebih rendah 34,22 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019.