Indonesia memanfaatkan peluang dalam ekosistem ekonomi syariah melalui pembentukan bank syariah besar, dari hasil merger bank syariah milik pemerintah.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan membangun bank syariah terbesar dengan melebur aset-aset bank syariah badan usaha milik negara. Sejauh ini, ada tiga aset bank yang akan dilebur, yakni PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah.
Presiden Joko Widodo mengatakan, industri keuangan syariah dalam negeri berpotensi sangat besar untuk dikembangkan. Oleh karena itu, pemerintah akan membangun bank syariah nasional dengan menggabungkan (merger) aset tiga bank syariah BUMN terbesar.
Perjanjian penggabungan bersyarat (conditional merger agreement/CMA) sudah ditandatangani PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah. Total aset ketiga bank syariah BUMN itu sekitar Rp 214 triliun pada triwulan II-2020. Bank syariah nasional ditargetkan beroperasi penuh mulai Februari 2021.
”Industri keuangan syariah ibarat raksasa yang sedang tertidur saat ini. Pemerintah memiliki perhatian yang besar untuk membangkitkan raksasa itu,” ujar Presiden dalam pembukaan Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2020 secara virtual, Rabu (28/10/2020).
Penggabungan bank syariah akan dibarengi pengembangan bank wakaf mikro di sejumlah daerah. Pemerintah bekerja sama dengan pengurus pondok pesantren dan organisasi keagamaan untuk mengembangkan bank wakaf mikro. Industri keuangan syariah diharapkan menjadi instrumen keuangan alternatif untuk memajukan ekonomi rakyat.
Presiden menambahkan, ekonomi dan keuangan syariah berbasis sektor riil juga sangat potensial. Pengembangan industri halal dan padat karya akan memperluas penyerapan tenaga kerja dan membuka peluang usaha baru. Saat ini, Indonesia memiliki berbagai produk halal unggulan, seperti makanan, kosmetik, dan mode.
Namun, ekosistem industri halal mesti dibenahi, mulai dari iklim usaha, regulasi, hingga kualitas sumber daya manusia. Perbaikan ekosistem dinilai penting karena pengembangan industri halal bukan hanya diminati negara-negara mayoritas penduduk Muslim, tetapi juga negara-negara maju, seperti Jepang, Australia, dan Amerika Serikat.
”Potensi besar dalam industri halal belum dimanfaatkan dengan baik. Oleh karena itu, upaya pengembangan yang integratif dan komprehensif perlu terus dilakukan,” kata Presiden.
Potensi besar dalam industri halal belum dimanfaatkan dengan baik.
Mata rantai
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, BI turut membantu pembangunan mata rantai industri dan ekonomi halal. Kerja sama dengan sejumlah lembaga nasional dan internasional akan diperluas untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia.
Mata rantai industri dan ekonomi halal akan dibangun mulai dari skala kecil menengah berbasis komunitas dan pondok pesantren sampai dengan skala besar di tingkat industri dan asosiasi usaha. Paling tidak ada empat sektor unggulan yang dibidik, yakni pertanian, mode, wisata ramah Muslim, dan energi terbarukan.
”Serangkaian acara ISEF 2020 difokuskan untuk mengakselerasi pengembangan mata rantai industri dan ekonomi halal baik nasional, regional, maupun global,” ujar Perry.
Perry menambahkan, pengembangan mata rantai industri dan ekonomi halal terkait edukasi keuangan syariah. BI bersama berbagai pihak memberikan pemberdayaan ekonomi syariah kepada masyarakat dan melalui pondok pesantren. Hal ini juga dilakukan untuk mempercepat implementasi masterplan ekonomi syariah nasional 2019-2024.
Pengembangan mata rantai industri dan ekonomi halal terkait edukasi keuangan syariah.
Survei Otoritas Jasa Keuangan pada 2019 menunjukkan, Indeks Keuangan Inklusif Nasional sebesar 76,19 persen atau sudah melebihi target 2019 yang sebesar 75 persen. Namun, Indeks Inklusi Keuangan Syariah justru turun, dari 11,1 persen pada 2016 menjadi 9,1 persen pada 2019 (Kompas, 8/8/2020).