Bertemu Presiden dan Wapres, Muhammadiyah dan PBNU Minta Tunda dan Beri Masukan
PP Muhammadiyan diterima Presiden Jokowi dan minta pelaksanaan UU Cipta Kerja ditunda. Sebaliknya, Wakil Presiden Ma\'ruf juga menerima PBNU yang memberikan masukan terkait pasal-pasal tenaga kerja dan pertambangan.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo diminta untuk menunda pelaksanaan Undang-Undang tentang Cipta Kerja yang saat ini tinggal menunggu penandantanganan oleh Presiden. Selain menciptakan suasana tenang, penundaan pelaksanaan juga perlu dilakukan untuk membuka kemungkinan perbaikan sejumlah materi kontroversial dalam UU tersebut.
Permintaan penundaan pelaksanaan UU Cipta Kerja salah satunya datang dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang disampaikan langsung dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (21/10/2020). ”PP Muhammadiyah mengusulkan agar Presiden dapat menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja sesuai peraturan yang berlaku,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti melalui keterangan tertulis seusai pertemuan.
Secara terpisah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga menyampaikan masukan terkait UU Cipta Kerja kepada pemerintah. Masukan itu disampaikan langsung Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj kepada Wakil Presiden Mar’uf Amin dalam pertemuan di kediaman resmi Wapres, Kamis (15/10/2020) malam, pekan lalu.
Dalam pertemuan itu, Said Aqil menyerahkan dokumen rekomendasi yang berisi delapan poin masukan PBNU untuk UU Cipta Kerja. Rekomendasi diberikan karena NU melihat masih ada ketentuan yang tidak berpihak pada rakyat, terutama terkait pertambangan serta ketenagakerjaan.
Di Indonesia terdapat beberapa UU yang ditunda pelaksanaannya karena berbagai alasan, misalnya kesiapan, penolakan dari masyarakat, dan sebagainya.
PBNU juga meminta pemerintah untuk membuka komunikasi dan dialog dengan para tokoh masyarakat, terutama dalam penyusunan berbagai regulasi turunan UU Cipta Kerja. ”Jadi bagaimana supaya ini terbangun persepsi yang positif, bahwa UU ini betul-betul demi rakyat, pro rakyat, pro buruh, pro-grassroot. Jadi jangan kelihatan elitis, kelihatan eksklusif dan politis,” kata Said seusai pertemuan.
Ciptakan situasi tenang
Selain Mu’ti, pertemuan dengan Presiden Jokowi juga diikuti Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir serta Ketua Majelis Hukum dan HAM Sutrisno Raharjo. Hadir pula dalam pertemuan itu Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Pertemuan yang berlangsung dari pukul 11.00-12.30 itu digelar khusus untuk membahas materi UU Cipta Kerja yang saat ini UU-nya sudah berada di tangan Presiden setelah sebelumnya disetujui DPR untuk disahkan. Muhammadiyah menyampaikan sejumlah catatan dan masukan tertulis yang diserahkan langsung kepada Presiden.
Salah satu usulan yang disampaikan adalah penundaan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang hingga kini masih mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Penundaan pelaksanaan perlu dilakukan untuk menciptakan situasi yang tenang. Selain itu, juga untuk membuka kemungkinan perbaikan sejumlah materi krusial.
Mu’ti menegaskan, penundaan pelaksanaan sebuah UU dimungkinkan dilakukan karena sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. ”Di Indonesia terdapat beberapa UU yang ditunda pelaksanaannya karena berbagai alasan, misalnya kesiapan, penolakan dari masyarakat, dan sebagainya,” tuturnya.
Presiden, menurut Mu’ti, menyampaikan akan mengkaji dengan saksama usulan serta masukan dari Muhammadiyah. Termasuk usulan untuk menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja.
Tak terbitkan Perppu
Jokowi juga menegaskan tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) seperti desakan berbagai elemen masyarakat.
Pertemuan itu juga dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk menyampaikan sikap serta pandangannya terkait maraknya kritik dari masyarakat. Jokowi juga menegaskan tidak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), seperti desakan berbagai elemen masyarakat.
Meski demikian, Presiden menyatakan akan membuka diri terhadap masukan dari berbagai pihak. Termasuk kemungkinan merevisi materi UU Cipta Kerja yang dinilai masih bermasalah.
Presiden Jokowi juga mengakui jika komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat terkait UU Cipta Kerja masih kurang. Karena itulah, pemerintah bertekad untuk memperbaiki komunikasi dengan masyarakat.
Sementara itu, Haedar mengapresiasi sikap Presiden yang bersedia membuka dialog dengan PP Muhammadiyah dan elemen masyarakat. Dengan keterbukaan itu diharapkan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat bisa terjalin dengan lebih baik lagi.
Seusai pertemuan, PP Muhammadiyah menerima salinan draf UU Cipta Kerja dari Mensesneg Pratikno. Dokumen draf UU Cipta Kerja terdiri dari 1.187 halaman ini lebih tebal dari dokumen yang diserahkan DPR sebanyak 812 halaman.
Diminta meredam
Kalau masih bisa diadopsi lewat PP, maka itu akan diadopsi lewat PP, lalu mana konsepnya? Saya (wapres) terima. Tetapi kalau misalnya tidak bisa, maka ajukan saja judicial review.
Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi yang turut dalam pertemuan dengan Said Aqil mengungkapkan, Wapres meminta PBNU untuk menyampaikan konsep ketentuan yang bisa diadopsi melalui regulasi turunan UU Cipta kerja, baik peraturan pemerintah ataupun peraturan presiden.
Wapres juga mempersilakan PBNU mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi jika usulan yang disampaikan tidak bisa diadopsi dalam regulasi turunan UU Cipta Kerja. ”Kalau masih bisa diadopsi lewat PP, maka itu akan diadopsi lewat PP, lalu mana konsepnya? Saya (wapres) terima. Tetapi, kalau misalnya tidak bisa, maka ajukan saja judicial review,” kata Masduki.
Dalam pertemuan itu, Wapres juga meminta PBNU turut meredam ketegangan yang timbul akibat pengesahan UU Cipta Kerja.