Pemerintah tengah gencar mendorong hilirisasi batubara dan menjanjikan sejumlah insentif. Adaro masih bersikap berhati-hati sebelum memutuskan terjun ke bisnis tersebut.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Adaro Energy Tbk masih mengkaji segala aspek terkait hilirisasi batubara sebelum benar-benar terjun ke bisnis tersebut. Pemerintah tengah mendorong hilirisasi batubara sebagai program peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Insentif juga bakal diberikan kepada perusahaan yang mengembangkan hilirisasi.
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir mengatakan, program hilirisasi yang gencar didorong pemerintah merupakan upaya positif dan patut didukung. Beberapa teknologi hilirisasi juga sudah terbukti penerapannya, seperti coal to gas (gasifikasi batubara) maupun coal to methanol.
Hanya saja, menurut dia, Adaro perlu memilah jenis hilirisasi yang sesuai dengan model bisnis perusahaan tersebut.
”Meski ada insentif (dari pemerintah) untuk hilirisasi, tentu hal ini tidak mudah. Harus ada investasi dan inisiatif lainnya. Prinsipnya, kami mendukung program hilirisasi tersebut dan kepentingan nasional adalah yang nomor satu,” ujar Garibaldi dalam telekonferensi pers, Selasa (20/10/2020).
Disinggung mengenai rencana Adaro untuk proyek hilirisasi, Garibaldi menyebutkan, Adaro tengah menjajaki kerja sama pengembangan hilirisasi dengan sebuah perusahaan. Namun, ia tidak menyebut jenis hilirisasi yang dijajaki tersebut. Ia juga mengatakan, sepanjang hilirisasi itu berkontribusi besar terhadap Indonesia dan Adaro sebagai sebuah badan usaha, Adaro akan melakukannya.
Adaro perlu memilah jenis hilirisasi yang sesuai dengan model bisnis perusahaan tersebut.
”Apalagi, kami memiliki sumber daya yang cukup strategis. Sumber daya batubara kami masih banyak, kami juga memiliki infrastruktur yang lengkap, seperti pelabuhan dan ketersediaan tenaga kerja,” tambah Garibaldi.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sujatmiko menyampaikan, pemerintah bakal memberikan insentif bagi perusahaan batubara yang mengembangkan hilirisasi di dalam negeri. Hilirisasi tersebut adalah gasifikasi batubara, yaitu usaha untuk meningkatkan nilai tambah batubara di dalam negeri berupa dimetil eter atau metanol. Dengan demikian, kepastian berusaha lebih terjamin.
Menurut Sujatmiko, insentif tersebut berupa pemberian izin usaha tambang seumur cadangan batubara. Pemberian izin usaha seumur cadangan tambang adalah salah satu bentuk insentif nonfiskal yang akan diberikan pemerintah. Sesuai teknologi dan nilai keekonomian proyek gasifikasi batubara, kecukupan pasokan batubara harus dipastikan.
”Insentif tersebut untuk mengusahakan (cadangan) batubara yang ada demi kecukupan pasokan pabrik gasifikasi batubara tersebut,” kata Sujatmiko.
Dengan demikian, lanjut Sujatmiko, izin usaha tambang batubara tak lagi dibatasi sampai 20 tahun bagi perusahaan yang mengembangkan gasifikasi batubara. Adapun insentif fiskal adalah pengenaan royalti nol persen bagi perusahaan batubara yang turut mengembangkan gasifikasi. Kendati penerimaan negara berkurang akibat pengenaan nol persen untuk royalti, dampak ganda dari proyek gasifikasi diyakini lebih besar bagi perekonomian.
”Selain gasifikasi, proyek hilirisasi batubara yang dikembangkan pemerintah, antara lain pengembangan briket, peningkatan mutu batubara, coal liquefaction (mengolah batubara menjadi bahan bakar cair), serta pengembangan batubara kokas,” ujar Sujatmiko.
Pemberian izin usaha seumur cadangan tambang adalah salah satu bentuk insentif nonfiskal yang akan diberikan pemerintah.
Sementara itu, menurut Ketua Indonesian Mining and Energy Forum Singgih Widagdo, keputusan pemerintah memberikan insentif fiskal dan nonfiskal berupa durasi perizinan yang seumur cadangan yang ada dinilai tepat. Kebijakan tersebut akan merangsang investor untuk meningkatkan nilai tambah batubara di dalam negeri ketimbang dijual (ekspor). Namun, harus ada kepastian mengenai siapa pembeli atau penyerap produk yang dihasilkan dari proyek gasifikasi batubara tersebut.
”Selama ini, batubara lebih dominan berperan sebagai komoditas yang diperjualbelikan, bukan untuk modal pembangunan. Hilirisasi batubara mendorong pengembangan batubara sebagai modal penggerak ekonomi,” ujar Singgih.