Polisi Jerat Demonstran RUU Cipta Kerja di Ambon dengan Pasal Berlapis
Polisi menetapkan dua mahasiswa di Ambon sebagai tersangka dalam kericuhan yang terjadi saat aksi unjuk rasa penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja. Polisi menjerat mereka dengan tiga pasal.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease menjerat dua mahasiswa di Ambon dengan pasal berlapis, yakni Pasal 160, 214, dan 212 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dua mahasiswa berinisial MR (23) dan HS (25) dituduh terlibat dalam kericuhan saat unjuk rasa penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja pada Senin (12/10/2020).
Kepala Subbagian Humas Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Inspektur Dua Isaac Leatemia, Rabu (14/10/2020), menuturkan, MR dan HS terlibat dalam aksi di depan kampus Universitas Pattimura dan ujung Jembatan Merah Putih. Dua titik itu berdekatan. Unjuk rasa pada Senin lalu terjadi juga di beberapa lokasi lain di Kota Ambon, seperti Lapangan Merdeka dan Jalan Sultan Khairun.
Isaac merinci aksi yang dilakukan dua tersangka dimaksud meliputi penghasutan kepada massa agar melakukan kekerasan, terlibat dalam perusakan fasilitas pribadi dan umum di sekitar lokasi aksi, serta kekerasan terhadap petugas di lapangan. Polisi memiliki cukup bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka.
Dua tersangka langsung ditahan di Rutan Polresta Ambon. (Isaac Leatemia)
Polisi menjerat mereka dengan pasal berlapis, yakni Pasal 160, Pasal 214, dan Pasal 212 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal 160 dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara, Pasal 214 dengan ancaman 7 tahun penjara, dan Pasal 212 dengan ancaman 1 tahun penjara. ”Dua tersangka langsung ditahan di Rutan Polresta Ambon,” kata Isaac.
Menurut dia, dua tersangka dimaksud adalah bagian dari total 13 orang yang ditangkap dalam kericuhan saat aksi di Ambon. Adapun 11 orang lain dikembalikan kepada keluarga. Status hukum mereka menggantung lebih dari 24 jam sejak ditangkap pada Senin petang. Polisi tidak memiliki cukup bukti untuk menjerat mereka bersama dua tersangka lain.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Kota Ambon Burhanudin Rumbouw mengatakan, penangkapan dan proses hukum terhadap para mahasiswa tidak sedikit pun menyurutkan semangat mereka. Mereka akan kembali turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja.
”Tidak hanya tentang isu RUU Cipta Kerja, kami juga akan mengawal sejumlah agenda penting, seperti pengelolaan gas Blok Masela dan lumbung ikan nasional di Maluku. Kami pasti akan turun ke jalan jika kami menemukan ada yang tidak beres. Itu tanggung jawab sebagai mahasiswa,” ujarnya. Ia berharap proses hukum terhadap mahasiswa berjalan dengan adil.
Data kerusakan
Dalam rilis Humas Pemerintah Provinsi Maluku dilaporkan, tim dari Pemprov Maluku mendata kerusakan rumah-rumah warga yang terkena imbas dari bentrokan saat unjuk rasa. Rumah yang rusak berada di sekitar ujung Jembatan Merah Putih, tepatnya di Desa Poka.
”Setelah kami turun ke lapangan dan menginventarisasi, memang ada sekitar tiga rumah warga yang mengalami kerusakan. Dari tiga rumah, ada satu yang parah sehingga harus mengganti plafon dan atap seng,” kata Kepala Satpol PP Setda Maluku Andre Adriaansz.
Terkait kerusakan rumah warga, kata Andre, Pemerintah Provinsi Maluku melalui Dinas Perumahan dan Permukiman akan membantu membiayai kerusakan tersebut. Tim telah bertemu dengan keluarga yang rumahnya rusak dan mulai dibicarakan teknis perbaikan.
Sementara itu, Penjabat Kepala Desa Poka Erick Van Room mengatakan, aksi unjuk rasa tersebut membawa dampak kerusakan terhadap beberapa rumah warga. Sebagian besar kerusakan akibat lemparan batu. ”Saya menyampaikan terima kasih kepada pemerintah telah bersedia membantu memperbaiki rumah warga saya,” kata Errick seraya berharap agar aksi tersebut tidak terulang lagi.