Peduli dan Disiplin Protokol Kesehatan Kunci Pemulihan Pariwisata di Era Baru Pandemi
Sektor pariwisata di Indonesia, khususnya Bali, sedang terpuruk akibat terdampak pandemi Covid-19. Pemulihan pariwisata, yang menjadi penggerak ekonomi, harus sejalan dengan pengendalian dan penanganan pandemi Covid-19.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·4 menit baca
GIANYAR, KOMPAS — Sektor pariwisata di Indonesia, khususnya Bali, sedang terpuruk akibat terdampak pandemi penyakit yang disebabkan virus korona baru atau Covid-19. Pemulihan pariwisata, yang menjadi penggerak ekonomi, harus sejalan dengan pengendalian dan penanganan pandemi Covid-19. Kepedulian dan kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan menjadi penting dalam upaya memulihkan pariwisata di era kehidupan baru masa pandemi Covid-19.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyusun standar protokol kesehatan pariwisata berbasis kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (cleanliness, health, safety, and environmental sustainability/CHSE) sebagai respons sekaligus strategi pemulihan kepariwisataan Indonesia di masa pandemi.
”Harapannya, protokol kesehatan dilaksanakan dengan penuh kedisiplinan dan kepedulian. Bukan hanya karena mengikuti aturan, melainkan juga peduli terhadap diri, keluarga, sahabat, teman, dan tentunya terhadap sektor pariwisata,” kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio.
Hal itu dikemukakan dalam acara peluncuran penerapan protokol kesehatan pariwisata berbasis CHSE melalui program edukasi, sosialisasi, dan kampanye gerakan ”We Love Bali” di kawasan Bali Safari and Marine Park, Gianyar, Rabu (14/10/2020).
Sektor pariwisata dinyatakan paling terdampak pandemi Covid-19. Rilis Badan Pusat Statistik terkini menyebutkan, jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia selama Januari-Agustus 2020 mencapai 3,41 juta kunjungan. Kondisi itu disebutkan mengalami penurunan hingga 68,17 persen jika dibandingkan dengan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia periode Januari-Agustus 2019 yang mencapai 10,71 juta kunjungan.
Harapannya, protokol kesehatan dilaksanakan dengan penuh kedisiplinan dan kepedulian. Bukan hanya karena mengikuti aturan, melainkan juga peduli terhadap diri, keluarga, sahabat, teman, dan tentunya terhadap sektor pariwisata. (Wishnutama Kusubandio)
Daerah yang menjadikan pariwisata sebagai sektor andalan ekonomi, seperti Bali, sangat terdampak. BPS mencatat jumlah wisman yang datang ke Bali periode Januari-Agustus 2020 sebanyak 1.050.161 kunjungan atau menurun 74,18 persen dibandingkan dengan jumlah kedatangan wisman ke Bali periode Januari-Agustus 2019. Kondisi itu berdampak pada perekonomian Bali triwulan I dan II 2020 yang tumbuh negatif.
Asosiasi General Manager Hotel Indonesia (Indonesian Hotel General Manager Association/IHGMA) Bali dan Asosiasi Perhotelan Bali (Bali Hotel Association/BHA) menyebutkan minimnya kunjungan wisatawan akibat pandemi Covid-19 berdampak pada rendahnya tingkat keterisian kamar hotel di Bali dan sedikitnya hotel di Bali yang tetap beroperasi. Tingkat keterisian kamar hotel di Bali hingga awal Oktober 2020 disebutkan berada di kisaran 6 persen sampai 9 persen.
Beban pengusaha
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, yang biasa disapa Tjok Ace, menyatakan menyepinya pariwisata Bali yang berdampak pada tertekannya ekonomi daerah memberikan beban cukup berat bagi pengusaha.
Tjok Ace menambahkan, Pemerintah Provinsi Bali sudah membuat pedoman protokol tatanan kehidupan era baru sesuai Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 3355 Tahun 2020, yang juga menjadi acuan bagi pengelola industri pariwisata, termasuk pengelola obyek wisata, dalam menjalankan usahanya.
Untuk itu Pemprov Bali bersama para pemangku kepentingan terkait, termasuk kalangan pariwisata, di Bali menyusun gerakan bersama ”We Love Bali” sebagai bentuk tanggapan terhadap krisis akibat pandemi Covid-19 dan upaya memulihkan perekonomian daerah, termasuk sektor pariwisata.
”Dengan kegiatan hari ini yang secara resmi diluncurkan pengimplementasian protokol kesehatan pariwisata berbasis CHSE, saya berharap keyakinan pasar terhadap Bali akan semakin bagus. Bali dapat segera dibuka. Mudah-mudahan kondisi ekonomi Bali pada triwulan III tidak separah atau serendah (kondisi ekonomi) triwulan II,” ujarnya.
Hibah pariwisata
Dalam kesempatan itu, Wishnutama menyatakan pemerintah akan segera menyalurkan dana hibah pariwisata tahun 2020 sebesar Rp 3,3 triliun. Dana hibah pariwisata itu bertujuan membantu pemerintah daerah, industri hotel, dan industri restoran di Indonesia yang sedang mengalami gangguan finansial dan juga upaya memulihkan dampak penurunan pendapatan asli daerah akibat pandemi Covid-19.
Wishutama menerangkan, dana hibah itu juga digunakan pemerintah daerah dan kalangan pengusaha pariwisata untuk meningkatkan penerapan protokol kesehatan pariwisata di destinasi wisata. Hal itu bertujuan menciptakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan yang akan berkunjung sekaligus membantu industri pariwisata bertahan di tengah kondisi pandemi Covid-19.
”Bali akan mendapat alokasi sekitar Rp 1,2 triliun. Hal itu karena Bali memang paling terdampak,” kata Wishnutama dalam sesi konferensi pers seusai acara peresmian gerakan We Love Bali.
Ditemui di Bali Safari and Marine Park, Gianyar, Rabu (14/10/2020), Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf Fadjar Hutomo menjelaskan, dana hibah pariwisata merupakan bagian program pemulihan ekonomi nasional melalui Kementerian Keuangan yang disalurkan Kemenparekraf. Fadjar mengatakan Bali termasuk 101 daerah di Indonesia yang mendapat alokasi dana hibah pariwisata tersebut.
Dana hibah pariwisata, menurut Fadjar, diberikan kepada daerah yang memiliki kriteria, antara lain, pajak hotel dan restoran (PHR) minimal 15 persen dari total pendapatan asli daerah tahun anggaran 2019, daerah termasuk 10 Destinasi Pariwisata Prioritas, 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas, destinasi branding, dan termasuk dalam 100 Calendar of Event.
Dari dana hibah pariwisata itu ke daerah, tambah Fadjar, sebesar 70 persen dialokasikan untuk membantu usaha hotel dan restoran, sedangkan 30 persen diserahkan ke pemerintah daerah untuk dialokasikan sesuai kebijakan pemerintah daerah. Misalnya, untuk program peningkatan protokol kesehatan pariwisata berbasis CHSE di obyek wisata atau tempat rekreasi. Sektor usaha hotel dan restoran mendapat alokasi dana hibah sebagai kompensasi atas PHR daerah.
Terkait dana hibah pariwisata itu, Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali Ketut Ardana meminta pemerintah juga mengalokasikan dana hibah pariwisata bagi usaha kepariwisataan lainnya, misalnya biro perjalanan wisata, pemandu wisata, transportasi wisata, dan taman rekreasi, yang turut terdampak pandemi Covid-19.