Kebangkitan sektor properti sangat bergantung pada perbaikan kondisi ekonomi. Hingga akhir tahun, pengembangan sektor properti masih akan lambat.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan sektor properti cenderung masih rendah hingga triwulan III-2020 akibat pandemi Covid-19. Sektor ini diperkirakan baru kembali menggeliat pada 2021. Kawasan industri diperkirakan bisa pulih lebih cepat dibandingkan dengan subsektor properti lainnya, sedangkan pemulihan pasar apartemen butuh waktu lebih lama.
Berdasarkan paparan Colliers International Indonesia, hampir seluruh subsektor properti masih terkontraksi pada triwulan III-2020. Kontraksi terjadi pada perkantoran, pusat belanja, apartemen, kawasan industri, serta industri pertemuan, insentif, konvensi dan pameran (MICE). Sampai dengan akhir 2020, perlambatan pertumbuhan diperkirakan masih terjadi, tetapi kondisi diperkirakan membaik pada 2021 seiring penanganan pandemi Covid-19 dan penemuan vaksin.
Hampir seluruh subsektor properti masih terkontraksi pada triwulan III-2020.
Menurut Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto, subsektor kawasan industri diprediksi pulih lebih cepat pada 2021 meski saat ini masih stagnan. Kawasan industri di Jabodetabek tersebar di Serang, Tangerang, Bekasi, Bogor, dan Karawang.
”(Kawasan industri) berpotensi meningkat lebih cepat dibandingkan dengan subsektor (properti) lain. Sebab, ada sebagian permintaan belum terealisasi tahun ini. Di samping itu, ada rencana industri melakukan ekspansi,” katanya dalam konferensi pers secara daring, Rabu (7/10/2020).
Per triwulan III-2020, penjualan lahan kawasan industri seluas 27,81 hektar yang sekitar 67 persen untuk industri otomotif. Sebagian besar penjualan lahan, yakni di Greenland International Industrial Center (GIIC) Deltamas, Cikarang, Kabupaten Bekasi, seluas 17 hektar yang antara lain untuk perusahaan otomotif asal Korea.
Selama Januari-September 2020, penjualan dan penyewaan kawasan industri di Jabodetabek seluas 118,2 hektar, yang sekitar 39 persen untuk industri otomotif dan 25 persen untuk industri makanan dan minuman. Sampai dengan akhir tahun ini, penjualan diperkirakan mencapai 150 hektar atau hanya 43 persen dari total penjualan pada 2019 yang sekitar 350 hektar.
Ferry menambahkan, ada potensi besar pengembangan kawasan industri pada 2021, yakni di Karawang dan Subang, seiring kemunculan kluster kawasan industri di sekitar Pelabuhan Patimban (Subang). Ada juga pengembangan kawasan industri di Cikembar, Sukabumi, karena tak ada lagi pengembangan lahan industri di Bogor.
Di lain pihak, ada beberapa investor pengembang sekaligus operator mulai mengincar lahan-lahan potensial untuk dijadikan kawasan industri yang berhubungan dengan logistik, pergudangan, dan pusat distribusi. Tren pengembangan kawasan industri, di antaranya industri otomotif, industri makanan dan minuman, pergudangan dan logistik, terutama dengan tumbuhnya bisnis e-dagang, serta bisnis yang terkait teknologi seperti pusat data.
”Di Indonesia akan berkembang pusat distribusi, terutama di kota-kota besar. Hal ini menjadi motivasi bagi investor logistik untuk memperluas kebutuhan logistik,” katanya.
Director Advisory Services Colliers International Indonesia Monica Koesnovagril menambahkan, e-dagang terus tumbuh karena masyarakat yang belanja daring semakin banyak. Permintaan lahan dalam skala kebih kecil untuk industri logistik dan e-dagang tumbuh dan lahan untuk pusat data semakin banyak di luar Jakarta. Selain itu, lahan untuk gudang pendingin berlokasi di dekat kota besar dan tidak menutup kemungkinan masuk ke kawasan industri.
Director Capital Markets Colliers International Indonesia Steve Atherton menuturkan, investor asing masih memiliki keinginan besar untuk berinvestasi serta mengakuisisi gedung logistik dan pergudangan di Indonesia yang memiliki pendapatan sewa tahunan tinggi. Di sisi lain, sejumlah investor asing tengah menjajaki kerja sama investasi dengan perusahaan lokal untuk membangun proyek pusat data.
”(Pusat data) merupakan bisnis padat modal, pembangunan gedung yang mahal, dan peralatan yang mahal, tetapi pertumbuhan permintaan juga besar,” katanya.
Apartemen Lesu
Sementara itu, pasar apartemen terus menurun. Pertumbuhan proyek apartemen juga melambat. Per triwulan III-2020, hanya ada tambahan pasokan sebanyak 649 unit dari rencana 3.034 unit. Selain itu, tidak ada proyek apartemen baru yang dirilis ke konsumen.
Adapun tingkat penyerapan apartemen pada Januari-September 2020 sebanyak 1.382 unit atau merosot dibandingkan dengan 2019 yang sebanyak 4.682 unit.
Menurut Ferry, pasar apartemen sudah terkoreksi sejak 2015 yang ditandai dengan tren penjualan yang terus menurun. Akibat pandemi Covid-19, penjualan turun lebih drastis.
Ada dua segmentasi pasar apartemen, yakni investor dan pengguna akhir. Dari sisi investor, pembeli mengharapkan pertumbuhan pendapatan dari sewa unit apartemen. Apabila sewa apartemen menurun, minat investor menurun.
Pasar apartemen sudah terkoreksi sejak 2015 yang ditandai dengan tren penjualan yang terus menurun.
Sementara itu, dari sisi pengguna, dibutuhkan kemudahan cara pembayaran uang muka rumah dan suku bunga kredit yang semakin rendah. Persoalannya, kondisi ekonomi tidak stabil sehingga menghambat kemampuan mencicil.
”Pemulihan pasar apartemen memerlukan waktu yang lebih panjang,” katanya.