Proyek Gasifikasi Bukit Asam Berlanjut di Tengah Pandemi
Proyek gasifikasi batubara menjadi dimetil eter atau DME di Indonesia mendesak diwujudkan. DME dapat berfungsi menggantikan elpiji yang 70 persen dari total konsumsi di Indonesia masih diimpor.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 tak menghalangi PT Bukit Asam Tbk meneruskan proyek gasifikasi batubara menjadi dimetil eter atau DME sebagai pengganti elpiji. Proyek tersebut diharapkan rampung pada 2025 dengan target produksi 1,4 juta ton DME per tahun.
Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan, sama sekali tak ada rencana perusahaan untuk menunda atau menangguhkan proyek gasifikasi tersebut kendati pandemi Covid-19 masih terjadi. Produk DME di dalam negeri sangat dibutuhkan sebagai pengganti elpiji.
Selama ini 70 persen konsumsi elpiji nasional diperoleh dari impor. Struktur DME bisa berfungsi menggantikan elpiji sebagai bahan bakar konsumsi rumah tangga.
”Kajian keekonomian tentu sudah kami lakukan. Yang jelas nanti harganya harus lebih murah dari harga elpiji,” ujarnya dalam telekonferensi pers, Rabu (30/9/2020).
Lokasi pabrik itu berada di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, dengan kebutuhan batubara 6 juta ton per tahun. Pihak yang terlibat dalam proyek ini, selain Bukit Asam, adalah PT Pertamina (Persero) dan Air Products, perusahaan Amerika Serikat selaku pemilik teknologi gasifikasi.
”Investasi proyek gasifikasi batubara ini sebesar 2,4 miliar dollar AS yang akan ditanggung oleh Air Products selaku pemilik teknologi. Bukit Asam selaku pemasok batubara, sedangkan Pertamina nanti sebagai off taker (penyerap) DME yang dihasilkan,” tutur Arviyan.
Tak ada rencana perusahaan untuk menunda atau menangguhkan proyek gasifikasi tersebut kendati pandemi Covid-19 masih terjadi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menguji penggunaan DME sebagai pengganti elpiji di skala rumah tangga. Pengujian dilakukan di Palembang, Sumatera Selatan, dan di DKI Jakarta sejak akhir 2019 hingga awal 2020.
Pengujian dilakukan lewat tiga tipe, yaitu tabung gas yang berisi 100 persen DME, tabung berisi 50 persen DME dan 50 persen elpiji, serta tabung dengan komposisi 20 persen DME dan 80 persen elpiji.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, hasil uji terap itu menunjukkan, nyala api DME berwarna biru dan api mudah dinyalakan. Hanya saja, waktu memasak menggunakan DME 1,2 kali lebih lama ketimbang menggunakan elpiji.
”Secara teknis, pemanfaatan DME 100 persen layak dan bisa menggantikan fungsi elpiji,” tuturnya.
Secara teknis, pemanfaatan DME 100 persen layak dan bisa menggantikan fungsi elpiji.
DME dihasilkan dari serangkaian proses yang dinamai gasifikasi batubara. Batubara yang digunakan adalah batubara berkalori rendah yang harga di pasaran jauh lebih murah atau sekitar 20 dollar AS per ton.
Pengembangan DME dari batubara di Indonesia sangat potensial lantaran sumber daya batubara Indonesia masih melimpah. Data 2019 menunjukkan, cadangan batubara Indonesia sebanyak 37 miliar ton dengan sumber daya 149 miliar ton.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, investasi gasifikasi batubara menjadi DME lebih besar dibanding mengubah batubara menjadi metanol. Untuk menghasilkan metanol sebanyak 1,8 juta ton per tahun membutuhkan investasi 1,79 miliar dollar AS. Sementara untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun nilai investasinya 2,4 miliar dollar AS.
”Untuk proyek batubara menjadi metanol tidak ada isu yang signifikan. Namun, untuk gasifikasi batubara menjadi DME memerlukan kajian lebih lanjut karena berpotensi membutuhkan subsidi yang lebih besar dari subsidi elpiji yang ada saat ini,” kata Luhut saat menjadi pembicara dalam acara The 5th Save Indonesian Coal yang diselenggarakan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Senin (14/9/2020).
Bukit Asam berhasil meraup laba bersih Rp 1,3 triliun sepanjang semester I-2020. Di periode yang sama, pendapatan perusahaan sebesar Rp 9 triliun.
Dari sisi kinerja keuangan, Bukit Asam berhasil meraup laba bersih Rp 1,3 triliun sepanjang semester I-2020. Di periode yang sama, pendapatan perusahaan sebesar Rp 9 triliun.
Pandemi Covid-19 telah memukul bisnis perusahaan lantaran turunnya permintaan dan merosotnya harga batubara. Harga batubara tertekan hingga 20 persen sejak Januari 2020 yang sebesar 65,93 dollar AS per ton menjadi 52,98 dollar AS per ton pada Juni 2020.