Pemerintah Rintis Dimetil Eter sebagai Pengganti Elpiji
Ketergantungan pada elpiji impor bisa dikurangi melalui pengembangan gasifikasi batubara yang menghasilkan dimetil eter. Perlu keseriusan nyata mewujudkannya mengingat sumber daya batubara Indonesia masih melimpah.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menguji coba penggunaan dimetil eter, yang dihasilkan dari gasifikasi batubara, sebagai pengganti elpiji untuk skala rumah tangga. Selama ini sekitar 75 persen dari total elpiji yang dikonsumsi Indonesia diperoleh lewat impor.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya telah merampungkan pengujian dimetil eter (DME) yang bisa dimanfaatkan sebagai pengganti elpiji di tingkat rumah tangga.
Ada tiga tipe pengujian, yaitu tabung gas yang berisi 100 persen DME, tabung berisi 50 persen DME dan 50 persen elpiji, serta tabung dengan komposisi 20 persen DME dan 80 persen elpiji. Pengujian dilakukan di Palembang, Sumatera Selatan, dan di DKI Jakarta sejak akhir 2019 hingga awal 2020.
”Hasil uji terap menunjukkan nyala api DME berwarna biru dan api mudah dinyalakan. Hanya saja, waktu memasak menggunakan DME 1,2 kali lebih lama dibandingkan menggunakan elpiji. Secara teknis, pemanfaatan DME 100 persen layak dan bisa menggantikan fungsi elpiji,” ujar Dadan dalam telekonferensi pers, Rabu (22/7/2020).
DME dihasilkan dari serangkaian proses yang disebut gasifikasi batubara. Batubara yang digunakan adalah batubara berkalori rendah yang harga di pasaran jauh lebih murah atau sekitar 20 dollar AS per ton.
Pengembangan DME dari batubara di Indonesia dinilai sangat potensial lantaran sumber daya batubara Indonesia masih melimpah. Data tahun 2019 menunjukkan cadangan batubara Indonesia mencapai 37 miliar ton dengan sumber daya mencapai 149 miliar ton.
Data 2019 menunjukkan cadangan batubara Indonesia sebanyak 37 miliar ton dengan sumber daya mencapai 149 miliar ton.
”Dari kajian sementara, konsumsi 1 juta ton elpiji bisa digantikan dengan 1,5 juta ton DME. Nah, batubara yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1,5 juta ton DME adalah 6 juta ton per tahun. Jumlah itu tidak jadi masalah mengingat sumber daya batubara di Indonesia masih melimpah,” kata Dadan.
Hingga saat ini belum ada satu pun industri yang mengembangkan gasifikasi batubara menjadi DME di Indonesia. Menurut Dadan, dibutuhkan kajian lebih lanjut untuk pengembangan industri di sektor ini. Kajian itu meliputi insentif yang bisa diberikan pemerintah serta kemungkinan besaran subsidi yang diberikan untuk DME. Sampai saat ini, harga elpiji 3 kilogram masih disubsidi negara.
Tahun lalu, dari 7,6 juta ton elpiji yang dikonsumsi di dalam negeri, sebanyak 5,7 juta ton diimpor PT Pertamina (Persero). Nilai impor tersebut mencapai 2,7 miliar dollar AS. Adapun konsumsi elpiji bersubsidi pada 2019 sebanyak 6,84 juta ton dan tahun ini diperkirakan mencapai 7 juta ton.
Swasta terlibat
Gasifikasi batubara tak hanya menghasilkan DME. Beberapa waktu lalu, Grup Bakrie menandatangani kesepakatan kerja sama proyek gasifikasi batubara dengan Air Product, perusahaan asal Amerika Serikat selaku pemilik teknologi gasifikasi.
Kedua pihak bersepakat mengerjakan proyek gasifikasi batubara menjadi metanol dengan kemampuan produksi 2 juta ton per tahun. Investasi proyek yang dijadwalkan mulai beroperasi pada 2024 ini diperkirakan sebesar 2 miliar dollar AS.
Dengan volume 2 juta ton, itu sudah mampu mengurangi impor metanol senilai 250 juta dollar AS per tahun.
Menurut Direktur Utama PT Bakrie & Brothers Tbk Anindya Bakrie, dalam kesepakatan itu, pihaknya memasok kebutuhan batubara sebanyak 6 juta ton per tahun untuk menghasilkan metanol sebanyak 2 juta ton per tahun. Batubara yang digunakan untuk proyek gasifikasi adalah batubara dengan kadar rendah, yaitu 3.600 kilokalori per kilogram sampai 4.200 kilokalori per kilogram.
”Berdasar komitmen, kami yang akan menyerap dan memasarkan produk metanol yang dihasilkan tersebut. Dengan volume 2 juta ton, itu sudah mampu mengurangi impor metanol senilai 250 juta dollar AS per tahun,” ujar Anindya dalam wawancara khusus dengan Kompas, Senin (18/5/2020).
Adapun BUMN yang sedang merintis proyek gasifikasi batubara menjadi DME adalah PT Bukit Asam Tbk. Dengan menggandeng perusahaan yang sama, yakni Air Product, proyek tersebut direncanakan bisa beroperasi pada 2024 dengan target produksi DME sebanyak 1,4 juta ton per tahun. Tak hanya DME, gasifikasi batubara Bukit Asam juga direncanakan menghasilkan metanol sebanyak 300.000 ton per tahun.
”Investasinya diperkirakan mencapai Rp 4,5 triliun. Rencana proyek gasifikasi batubara ini berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan,” kata Direktur Utama PT Bukit Asam Arviyan Arifin beberapa waktu lalu di Jakarta.