Penyaluran pinjaman modal usaha kelautan dan perikanan akan dipercepat. Namun, prinsip kehati-hatian dan transparansi diperlukan agar kredit tepat sasaran dan tidak memicu kredit bermasalah.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Badan Layanan Usaha Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan menargetkan penyaluran kredit modal usaha perikanan hingga akhir tahun ini sebesar Rp 725 miliar. Sampai dengan 9 September, kredit yang disalurkan sebesar Rp 546,89 miliar atau 75,4 persen dari pagu.
Direktur Badan Layanan Usaha Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU-LPMUKP) Syarif Syahrial saat dihubungi di Jakarta, Rabu (16/9/2020), mengungkapkan, penyesuaian proses layanan dilakukan selama pandemi Covid-19. Proses pengajuan, analisis, akad, dan pencairan kredit dilakukan di daerah. Proses akad kredit yang semula melibatkan mitra perbankan saat ini sebagian dilakukan sendiri oleh tim teknis BLU-LPMUKP.
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR, Selasa (15/9), Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar menyampaikan, realisasi penyaluran dana BLU-LPMUKP per 9 September 2020 sebesar Rp 546,89 miliar untuk 17.482 pelaku usaha perikanan.
Pinjaman itu meliputi usaha penangkapan ikan senilai Rp 181,19 miliar bagi 8.967 orang, usaha pembudidayaan ikan sebesar Rp 240,46 miliar untuk 4.711 orang, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sejumlah Rp 100,59 miliar untuk 3.095 orang dan usaha masyarakat pesisir lainnya sejumlah Rp 8,69 miliar untuk 336 orang.
Syarif menambahkan, selama pandemi Covid-19, akad pinjaman dilaksanakan tim teknis BLU-LPMUKP dan nasabah dengan melibatkan notaris. Proses akad itu dilakukan di daerah-daerah yang dinilai kesulitan melaksanakan proses akad kredit lewat bank. Proses ini ditempuh agar penyaluran pinjaman kepada nasabah bisa lebih cepat. Dalam waktu dekat, pihaknya akan bekerja sama dengan PT Pefindo Biro Kredit untuk mitigasi risiko kredit agar penyaluran dana bisa lebih cepat dan tetap aman.
”Kami melakukan koreksi juga untuk metodologi akad pinjaman. Selama pembatasan sosial berskala besar, perlu didorong kemandirian BLU-LPMUKP di daerah untuk melakukan akad langsung,” katanya.
Dalam waktu dekat, pihaknya akan bekerja sama dengan PT Pefindo Biro Kredit untuk mitigasi risiko kredit agar penyaluran dana bisa lebih cepat dan tetap aman.
Minim pendampingan
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menilai, proses pendanaan oleh BLU-LPMUKP tidak efektif untuk memberantas kemiskinan masyarakat yang bergerak di sektor perikanan. Proses penyaluran dana dinilai serampangan demi mempercepat pencairan dan mengejar target penyaluran dana.
Persoalan yang muncul, proses persiapan kelompok, seleksi terhadap kelompok usaha yang mengajukan kredit, prospek usaha, dan kesinambungan bisnis diabaikan. Pendampingan kelompok juga dinilai minim dilakukan. Hal ini dapat menjadi bumerang, yakni masyarakat terbebani utang karena usaha yang dijalankan tidak berjalan dengan baik. Padahal, BLU-LPMUKP memiliki visi mewujudkan usaha perikanan yang berkelanjutan dan akuntabel.
”Skema penyaluran pendanaan masih serampangan. Muncul indikasi, masyarakat diminta asal membentuk kelompok atau koperasi, dan selanjutnya dana bisa dicairkan,” katanya.
Halim menambahkan, BLU-LPMUKP perlu memastikan kelayakan usaha kelompok untuk bisa mengakses pembiayaan. Proses verifikasi diperlukan agar penyaluran dana efektif dan tepat sasaran. Di lain pihak, diperlukan jaminan pendampingan pada kelompok dan koperasi agar pemanfaatan dana tepat sasaran. ”Untuk mendorong prinsip akuntabilitas tersebut, BLU-LPMUKP perlu meningkatkan koordinasi dengan KKP,” katanya.