Sri Mulyani: Ekonomi Triwulan III-2020 Bisa Terkontraksi 2,1 Persen
PSBB kedua berbeda dengan situasi Maret dan April lalu yang menyebabkan seluruh kegiatan terhenti. Namun, penerapan PSBB mungkin mengerek pertumbuhan ke proyeksi terendah minus 2,1 persen atau bisa lebih rendah.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI pada triwulan III-2020 berkisar 0 sampai minus 2,1 persen. Kontraksi pertumbuhan ekonomi berisiko lebih dalam akibat penerapan pembatasan sosial berskala besar kedua DKI Jakarta.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, dampak ekonomi atas penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kedua masih terus dimonitor. Sejauh ini pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 diproyeksikan 0 sampai negatif 2,1 persen. Kontraksi ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2020.
”PSBB kedua berbeda dengan situasi Maret dan April lalu yang menyebabkan seluruh kegiatan masyarakat terhenti. Namun, penerapan PSBB mungkin mengerek pertumbuhan ke proyeksi terendah negatif 2,1 persen atau bisa lebih rendah dari itu,” kata Sri Mulyani dalam telekonferensi pers, Rabu (15/9/2020).
PSBB kedua berbeda dengan situasi Maret dan April lalu yang menyebabkan seluruh kegiatan masyarakat terhenti. Namun, penerapan PSBB mungkin mengerek pertumbuhan ke proyeksi terendah negatif 2,1 persen atau bisa lebih rendah dari itu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada triwulan II-2020, perekonomian Indonesia berbalik, dari tumbuh 2,97 persen pada triwulan I-2020 menjadi terkontraksi 5,32 persen. Indonesia akan masuk dalam resesi apabila pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 masih dalam zona negatif.
Menurut Sri Mulyani, penerapan PSBB kedua di DKI Jakarta akan berdampak bagi perekonomian nasional. Kontribusi DKI terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 17,7 persen. Pada triwulan II-2020, DKI mengalami kontraksi cukup dalam negatif 8,2 persen yang turut mengerek perekonomian RI ke zona negatif.
”Kontraksi diharapkan tidak terlalu dalam. Proyeksi ekonomi juga tergantung kemampuan pencegahan kenaikan kasus Covid-19,” kata Sri Mulyani.
Penerapan PSBB kedua diperlukan karena beberapa daerah kini menjadi pusat penyebaran Covid-19, terutama DKI Jakarta. Kluster baru penyebaran Covid-19 juga muncul yang paling masif saat ini di perkantoran. Dampak ekonomi baru terlihat setelah dua minggu penerapan PSBB kedua.
Sri Mulyani menekankan, kontraksi ekonomi triwulan III-2020 akan lebih rendah dari triwulan II-2020. Koordinasi antara pusat dan daerah dalam pengendalian Covid-19 akan diperkuat terutama dengan delapan provinsi. Tujuannya agar trajektori pemulihan ekonomi tetap mulai pada triwulan IV-2020.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 diproyeksikan 0,2 sampai negatif 1,1 persen. Kendati risiko pertumbuhan negatif masih besar, tetapi pemulihan ekonomi akan terjadi pada 2021. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan 2021 berkisar 4,5 sampai 5,5 persen.
Jika PSBB fase kedua tidak berjalan efektif lagi, dampak ekonomi akan semakin besar. Dampak ekonomi ini ditentukan oleh sebaran wilayah dan durasi PSBB.
Sebelumnya, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan, berpendapat, PSBB pasti berdampak pada ekonomi. Namun, besaran dampaknya tergantung dari durasi dan efektivitas penerapannya. Setelah penyebaran virus tertangani, dampak ekonomi yang ditimbulkan PSBB akan otomatis pulih.
Implementasi PSBB dan sanksi bagi pelanggar harus ditegakkan. Selama PSBB fase pertama, harus diakui banyak masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan, sementara penegakan hukum lemah. Pemerintah dapat melibatkan aparat keamanan untuk menjamin efektivitas PSBB.
”Jika PSBB fase kedua tidak berjalan efektif lagi, dampak ekonomi akan semakin besar. Dampak ekonomi ini ditentukan oleh sebaran wilayah dan durasi PSBB,” katanya.