Usaha mikro, kecil, dan menengah juga perlu model bisnis yang tepat agar dapat berkembang.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah membutuhkan penghela. Hal ini tidak lepas dari jumlah pelaku usaha segmen tersebut yang sedemikian besar dengan ukuran yang kecil-kecil.
Usaha mikro mendominasi jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, ada sekitar 63,35 juta usaha mikro, 783.132 usaha kecil, dan 60.702 usaha menengah.
”Penghela bisa berupa agregator dari yang kecil-kecil menjadi usaha skala bisnis ataupun sebagai offtaker untuk menyerap produk-produk UMKM,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Minggu (13/9/2020).
Teten mengatakan hal tersebut saat membuka secara virtual Jogja Gumregah, Ekshibisi UMKM Bangkit Merdeka. Acara yang ditayangkan langsung lewat Youtube tersebut dipusatkan di Arkadia Communal Space, Yogyakarta.
Penghela dapat pula berbentuk inkubator bisnis yang mengedukasi, mengurasi, dan membantu UMKM bertumbuh menjadi wirausaha unggul. Inovasi produk UMKM dibutuhkan agar mampu bersaing di pasar domestik dan ekspor.
Inovasi produk UMKM dibutuhkan agar mampu bersaing di pasar domestik dan ekspor.
Di sisi lain, model bisnis UMKM harus disiapkan agar mampu meyakinkan lembaga pembiayaan membesarkan bisnis UMKM tersebut. ”Selama ini kita banyak fokus di inovasi produk, brand bagus, tapi model bisnisnya tidak dipikirkan. Padahal, saya kira, kita butuh model bisnis yang bisa menjadikan UMKM tumbuh besar,” kata Teten.
Koordinator Indonesia Creative Cities Network (ICCN) Daerah Istimewa Yogyakarta Greg Wuryanto mengatakan, di masa mendatang, kreativitas diharapkan dapat menjadi motor penggerak kebangkitan ekonomi. Pandemi Covid-19 sedemikian cepat melanda dengan dampak signifikan, termasuk bagi UMKM.
Kita butuh model bisnis yang bisa menjadikan UMKM tumbuh besar.
Terkait hal tersebut, Greg mengapresiasi Kemenkop UKM yang mendukung ICCN memantik acara Jogja Gumregah dalam upaya membangkitkan UMKM. ”Sehingga api ini diharapkan menyala dan kita akan menyiapkan mesin dan bahan bakarnya agar bisa berkobar,” ujarnya.
Jogja Creative Society bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat, yakni Pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Kota Yogyakarta, saat ini sedang merintis gagasan tentang ekosistem unggul. Ekosistem unggul adalah sebentuk pemodelan untuk memunculkan dan membangkitkan UMKM unggulan.
Produk yang ditampilkan di Jogja Gumregah adalah sebagian dari yang telah dikerjakan selama ini. ”Teman-teman ini sedang membuat narasi kreatif atas produk-produk ataupun tradisi keterampilan lokal yang ada di Jogja, mulai mode, kuliner, kerajinan tangan, hingga tanaman,” ujar Greg.
Kerja sama
Menurut Deputi Produksi dan Pemasaran Kemenkop UKM Victoria Br Simanungkalit, Kemenkop UKM telah bersinergi dengan ICCN melalui kegiatan aktivasi ekonomi lokal. Langkah ini untuk merespons kondisi di masa pandemi Covid-19.
Pameran Jogja Gumregah bertujuan memberikan stimulus dan motivasi kepada pelaku UMKM agar dapat bertahan menghadapi pandemi Covid-19 dan terus tumbuh pada saat kondisi membaik.
Kegiatan diharapkan memperkuat hubungan kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, komunitas, seniman, dan masyarakat. ”Selain itu juga mendukung kegiatan Bangga Buatan Indonesia,” ujar Victoria.
Sebelumnya, dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Ike Janita Dewi, menuturkan arti penting merek, termasuk merek produk UMKM. Merek bukan semata menyangkut logo, gambar, slogan, atau iklan.
Merek juga merupakan kontrak kepastian terhadap kualitas suatu produk. Hal ini disampaikan Ike pada seminar dalam jaringan bertajuk Membangun Desa Wisata Melalui Perkuatan Jejaring Antar UMKM Berbasis Sumber Daya Lokal, pekan lalu.