Wisata virtual menjadi ”pelarian” sebagian orang yang merasa jenuh di rumah. Mereka menyimpan harapan besar agar bisa kembali berwisata seperti sedia kala di masa normal.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian masyarakat memanfaatkan situs wisata virtual untuk menjelajahi dunia luar saat pandemi Covid-19. Kendati tidak bisa menggantikan sensasi wisata di dunia nyata, wisata virtual dinilai mujarab mengobati rasa bosan di rumah.
Karyawan swasta di Jakarta, Ivanka (25), pernah sekali berjalan-jalan ke British Museum di London, Inggris, secara virtual. Ia juga mengunjungi beberapa museum lain di Paris, Perancis, di hari yang sama. Pengalaman wisata itu ia akses dari laman Google Arts and Culture saat masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) beberapa bulan silam.
”Tur virtual itu memberiku kesempatan untuk melihat dunia luar. Saat itu, aku merasa sumpek terus-terusan di kamar (indekos) yang tidak ada jendela. Semakin aku terkungkung di dalam kamar, semakin ingin rasanya pergi ke luar. Wisata virtual seperti ini sangat membantuku,” katanya saat dihubungi, Minggu (13/9/2020).
Selain menyegarkan pikiran, Ivanka sekaligus belajar arsitektur dari kunjungan virtual ke museum-museum itu. Menurut dia, ruang pamer seni (art space) punya detail-detail menarik yang tidak dimiliki ruang lain. Wisata virtual membantunya belajar tanpa harus mengeluarkan biaya untuk berkunjung ke negara lain.
Kendati demikian, ia menilai bahwa wisata di dunia nyata tetap tidak bisa digantikan oleh wisata virtual. Sebab, wisata luring menawarkan pengalaman sensorik yang nyata, sedangkan wisata virtual hanya merangsang pengalaman visual.
Karyawan swasta, Haryo (25), juga kerap berwisata virtual melalui video-video di Youtube pada awal masa pandemi. Lewat layar laptop, ia membawa dirinya pergi ke beberapa tempat, seperti Jepang, Italia, dan Amerika Serikat. Hal ini rutin ia lakukan sejak pandemi memaksanya bekerja dari rumah.
Tur virtual itu memberiku kesempatan untuk melihat dunia luar. Saat itu, aku merasa sumpek terus-terusan di kamar indekos yang tidak ada jendela. Semakin aku terkungkung di dalam kamar, semakin ingin rasanya pergi ke luar. Wisata virtual seperti ini sangat membantuku.
”Saya ingin mendengar keramaian saat kesepian di indekos. Saya juga ingin melihat pemandangan di tempat lain. Jadi, saya menonton video jalan-jalan di beberapa tempat. Video-video ini setidaknya bisa mengobati kerinduan saya untuk pergi ke luar dan mengobati keingintahuan saya (terhadap suasana negara lain),” kata Haryo.
Kegiatan itu masih ia lakukan hingga sekarang. Mengingat kemungkinan ia kembali bekerja dari rumah, Haryo berencana menjadikan wisata virtual sebagai ”pelarian” dari rasa jenuh di indekos.
Mahasiswa tingkat akhir, Alma (20), juga memanfaatkan Youtube untuk jalan-jalan ke kota Seoul, Korea Selatan. Video tersebut mengobati kerinduannya untuk melancong ke luar kota dan luar negeri.
”Melihat dunia luar dari genggaman tangan itu menyenangkan untukku. Pikiran yang suntuk selama di rumah rasanya menjadi sedikit lebih tenang,” ucap Alma.
Adapun konsultan teknologi informasi, Hendra (23), mengaku belum pernah menjajal pengalaman wisata virtual. Kendati demikian, ia tertarik untuk mencobanya di lain waktu dan mengunjungi Museum Louvre di Paris, Perancis.
Sedikit peminat
Menurut hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada awal Agustus 2020, hanya 13,8 persen responden yang pernah merasakan pengalaman wisata virtual. Alasannya bermacam-macam, seperti tidak tahu ada wisata virtual (44,4 persen), tidak tertarik dengan wisata virtual (41,3 persen), sibuk (5,4 persen), tidak tahu cara mengaksesnya (4,8 persen), dan tidak punya perangkat yang memadai untuk berwisata virtual (2,8 persen).
Ketidaktahuan publik tentang wisata virtual ditengarai karena kurang sosialisasi. Padahal, wisata virtual bukan hal baru. Adapun Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama sejumlah pihak swasta menggelar wisata virtual (Kompas, 13/9/2020).
Wisata virtual bisa menjadi hiburan alternatif menjelang PSBB total yang akan dilakukan di DKI Jakarta mulai Senin, 14 September 2020. Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menutup kembali 30 tempat wisata di Jakarta. Beberapa di antaranya ialah kawasan Kota Tua, Pasar Seni Ancol, kawasan pantai di Ancol, Sea World Ancol, kawasan Monumen Nasional, Taman Benyamin Sueb, Museum Bahari, dan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
”Tempat wisata yang dikelola DKI Jakarta, seperti Ragunan, Monas, Ancol, dan taman-taman kota akan ditutup. Kegiatan belajar kembali dilakukan di rumah,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melalui siaran pers virtual, Rabu lalu.