Tanpa masyarakat yang sehat, aktivitas perekonomian akan terhambat.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah DKI Jakarta memutuskan untuk memberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar atau PSBB mulai Senin (14/9/2020). Momentum ini mesti dimanfaatkan pemerintah untuk membuat peta jalan penanganan Covid-19 secara menyeluruh.
Selanjutnya, peta jalan ini dijalankan secara totalitas demi kepastian berbisnis.
Pertimbangan pemerintah DKI Jakarta untuk menerapkan kembali PSBB adalah angka kematian, angka keterisian tempat tidur di ruang isolasi, dan keterisian tempat tidur di ruang perawatan intensif. Kebijakan rem darurat ditarik setelah lima kali PSBB transisi.
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia Rizal T Rakhman, pemerintah pusat dan daerah bisa memanfaatkan PSBB kali ini untuk menyusun peta jalan penanganan Covid-19 yang jelas dan dilaksanakan secara total.
”Sebelumnya, grafik (kasus Covid-19) meningkat, tetapi malah dilonggarkan. Ini terkesan coba-coba sehingga biaya yang ditanggung industri bertambah. Kesehatan masyarakat pun (dalam kondisi) berbahaya. Kami membutuhkan kebijakan yang tegas,” tuturnya saat dihubungi, Jumat (11/9/2020).
Rizal menyebutkan, peta jalan mesti berisi strategi komprehensif dalam mengendalikan pandemi Covid-19. Diatur juga soal penguatan skema stimulus bagi industri selama PSBB dan strategi perlindungan pasar domestik agar tidak dikuasai barang impor.
Ini terkesan coba-coba sehingga biaya yang ditanggung industri bertambah.
Dengan demikian, industri dapat memperhitungkan kondisi tersebut secara bisnis dan menyiapkan berbagai skenario.
Selama PSBB, sebanyak 11 sektor usaha dikecualikan dari penghentian aktivitas bekerja. Sektor-sektor usaha itu adalah kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, serta keuangan. Ada juga logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai obyek vital nasional dan obyek tertentu, serta kebutuhan sehari-hari.
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Perindustrian pada April lalu juga mengecualikan sejumlah sektor industri dari keharusan tutup.
Rizal menambahkan, pemberlakuan kembali PSBB berpotensi membuat pusat grosir tekstil besar di Jakarta, seperti Tanah Abang dan Mangga Dua, tutup. Berkaca pada PSBB sebelumnya, pada Mei-Juni, utilitas produksi rata-rata di bawah 20 persen.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia Adhi S Lukman mengkhawatirkan dampak penerapan PSBB terhadap penurunan daya beli dan permintaan masyarakat. Sebab, pendapatan masyarakat bisa berkurang.
Jika permintaan berkurang, produksi dan penjualan juga turun. Saat ini, rata-rata penjualan lebih rendah 20 persen secara tahunan meskipun sudah lebih baik dibandingkan dengan penjualan di awal pandemi Covid-19 yang anjlok hingga 50 persen.
Menurut Adhi, pemerintah punya pekerjaan rumah untuk mendata pekerja di sektor informal sehingga bantuan dapat disalurkan tepat sasaran. Daya konsumsi pekerja di sektor informal patut disokong lantaran mengalami dampak paling berat dari penerapan PSBB.
Ketua Centre for Health Economics and Policy Studies Universitas Indonesia Hasbullah Thabarany menuturkan, pengendalian pandemi Covid-19 mesti menjadi prioritas. Sebab, masyarakat yang sakit tidak bisa menjalankan aktivitas ekonomi.
Untuk mengatasi kekhawatiran terhadap berkurangnya pendapatan yang berdampak pada pelemahan daya beli, dia mengusulkan pemerintah pusat, daerah, dan pelaku industri menggerakkan kegiatan wirausaha dari tempat tinggal yang mengandalkan kanal dalam jaringan. Dia juga mengusulkan untuk menguatkan kegiatan bertani karena dapat bersifat individual di ladang.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyebutkan, per Jumat pukul 12.00, jumlah kasus Covid-19 mencapai 210.940 orang. Angka ini melonjak 3.737 kasus dibandingkan hari sebelumnya.
Hasbullah mengkhawatirkan tingkat kenaikan kasus Covid-19 dapat menyentuh angka 5.000 kasus per hari. Agar pengendalian pandemi Covid-19 dapat efektif, perlu pemberlakuan karantina wilayah se-Pulau Jawa dan melarang orang bepergian lintas pulau. Kehadiran infrastruktur teknologi digital dan telekomunikasi di Pulau Jawa yang lebih baik dibandingkan pulau lainnya juga patut menjadi pertimbangan.
Bagi industri yang tetap beroperasi, dia menilai, pelanggaran mesti disertai sanksi tegas. ”Contohnya, industri didenda minimal Rp 100 juta per orang yang terinfeksi Covid-19. Belajar dari sebelumnya, adanya kluster perkantoran dan industri manufaktur menunjukkan ketidakdisiplinan pelaku industri dalam menerapkan protokol kesehatan,” katanya.
Bagi industri yang tetap beroperasi, pelanggaran mesti disertai sanksi tegas.