Ketika Arek Suroboyo Bercengkerama dalam Keterbatasan Ruang dan Waktu
Beberapa ruang publik di Surabaya, Jawa Timur, kembali dibuka terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Masyarakat kembali bisa memanfaatkannya untuk bercengkerama dan berwisata.
Beberapa ruang publik di Surabaya, Jawa Timur, kembali dibuka terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Masyarakat kembali bisa memanfaatkannya untuk bercengkerama dan berwisata dengan kebiasaan baru agar tetap sehat dan terhindar dari penularan Covid-19.
”Banyak sekali aturan ketika berkunjung ke tempat ini. Sudah masuk pun hanya boleh ngadem sejam,” kata Nurlela (32), yang memasuki Hutan Mangrove Wonorejo bersama suami dan putranya, Rabu (8/9/2020).
Ketika masuk lokasi, dia diwajibkan menaati sejumlah aturan yang berkaitan dengan protokol kesehatan dan kebersihan. Mereka harus selalu mengenakan masker, mencuci tangan, melalui pemeriksaan suhu tubuh, dan dilarang membawa botol minum sekali pakai.
Kami telah memberi penanda arah jalan di area mangrove untuk mencegah penumpukan pengunjung di satu lokasi yang sama.
Saat berada di lokasi pun, pengunjung diminta tidak terlalu lama, hanya sekitar satu jam agar bergantian dengan pengunjung lain. Ketika berteduh pun, mereka tidak diizinkan berkerumun dan harus saling menjaga jarak satu sama lain.
Saat itu suhu udara di sekitar hutan tempat burung dari kawasan Eropa mampir berada pada 36 derajat celsius. Panas yang cukup terik sehingga tempat-tempat rindang seperti di hutan mangrove menjadi lokasi berteduh.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya Yuniarto Herlambang menuturkan, Kebun Raya Mangrove dan Taman Hutan Raya kembali dibuka sejak akhir Agustus 2020.
Selain menerapkan prosedur standar, seperti memeriksa suhu tubuh dan mewajibkan pengunjung mengenakan masker, setiap pengunjung wajib mengambil nomor urut. Jika nomor urut yang disediakan sebanyak 300 telah habis, pengunjung lain yang baru datang wajib menunggu di luar pintu masuk.
”Kami telah memberi penanda arah jalan di area mangrove untuk mencegah penumpukan pengunjung di satu lokasi yang sama,” katanya.
Tak bisa lagi melenggang asal melenggang kangkung ke ruang publik, seperti taman, hutan raya, apalagi gedung, juga dialami Fahrudin (43). Dia sempat kebingungan ketika melihat pintu masuk Alun-alun Surabaya di sisi Jalan Gubernur Suryo ditutup dan dijaga petugas. Kebingungannya dipicu saat melihat puluhan warga sudah berada di dalam halaman Balai Pemuda yang menjadi satu kompleks dari Alun-alun Surabaya.
”Setelah tanya petugas, ternyata baru tahu kalau pintu masuk hanya satu lokasi di parkir basemen Balai Pemuda. Saya kira itu ditutup karena yang saya dengar biasanya ditutup kalau pengunjung sudah penuh,” katanya.
Setelah memarkirkan sepeda motor, dia bersama istri dan seorang anaknya melewati tangga untuk menuju pintu masuk. Petugas meminta untuk mencuci tangan di wastafel yang sudah disediakan sebelum akhirnya melewati pemeriksaan suhu tubuh. ”Silakan masuk, Pak. Tetap dipakai maskernya dan patuhi protokol kesehatan,” kata seorang petugas pemeriksa suhu kepada Fahrudin.
Setelah tanya petugas, ternyata baru tahu kalau pintu masuk hanya satu lokasi di parkir basemen Balai Pemuda. Saya kira itu ditutup karena yang saya dengar biasanya ditutup kalau pengunjung sudah penuh.
Malam itu, keluarganya ingin menjajal Alun-alun Surabaya yang baru diresmikan dan dibuka pada 17 Agustus 2020. Mereka penasaran ingin melihat ruang publik terbaru yang dikabarkan menjadi salah satu lokasi foto terbaik di kota ini karena berlatar bangunan khas arsitektur kolonial.
Melepas penat
Selain itu, kedatangannya ke ruang publik tersebut juga untuk bercengkerama dan melepas penat bersama keluarga yang sejak pandemi Covid-19 banyak berada di rumah. Di sela mengobrol dengan istri dan anaknya, tiba-tiba terdengar imbauan dari pengeras suara yang mengingatkan untuk menjaga kebersihan, memakai masker, dan menjaga jarak fisik.
”Setiap 30 menit, petugas juga mengingatkan pengunjung untuk segera meninggalkan alun-alun agar bergantian dengan pengunjung lain,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Irvan Widyanto.
Pemkot Surabaya memang menerapkan pembatasan jumlah pengunjung di semua ruang publik yang sudah dibuka meski dengan segala keterbatasan, seprti di Alun-alun Surabaya, Kebun Raya Mangrove, juga Kebun Binatang Surabaya. Di Alun-alun Surabaya, dari kapasitas maksimal 600 orang, dibatasi hanya 200 pengunjung dalam satu sesi.
Jika jumlah penunjung maksimal sudah tercapai, pengunjung lain diminta menunggu hingga ada pengunjung lain yang keluar. Jam buka pun hanya mulai pukul 08.00 hingga 21.00, tidak 24 jam seperti di ruang publik lain sebelum pandemi Covid-19.
”Pengunjung terbanyak biasanya pada Sabtu dan Minggu sehingga perlu kami siagakan hingga 100 orang di pintu masuk dan beberapa sudut alun-alun untuk memastikan semua pengunjung patuh protokol kesehatan,” tutur Irvan.
Dia mengatakan, penerapan protokol kesehatan menjadi hal wajib di semua ruang publik di Surabaya. Untuk sementara, baru Alun-alun Surabaya, Kebun Binatang Surabaya, dan Kebun Raya Mangrove yang sudah dibuka. Adapun lebih dari 600 taman yang menjadi ikon Surabaya masih ditutup.
”Kami mempertimbangkan masukan dari pakar kesehatan untuk pembukaan ruang publik lain karena masih belum bisa menjamin tidak ada kerumunan yang berpotensi menjadi kluster penularan,” ucapnya.
Sementara itu, di Kebun Binatang Surabaya (KBS), kata Direktur Utama Perusahaan Daerah Taman Satwa KBS Chairul Anwar, protokol kesehatan wajib dilaksanakan pengunjung sejak kembali dibuka pada 27 Juli 2020.
Kuota pengunjung
Pengunjung dibatasi maksimal 3.000 orang dari kapasitas maksimal 6.000 orang. Pada Senin-Kamis kuota pengunjung sebanyak 1.500 orang, Jumat sebanyak 500 orang, serta Sabtu-Minggu 3.000 orang.
Untuk menghindari terjadinya kerumunan, pengunjung diwajibkan mengikuti alur yang sudah ada. Bahkan saat melihat hewan pun, pengunjung wajib berdiri pada tanda yang sudah tertera.
Tiket yang biasanya bisa dibeli di loket pintu masuk kini hanya bisa diakses secara daring melalui situs www.surabayazoo.co.id. Setibanya di KBS, pengunjung hanya perlu memindai (scan) kode batang sebagai bukti telah membeli tiket masuk. Saat pembelian tiket, diingatkan bahwa anak balita dan warga lansia tidak diizinkan mengunjungi KBS karena masuk kelompok rentan penularan.
Di sistem ticketing itu, pengunjung diberikan pilihan untuk menentukan jadwal kunjungan. Ada dua sesi kunjungan yang bisa dipilih, yakni pukul 08.30 hingga 11.30 dan pukul 12.30 hingga 15.30. Jeda satu jam di antara dua sesi itu digunakan pengelola untuk melakukan penyemprotan cairan disinfektan.
”Untuk menghindari terjadinya kerumunan, pengunjung diwajibkan mengikuti alur yang sudah ada. Bahkan saat melihat hewan pun, pengunjung wajib berdiri pada tanda yang sudah tertera,” ucap Chairul.
Pembatasan dan penerapan protokol kesehatan itu disambut baik oleh warga. Salah satu warga Wonokromo, Mufti (31), menilai, pengawasan protokol kesehatan di ruang publik memberikan kenyamanan pengunjung. ”Rasa khawatir saat keluar rumah berkurang kalau semua mengikuti protokol kesehatan dan ada petugas yang mengawasi,” katanya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini hampir setiap akhir pekan keliling dari satu tempat ke tempat lain untuk terus mengingatkan warga Surabaya agar mematuhi protokol kesehatan. Dengan mengendarai sepeda motor listrik, Wakil Presiden Asosiasi Pemerintah Daerah (UCLG) itu tak jemu-jemu mengajak warga kota sekitar 3,3 juta jiwa ini agar selalu pakai masker dan menjaga jarak.
Selain itu, Pemkot Surabaya juga telah menambah jumlah wastafel untuk cuci tangan di tempat-tempat umum. Di Alun-alun Surabaya, misalnya, sarana cuci tangan dibangun setiap 15 meter agar pengunjung terbiasa melakukan kebiasaan baru tersebut.
Saat kondisi pandemi, masyarakat harus membiasakan diri dengan perilaku yang sesuai protokol kesehatan. Tidak hanya saat berada di ruang publik, protokol yang sama juga wajib diterapkan saat berada di dalam dan luar rumah untuk mengurangi risiko penularan.