Sayang, optimisme itu masih dibayangi oleh jumlah kasus positif Covid-19 yang tak juga melandai di Indonesia, khususnya di Jakarta sebagai ibu kota dan pusat perekonomian.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam sepekan ke depan, Indeks Harga Saham Gabungan diproyeksi akan terbebani sentimen dari dalam dan luar negeri. Ini menyebabkan indeks saham akan kembali terkoreksi setelah beberapa pekan terakhir melakukan reli penguatan.
Pada penutupan perdagangan, Senin (31/8/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup anjlok 2,02 persen atau 108,17 poin dari perdagangan sebelumnya ke level 5.238,48. Selama tiga bulan terakhir IHSG sudah reli 15,23 persen.
Bahkan, apabila dikalkulasikan dari titik terendah harian di angka 3.937,63, 24 Maret 2020, IHSG sudah melesat 24,83 persen. Investor asing mencatat aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp 1,92 triliun di seluruh pasar.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Chris Apriliony, menilai perkembangan kasus penularan Covid-19 di dalam negeri masih menjadi sentimen yang memengaruhi pergerakan IHSG sepanjang perdagangan.
Berita mengenai perkembangan pembuatan vaksin semakin membuat pelaku pasar optimistis karena vaksin dianggap sebagai pendukung utama kebangkitan berbagai aktivitas penunjang ekonomi.
”Sayang, optimisme itu masih dibayangi oleh jumlah kasus positif Covid-19 yang tak juga melandai di Indonesia, khususnya di Jakarta sebagai ibu kota dan pusat perekonomian,” ujarnya.
Sayang, optimisme itu masih dibayangi oleh jumlah kasus positif Covid-19 yang tak juga melandai di Indonesia, khususnya di Jakarta sebagai ibu kota dan pusat perekonomian.
Chris berharap penanganan dari sisi medis ini sangat mendesak agar Indonesia memiliki kurun waktu yang sama dengan negara lain dalam hal pemulihan. Banyak negara telah berhasil menekan jumlah kasus Covid-19 di wilayahnya.
Adapun saat ini transaksi masih didominasi investor ritel. Investor institusi umumnya cenderung masih menunggu untuk menilai perkembangan yang terjadi, termasuk mengenai kasus Covid-19.
”Hal yang perlu diwaspadai dari investor ritel karena umumnya mereka bukan investor jangka panjang sehingga potensi ketika penguatan indeks terus terjadi cukup besar,” katanya.
Sementara itu, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee memproyeksikan pergerakan IHSG dalam sepekan ke depan akan dipengaruhi perubahan pendekatan kebijakan bank sentral AS, The Fed. The Fed mengadopsi target inflasi rata-rata yang akan membuat suku bunga tetap rendah ketika inflasi naik di masa depan.
”The Fed juga diperkirakan akan terus menggelontorkan stimulus untuk mendorong ekonomi mencapai target inflasi 2 persen,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Hans, meningkatnya kembali kasus penularan Covid-19 di Eropa menimbulkan kekhawatiran pasar dan dapat menghambat pemulihan ekonomi yang sedang terjadi pada semester II-2020. Beberapa data zona Eropa juga menunjukkan perlambatan pemulihan.
”Salah satu data, sentimen konsumen Jerman turun menjelang September. Ini menimbulkan keraguan pengeluaran rumah tangga di masa depan di Jerman apakah cukup kuat untuk memacu pemulihan,” ujar Hans.
Sementara dari dalam negeri, Hans menilai, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang kembali melakukan perpanjangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi membuat investor khawatir ekonomi Indonesia pada triwulan III-2020 mengalami pertumbuhan negatif. Hal ini bisa memperbesar kemungkinan Indonesia mengalami resesi.
Namun, di sisi lain, investor dan pelaku pasar keuangan mengapresiasi pemerintah pusat agresif melakukan belanja pemerintah dan mengucurkan bantuan kepada masyarakat dan UMKM, dunia usaha atau korporasi. Pemerintah juga berkomitmen akan kembali mendorong proyek infrastruktur pada semester kedua ini.
”Hal ini menimbulkan harapan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2020 akan kembali positif,” kata Hans.