RCEP Segera Diteken, Akses Pasar Produk UKM Makin Terbuka
Di tengah pandemi Covid-19, kehadiran perjanjian dagang di tingkat regional dapat menciptakan peluang pasar bagi produk-produk usaha kecil dan menengah berorientasi ekspor.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perundingan perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) antara ASEAN dan sejumlah negara mitra hampir pasti ditandatangani sesuai target pada November 2020. Di tengah pandemi Covid-19, kehadiran perjanjian dagang itu dinilai bisa menciptakan peluang pasar bagi usaha kecil dan menengah yang berorientasi ekspor.
Kendati membawa peluang strategis untuk menggerakkan perekonomian nasional pada era pandemi, momentum ini juga membawa tantangan untuk memberdayakan UKM dalam negeri agar mampu berperan aktif dalam rantai pasok regional.
Finalisasi perundingan perjanjian RCEP itu dibahas dalam Pertemuan Menteri Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (RCEP) ke-8 yang berlangsung dalam rangkaian Pertemuan Para Menteri Ekonomi Asean (AEM) ke-52 secara virtual dengan Hanoi, Vietnam, sebagai tuan rumah. Pertemuan itu berakhir pada Sabtu (29/8/2020).
Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Handito Joewono, Minggu (30/8/2020), mengatakan, RCEP harus dimanfaatkan sebagai sarana total untuk memasukkan produk-produk usaha kecil-menengah (UKM) Indonesia ke pasar ekspor.
Momentum kali ini tepat karena pemerintah tengah berupaya menahan laju pelemahan ekonomi nasional dengan menjadikan sektor UMKM sebagai tulang punggung perekonomian. Berbagai program pembiayaan dan pemberdayaan sekarang banyak disalurkan ke sektor UMKM lewat berbagai skema dengan total alokasi anggaran Rp 123,46 triliun.
”Mumpung ada banyak dana stimulus yang sekarang diarahkan ke sektor UKM. Sayang sekali kalau kesempatan ini tidak diambil sekarang untuk menyiapkan UKM kita, satu momentum strategis bisa lolos lagi. Jangan sampai RCEP hanya jadi dagangan politik saja,” katanya.
Menurut Handito, saat ini ada geliat yang muncul dari kalangan UKM untuk menyasar pasar luar negeri, khususnya di sektor pangan dan busana. Ketika pasar dalam negeri menurun selama pandemi, sebagian UKM melihat ada harapan untuk menggarap pasar luar negeri. RCEP bisa menciptakan peluang itu.
Akan tetapi, para pelaku UKM perlu mendapat pembinaan dan pemberdayaan intensif agar bisa berdaya saing. ”Perjanjian perdagangan bebas sekarang jadi relevan. Tetapi, yang paling penting menyiapkan pelaku usaha dan produknya agar kompetitif. Tugas Kementerian Perdagangan memang akan besar sekali,” katanya.
Sekolah Ekspor yang diselenggarakan sejumlah asosiasi usaha, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, serta lembaga konsultan Arbbey sedang membina dan melatih sekitar 2.000 eksportir baru skala UKM. Produk mereka juga sudah disiapkan dari segi kemasan serta kesiapan sumber daya manusia.
”Saat ini, produk mereka sudah mulai dijual lewat toko ritel modern dan e-dagang lokal. Setidaknya 200 UKM akan siap untuk jadi eksportir baru tahun ini," katanya.
Tuntas
Perjanjian RCEP akan menjadi salah satu perjanjian perdagangan bebas regional terbesar di dunia. Potensinya mencakup lebih dari 29 persen penduduk dunia, 29 persen produk domestik bruto dunia, dan sekitar 27 persen perdagangan dunia. Lewat perjanjian dagang itu, akan tercipta pasar terbuka dari 10 negara ASEAN dan lima mitra lainnya, yakni China, Korea, Jepang, Australia, dan Selandia Baru.
Dalam pertemuan Menteri RCEP ke-8, akhir pekan ini, isu-isu penting dalam perjanjian itu berhasil diselesaikan. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, semua perundingan akses pasar, kecuali dengan India, telah tuntas.
Beberapa isu lain yang tersisa juga telah diselesaikan secara prinsip untuk difinalisasi akhir bulan ini. ”Selain itu, semua teks perjanjian juga hampir melewati proses legal scrubbing,” kata Iman.
Perjanjian RCEP dinilai strategis di tengah pandemi untuk menjaga keterbukaan pasar, meningkatkan integrasi ekonomi regional, serta mendukung pemulihan ekonomi global akibat Covid-19. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto berharap RCEP dapat membantu menjaga kepercayaan publik dan bisnis, memperkuat arsitektur ekonomi regional, dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia.
Hambatan nontarif
Handito mengatakan, untuk melancarkan arus perdagangan, sejumlah hambatan perdagangan nontarif diharapkan bisa ditekan melalui perjanjian RCEP. Salah satu yang dibutuhkan untuk memperlancar ekspor produk UKM adalah kemudahan untuk mendirikan toko sendiri di luar negeri untuk menjual produk-produk hasil UKM.
Kemudahan ini pernah didapat lewat perjanjian dagang antara Indonesia dan Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/IA-CEPA). ”Selama ini, kebijakan membuka toko itu memang paling sulit karena dilindungi negara-negara lain. Tetapi, Australia saja bisa membebaskan kita membuka toko sendiri di luar, negara lain juga pasti bisa,” katanya.