Meski mayoritas responden mengakui pendapatannya turun, konsumen Indonesia menyatakan bakal meningkatkan pengeluarannya beberapa bulan ke depan. Pola konsumsi berubah, peritel dituntut beradaptasi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah penurunan pemasukan akibat pandemi Covid-19, pengeluaran rumah tangga konsumen Indonesia diarahkan untuk barang dan jasa yang dinilai esensial. Oleh sebab itu, pelaku ritel perlu memahami pergeseran ini agar dapat memberikan barang dan jasa yang dibutuhkan dalam pola konsumsi masyarakat yang berubah.
Pola pemasukan dan belanja konsumen itu tertuang dalam riset berjudul PwC’s Global Consumer Insights 2020 dengan topik ”Before and After Covid-19 Outbreak” yang dipaparkan, Kamis (13/8/2020). Di Indonesia, survei digelar pada Juni-Juli 2020, spesifiknya di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar.
Hasil riset itu menunjukkan, 63 persen responden konsumen Indonesia mengakui mengalami penurunan pemasukan rumah tangga akibat pengurangan upah maupun pemutusan hubungan kerja. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata global yang sebesar 40 persen.
Di sisi lain, pengeluaran rumah tangga bagi 63 persen responden konsumen Indonesia meningkat. Proporsi responden ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata dunia, yakni 41 persen.
Tren pengeluaran tersebut berkaitan dengan minat konsumsi masyarakat Indonesia. Dalam beberapa bulan ke depan, 64 persen konsumen Indonesia menyatakan akan meningkatkan pengeluarannya. Hal ini berkebalikan dengan konsumen dunia, yakni 36 persen dari responden, akan mengurangi pengeluarannya.
Menurut Retail and Consumer Leader PwC Indonesia Peter Hohtoulas, data dalam survei itu bertujuan memberikan pemahaman bagi pelaku bisnis ritel mengenai produk dan jasa yang pertumbuhannya masih bergeliat di tengah konsumen.
”Ritel pun dapat berupaya untuk memprioritaskan rantai pasok, pengelompokan (assortment), dan promosi pada produk dan jasa tersebut. Survei kami menunjukkan, konsumen masih akan berbelanja hingga beberapa bulan ke depan,” katanya.
Prioritas belanja konsumen salah satunya bergeser ke arah produk dan jasa yang berorientasi pada kesehatan. Oleh sebab itu, Peter mengatakan, pelaku ritel mesti memahami pola ini sehingga mampu menyediakan pilihan-pilihan produk yang sesuai bagi konsumen. Dengan demikian, konsumen memiliki posisi yang lebih berdaya untuk mengeluarkan uang dan berbelanja. Hal ini dapat berpengaruh pada pertumbuhan konsumsi pada triwulan-III 2020.
Riset yang sama juga menunjukkan, responden meningkatkan pengeluaran untuk membeli barang dan jasa dari kategori produk kesehatan, kebutuhan sehari-hari, media dan hiburan, serta makanan dari restoran (dengan metode takeaway dan pengantaran ke tempat tinggal). Sebaliknya, belanja barang dan jasa yang dikurangi oleh konsumen terdiri dari pakaian dan alas kaki, peralatan olahraga dan kegiatan luar ruangan, serta produk kecantikan.
Dari perspektif konsumen, 91 persen responden Indonesia menyatakan fokus pada kesehatan mentalnya dan 93 persen responden fokus pada kesehatan fisiknya. Director PwC Indonesia Ely Kwan menyatakan, data ini menunjukkan faktor kesehatan menjadi salah satu alasan perubahan pola perilaku konsumen.
Berkaitan dengan kanal konsumsi, 69 persen konsumen lebih banyak membeli kebutuhan sehari-hari secara dalam jaringan (daring) dibandingkan sebelum adanya pandemi Covid-19. Apabila kebijakan pembatasan jarak fisik tak lagi diterapkan, 57 persen responden akan tetap berbelanja secara daring.
Adapun alasan-alasan konsumen yang memilih berbelanja di toko fisik terdiri dari kedekatan lokasi ritel dari tempat tinggal, adanya promosi yang bersifat personal, dan keleluasaan responden untuk mencoba produk yang hendak dibeli. CEO Lotte Mart Indonesia Joseph Buntaran mengatakan, konsumen mendatangi sejumlah gerai ritel Lotte Mart utamanya untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari dan pangan segar.
Meskipun demikian, Joseph mendapatkan arahan dari kantor pusat untuk mengembangkan kanal belanja daring atau platform khusus milik Lotte Mart Indonesia di tengah anggaran yang terbatas. Hal ini merupakan bagian dari transformasi digital perusahaan.
Saat ini, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengatakan, investasi ritel berorientasi pada pengembangan perpaduan toko fisik dan kanan daring (OMNI), teknologi digital, dan pendekatan pada konsumen. Ekspansi toko fisik tak lagi jadi prioritas.
Dalam ekosistem e-dagang, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan, personalisasi terhadap konsumen menjadi strategi penting pada saat ini. Kini, penjual yang berdagang secara daring meningkat sehingga konsumen dihadapkan oleh pilihan produk yang berlebih dalam kategori yang sama.