Akibat Pandemi Covid-19, Indonesia Alami Deflasi Tak Wajar
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dua bulan setelah masa Ramadhan-Lebaran masih mengalami inflasi. Artinya, deflasi ini tidak wajar karena situasinya tidak normal.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada Juli 2020, Indonesia mengalami penurunan indeks harga konsumsi atau deflasi. Deflasi ini dinilai tak wajar. Pergerakan dan tren indeks harga tersebut dipengaruhi oleh pandemi Covid-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, deflasi pada Juli 2020 sebesar 0,1 persen. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dua bulan setelah masa Ramadhan-Lebaran masih mengalami inflasi.
”Artinya, deflasi ini tidak wajar karena situasinya tidak normal,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam telekonferensi pers, Senin (3/8/2020).
Menurut Suhariyanto, ketidaknormalan deflasi itu merupakan imbas dari pandemi Covid-19. Akibat pandemi, kecenderungan negara-negara di tataran global mengarah pada perlambatan laju inflasi, bahkan deflasi.
Sementara secara tahunan, laju inflasi pada Juli 2019 sebesar 1,54 persen. Angka ini merupakan inflasi tahunan terendah sejak Mei 2000.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dua bulan setelah masa Ramadhan-Lebaran masih mengalami inflasi. Artinya, deflasi ini tidak wajar karena situasinya tidak normal.
Berdasarkan pengeluaran masyarakat, deflasi pada Juli 2020 disumbang oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil mencapai 0,19 persen. Selain itu, kelompok transportasi juga memberikan andil deflasi sebesar 0,02 persen.
Pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, komoditas yang menyumbang deflasi terdiri dari bawang merah, daging ayam ras, beras, bawang putih, beras, cabai rawit, dan gula pasir. Dampaknya, nilai tukar petani tanaman pangan dan hortikultura menurun secara bulanan, masing-masing sebesar 0,25 persen dan 0,74 persen.
Pada kelompok transportasi, subkelompok yang berkontribusi pada deflasi adalah jasa angkutan penumpang. Jasa yang paling dominan menyumbang deflasi ialah tarif angkutan udara dengan andil yang sebesar 0,05 persen.
Meskipun demikian, terdapat sejumlah produk dan jasa yang menahan laju deflasi karena mengalami inflasi. Tarif angkutan antarkota dan kendaraan roda empat daring di kelompok transportasi menyumbang inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen.
Kelompok pengeluaran untuk perawatan pribadi dan jasa lainnya juga mengalami inflasi dengan andil sebesar 0,06 persen. Inflasi pada kelompok ini dipengaruhi oleh kenaikan harga perhiasan emas yang memiliki kontribusi dominan sekitar 0,05 persen.
Selama masa normal baru yang ditandai dengan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Kementerian Perdagangan berupaya mengendalikan kestabilan harga dan kelancaran pasokan barang kebutuhan pokok. Salah satu caranya ialah mendorong operasional pasar rakyat dengan mengedepankan protokol kesehatan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan, kondisi harga barang kebutuhan pokok pada awal Juli di sejumlah pasar di Jakarta terpantau stabil dan tidak ada isu-isu lonjakan yang mengkhawatirkan. Pasar juga tetap beroperasi dengan menerapkan protokol kesehatan, misalnya penggunaan masker dan pembatasan pembeli sebanyak 50 persen dari kapasitas.
Dalam menjaga kestabilan harga dan pasokan di tengah pandemi Covid-19, Satuan Tugas (Satgas) Pangan Kepolisian RI juga turut menjaga keamanan pangan. Kepala Satgas Polri Daniel Silitonga menyatakan, Satgas Pangan akan mengawasi dengan ketat mulai dari peredaran, distribusi, hingga penjualan barang kebutuhan pokok.