Menjaga Ketahanan UMKM, Menggapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Ekonomi berkelanjutan merupakan salah satu prinsip bisnis yang mesti dijalankan UMKM dalam kondisi normal baru di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
Dalam menjalani bisnis di tengah pandemi Covid-19, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM dapat menerapkan prinsip-prinsip ekonomi berkelanjutan. Keterlibatan swasta dapat mengoptimalisasi penerapan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs itu di tingkat pelaku UMKM.
Chairman Indonesia Business Council for Sustainable Development Sihol Aritonang, Kamis (30/7/2020), mengatakan, ekonomi berkelanjutan merupakan salah satu prinsip bisnis yang mesti dijalankan UMKM dalam kondisi normal baru di tengah pandemi Covid-19. Dengan menerapkan prinsip itu, UMKM bisa tetap menjaga bisnis, membuka dan menjaga kesempatan kerja, sekaligus terlibat dalam aksi mengatasi perubahan iklim.
Di tengah pandemi Covid-19, kontribusi pelaku UMKM dapat relevan dan selaras dalam mencapai SDGs. ”Misalnya, UMKM yang membuka kesempatan kerja atau UMKM yang proses produksinya dapat menekan limbah yang dihasilkan,” ujarnya dalam seminar daring ”Walk the Talk of SDGs Through SMEs” di Jakarta.
Ekonomi berkelanjutan merupakan salah satu prinsip bisnis yang mesti dijalankan UMKM dalam kondisi normal baru di tengah pandemi Covid-19.
Dalam Tinjauan Daya Saing Usaha Kecil Menengah 2020 bertajuk ”Covid-19: The Great Lockdown and Its Impact to Small Business” yang dirilis International Trade Centre (ITC) pada 15 Juli 2020 disebutkan, UKM cenderung rentan selama krisis ekonomi karena mereka memiliki sedikit sumber daya untuk beradaptasi dengan konteks yang berubah.
ITC merupakan lembaga multilateral yang dibentuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD). Pada 21 April-2 Juni 2020, ITC menyurvei 4.467 UKM di 132 negara.
Melalui laporan itu, ITC menunjukkan, sebanyak 55 persen responden mengakui, dampak pandemi Covid-19 sangat kuat. Survei tersebut juga menyebutkan, sebanyak 25 persen pelaku usaha informal mengatakan bahwa pandemi mendorong mereka menuju kebangkrutan.
Dua pertiga dari UKM menyatakan, krisis akibat Covid-19 memengaruhi bisnis mereka. Adapun seperlima dari UKM menyebut, krisis akibat penyakit yang disebabkan virus korona baru itu berisiko mematikan bisnis mereka secara permanen dalam waktu tiga bulan.
Untuk mengantisipasi dan memulihkan UKM, ITC merekomendasikan agar setiap negara mampu memanfaatkan baik-baik normal baru sebagai titik pijak membenahi UKM. Langkah utama yang perlu dilakukan adalah membuat UKM bertahan dan memiliki ketahanan di tengah pandemi melalui bantuan dari pemerintah dan kolaborasi dengan swasta.
Sembari menggarap ketahanan UKM, setiap negara diharapkan memperkuat UKM melalui digitalisasi, memprioritaskan inklusivitas, dan mengarahkannya pada pertumbuhan berkelanjutan.
Langkah utama yang perlu dilakukan adalah membuat UKM bertahan dan memiliki ketahanan di tengah pandemi melalui bantuan dari pemerintah dan kolaborasi dengan swasta.
Blue Orchard, perwakilan dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manajemen investasi Schroders Group, juga menekankan peran penting UMKM dalam mencapai SDGs di tengah pandemi Covid-19. Krisis ekonomi akibat pandemi berpotensi meningkatkan angka kemiskinan.
”Kami telah berupaya memprogram skema pendanaan bagi UMKM untuk menjaga likuiditas usaha tersebut sehingga berdampak pada penciptaan lapangan kerja,” katanya.
Staf Khusus Menteri Bidang Ekonomi Kreatif Kementerian Koperasi dan UKM Fiki Safari mengemukakan, pemerintah telah berupaya memulihkan UMKM yang terdampak pandemi Covid-19 melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Total dana yang dianggarkan dalam program PEN di sektor UMKM sebesar Rp 123,46 triliun.
”Per 30 Juli 20120, realisasi dana itu mencapai 22,57 persen. Realisasi subsidi bunga sebesar 13,81 persen dari anggaran senilai Rp 35,28 triliun. Realisasi penempatan dana untuk restrukturisasi yang dianggarkan Rp 78,78 triliun mencapai 33,63 persen,” katanya.
Direktur Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Ahmad Dading Gunadi menambahkan, mayoritas pelaku usaha mengambil langkah menunda pembayaran pinjaman sebagai strategi mengelola utang selama pandemi Covid-19. Pencarian pasar baru dan alternatif sumber pasokan bahan baku juga ditempuh untuk mempertahankan bisnis.
Peran swasta
Dalam menjaga daya UMKM di tengah pandemi Covid-19, peran swasta juga sangat dibutuhkan. Communications Public Affairs and Sustainability Director PT L\'Oreal Melanie Masriel mengatakan, swasta akan mencari pelaku usaha yang lini bisnisnya sejalan dan relevan. Relevansi ini penting agar menjaga kontinuitas kemitraan dan dukungan swasta kepada pelaku UMKM.
”Kami telah membina dan membentuk komunitas pelaku usaha salon di tengah pandemi Covid-19. Komunitas ini terdiri dari 1.000 pelaku usaha yang memiliki sekitar 10.000 tenaga kerja,” katanya.
Manager Regional Engagement and Sustainability External Affairs Department PT HM Sampoerna Tbk Arga Primahatmoko berpendapat, swasta dapat menjadi hub sehingga UMKM memiliki jaringan. ”Namun, hal ini membutuhkan komunikasi, interaksi, dan kolaborasi yang intensif,” ujarnya.