Volatilitas harga emas akan mereda seiring perkembangan penemuan vaksin Covid-19. Perkembangan isu ini dapat mengoreksi harga emas secara cepat.
Oleh
M Paschalia Judith J/dimas waraditya nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga emas tengah melambung hingga menembus Rp 1 juta per gram karena digerakkan sentimen terhadap situasi perekonomian dan kesehatan selama pandemi Covid-19. Akan tetapi, fluktuasi ini tergolong rentan terhadap risiko koreksi yang terjadi secara tajam.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, lonjakan harga emas saat ini bukan kenaikan biasa. Fluktuasi harga emas sebelum adanya pandemi Covid-19 cenderung lebih landai.
”Pergerakan ini didorong potensi adanya krisis akibat pandemi Covid-19 sehingga muncul kekhawatiran. Karena khawatir, orang-orang cenderung mengamankan asetnya di instrumen yang tergolong aman, salah satunya emas,” tuturnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (29/7/2020).
Karena khawatir, orang-orang cenderung mengamankan asetnya di instrumen yang tergolong aman, salah satunya emas.
Berdasarkan data Situs Dewan Emas Dunia, harga emas per 28 Juli 2020 tercatat mencapai 62,4 dollar Amerika Serikat (AS) per gram. Nilai ini melonjak dari harga emas per 2 Januari 2020 yang sebesar 49,1 dollar AS per gram.
Ariston menilai volatilitas harga emas saat ini dapat mereda seiring dengan perkembangan penemuan vaksin Covid-19. Bahkan, perkembangan isu tersebut dapat mengoreksi harga emas secara cepat.
Selain itu, pergerakan harga emas juga dipengaruhi stimulus fiskal dan moneter yang diberlakukan oleh Pemerintah AS dan sejumlah negara di Eropa sehingga meningkatkan likuiditas masyarakat. Apabila dampak stimulus tersebut melandai, permintaan emas pun turut menurun lantaran beralihnya investor ke pasar saham.
”Masyarakat Indonesia yang ingin berinvestasi dengan instrumen emas saat ini mesti berhati-hati. Bagi yang sudah berinvestasi minimal sejak awal tahun ini, dapat melepas sebagian untuk memperoleh profit,” katanya.
Analis NH Korindo Sekuritas Meilki Darmawan menilai tren kenaikan harga emas beberapa waktu terakhir hanya akan menjadi sentimen jangka pendek bagi emiten-emiten emas di pasar modal. Pasalnya, kenaikan harga emas tidak akan serta-merta mengungkit kinerja dari perusahaan komoditas emas.
”Faktanya, kenaikan komoditas emas belum tentu menguntungkan secara langsung. Kinerja emiten tambang emas sebenarnya bergantung kepada efisiensi dan operasional tiap emiten dalam menghasilkan laba,” ujarnya saat dihubungi Rabu.
Faktanya, kenaikan komoditas emas belum tentu menguntungkan secara langsung. Kinerja emiten tambang emas sebenarnya bergantung kepada efisiensi dan operasional tiap emiten dalam menghasilkan laba.
Berdasarkan data RTI Infokom, dalam tiga bulan terakhir harga saham PT Aneka Tambang Tbk dengan kode ANTM telah melonjak 51,45 persen, meskipun apabila dibandingkan sejak awal tahun, harga saham ANTM masih surut 13,1 persen.
Melki mengatakan, harga saham dari ANTM sesuai dengan fundamental perusahaan yang mendominasi pangsa pasar emas di Indonesia. Selain mengusai pangsa pasar dalam negeri, Antam telah melakukan ekspansi pasar ke Uni Eropa dan pengembangan hilirisasi untuk produk tambang nikel yang bisa meningkatkan harga jual nikel di masa mendatang.
Sementara itu, emiten emas lain, PT Merdeka Copper Gold Tbk dengan kode saham MDKA menunjukkan pergerakan harga yang lebih stabil. Sejak awal tahun hingga perdagangan terakhir, harga saham MDKA telah merangkak naik hingga 68,22 persen.
Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk PT Pegadaian (Persero) Harianto Widodo mengatakan, dalam sebulan terkahir, harga emas di pasar meningkat 10 persen. Sementara dalam setahun terakhir, harga emas melonjak 41 persen.
Deposit tabungan emas yang dikelola Pegadaian saat ini berkisar 4,9 ton, sedangkan pada 3-4 bulan lalu sekitar 4,8 ton. ”Pergerakan penjualan ataupun pembelian (melalui program tabungan emas) cenderung berimbang. Bahkan, pada pertengahan Juni lalu, lebih banyak yang menjual. Kenaikan nasabah saat ini mencapai 15 persen,” kata Harianto saat paparan kinerja PT Pegadaian secara daring, Rabu.
Harianto menambahkan, nasabah yang menjual atau mencairkan tabungan emasnya cenderung ingin menikmati profit yang sudah diperoleh. Akan tetapi, saat ini, nasabah yang ingin menabung cenderung menilai harga emas terlalu mahal. Harga emas di pasar Indonesia akan memiliki titik jenuh dalam fluktuasinya.