Tak Hanya Gorengan, Rak Roti dan Deretan Baju Mulai Terpajang di Pulo Gebang
Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur, Rabu (29/7/2020), terlihat lebih beragam daripada hari sebelumnya. Toko-toko kembali buka seiring meningkatnya jumlah penumpang di situ.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
Kios-kios pedagang di Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur, Rabu (29/7/2020), terlihat lebih beragam isinya daripada hari biasa. Meskipun belum kembali normal, ada harapan dari hilir-mudik penumpang bus di situ.
Di kios milik Intan (32), misalnya, tidak lagi sekadar menghidangkan gorengan dingin sebagai camilan. Rak roti baru nongol di depan kios, berikut dengan roti dari beragam merek.
Kios yang dulu tutup kini mulai buka untuk menjajakan dagangan. Orang-orang berkoper wara-wiri. Para agen tiket bus antarkota antaprovinsi menawarkan tiket kepada mereka yang hendak ke Jawa dan Sumatera.
Selama empat bulan terakhir, pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Protokol kesehatan berlaku: kalau tak mendesak dan perlu, warga diminta agar tetap di rumah saja.
Di sektor transportasi darat, pergerakan warga dikontrol melalui surat izin keluar masuk (SIKM) di Jakarta. Aturan ini mengharuskan warga yang ingin keluar atau masuk Jabodetabek menyertakan alasan jelas dan penting, seperti urusan dinas atau keluarga meninggal dunia.
Pada 14 Juli lalu, SIKM tak berlaku lagi di Terminal Pulo Gebang. Penumpang cukup melampirkan hasil tes daring corona likelihood metric (CLM) di situs corona.jakarta.
Dengan longgarnya syarat keberangkatan, penumpang pun mulai berdatangan. Hingga siang ini saja, ada 46 bus berangkat ke Jawa dan Sumatera. Total penumpang 437 orang. Padahal, ketika SIKM masih berlaku, jumlah penumpang berkisar sepuluh orang setiap hari.
Bagi pemilik rumah makan padang, Martion (41), suasana ini seperti angin segar. Lebih kurang tiga bulan warungnya ditutup lantaran terminal lengang. Bahkan, dia sampai berutang untuk membayar sewa kontrakan sebesar Rp 1,5 juta per bulan. ”Lengangnya waktu itu sampai sudah seperti pakuburan (kuburan),” katanya.
Siang itu, empat penumpang datang serempak ke warungnya. Dua di antaranya memesan nasi tambuah. ”Sejak dua hari terakhir sudah lumayan ramai,” ujarnya yang baru membuka warung seminggu lalu.
Selama dua hari terakhir, omzetnya terus merangkak naik. Waktu pertama dibuka, omzet baru Rp 500.000. Kini sudah mendekati Rp 1 juta.
Memang, omzet ini masih belum sepenuhnya normal. Sebelum Covid-19, omzet per hari mencapai Rp 2,5 juta. Itu hari biasa. Menjelang arus mudik Lebaran, omzetnya bisa mencapai Rp 5 juta. Bahkan, ia memiliki empat karyawan untuk ruko seluas 3 meter × 6 meter itu.
Kini, karyawan yang tersisa tinggal satu orang. Penjual nasi padang pertama di Terminal Pulo Gebang ini optimistis dagangannya kembali laris seiring bertambahnya jumlah penumpang.
Tiga potong pakaian
Ramainya penumpang di Terminal Pulo Gebang sampai pula ke telinga pedagang pakaian, Naflin (63). Dia pun kembali menggelar lapak tujuh hari lalu. ”Baru laku tiga potong, tetapi ini sudah lumayan jika dibandingkan saat pandemi. Tak ada yang belanja sama sekali,” ujarnya.
Selain penumpang, konsumen di toko Naflin adalah sopir bus AKAP. Sopir yang sudah ia kenal akrab bisa membawa dulu pakaian baru. ”Bayarnya boleh nanti setelah mereka balik lagi ke sini,” katanya.
Naflin sebetulnya pedagang baru. Dia belum lagi setahun berjualan di terminal ini. Dari kabar angin yang ia dengar, penjual pakaian bakal panen ketika arus mudik Lebaran. Kenyataannya, boro-boro panen, Naflin justu harus menutup ruko saat Lebaran pertama di Pulo Gebang lantaran Covid-19.
Kendati demikian, Naflin tidak menyerah. Dia percaya bahwa rezeki itu banyak pintunya. ”Tinggal keyakinan kita saja untuk terus berusaha,” katanya.
Dari kabar angin yang ia dengar, penjual pakaian bakal panen ketika arus mudik Lebaran. Kenyataannya, boro-boro panen, Naflin justu harus menutup ruko saat Lebaran pertama di Pulo Gebang lantaran Covid-19.
Beruntungnya, manajemen terminal belum menagih uang sewa ruko selama masa pembatasan sosial berskala besar. Menurut Wahyu Hidayat, Kepala Satuan Pelaksana Prasarana dan Sarana Terminal Terpadu Pulo Gebang, kebijakan itu dibuat untuk melindungi pedagang. ”Kami paham betul, selain PO bus, pedagang-pedagang itu yang paling terdampak karena terminal sepi,” ujarnya.
Biaya sewa toko, kata Wahyu, sebesar Rp 30.000 per meter persegi sebulan. Pihaknya sedang membuat kebijakan relaksasi uang sewa toko untuk pedagang. ”Rencananya, pedagang hanya dibebankan 50 persen sewa toko selama PSBB, tetapi aturannya masih kami diskusikan,” katanya lagi.
Dia menjelaskan, saat ini terdapat 67 toko di lantai dasar terminal. Ketika SIKM diberlakukan, hanya 10 persen pedagang yang masih membuka dagangan. Kini, sudah lebih dari separuh toko yang kembali dibuka.