Upaya mengungkit perekonomian melalui koperasi dan UMKM dinilai tidak cukup dengan bantuan pembiayaan saja. Problem lesunya permintaan dinilai lebih mendesak diselesaikan untuk menggerakkan perekonomian.
Oleh
AGNES THEODORA/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah ancaman resesi akibat pandemi Covid-19, koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah diharapkan menjadi penggerak perekonomian. Namun, perlu skema bantuan yang lebih komprehensif dan tepat sasaran untuk menggerakkan sektor tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan percepatan pemberian relaksasi dan bantuan likuiditas kepada koperasi serta UMKM agar mereka tidak semakin terdampak perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sektor itu juga diharapkan menjadi aktor pengungkit ekonomi nasional.
Bantuan likuiditas itu merupakan bagian dari anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional bagi Koperasi dan UMKM yang totalnya Rp 123,46 triliun. Selain bantuan likuiditas, anggaran disalurkan melalui program subsidi bunga kredit usaha rakyat dan penempatan dana pemerintah di bank untuk restrukturisasi kredit UMKM.
Ketua Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Samsul Hadi, Jumat (24/7/2020), mengatakan, bantuan pembiayaan dan modal ke UMKM bukan solusi tunggal untuk memberdayakan UMKM di tengah krisis kali ini. Program pembiayaan juga harus menempel pada pemasaran dan pendampingan terhadap pelaku usaha.
”Akar masalahnya bukan hanya dana sebab saat ini semua pelaku usaha menghadapi turbulensi pasar dan permintaan. Akan lebih baik kalau (bantuan pembiayaan) ini diiringi dengan belanja pemerintah dan belanja masyarakat yang didorong agar lebih cepat,” katanya.
Ikhtiar memberdayakan UMKM sebagai penggerak perekonomian kerap terkendala pendataan dan penyaluran yang tidak tepat sasaran. ”Programnya ada, dananya banyak, tetapi diserahkan kepada siapa? Ini jadi pertanyaan karena datanya tidak ada. Akhirnya (bantuan) tersebar ke mana-mana dan tidak tepat titiknya,” kata Samsul.
Krisis kali ini dinilai menjadi momentum yang tepat untuk membenahi data. Masalah klasik nan krusial adalah terkait pendataan yang detail tentang persebaran usaha sektor informal, koperasi, dan UMKM di Indonesia.
Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan dan peneliti Akatiga Center for Social Analysis, Indrasari Tjandraningsih, berpendapat, hal terpenting dalam usaha memberdayakan sektor informal dan UMKM adalah konsolidasi data nasional. ”Kelemahan data ini selalu jadi kendala karena kita tidak tahu siapa saja, berapa, di mana saja, dan bagaimana demografinya,” kata Indrasari.
Lewat koperasi
Presiden meminta penyaluran bantuan dipercepat agar bangsa Indonesia tidak kehilangan momentum untuk melecut pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2020 sangat tergantung dari pergerakan roda perekonomian pada Juli, Agutus, dan September. Roda ekonomi diharapkan kembali bergerak jika tambahan modal kerja disalurkan segera untuk pelaku koperasi dan UMKM.
Sekitar 99 persen pelaku usaha di Indonesia berada pada skala mikro, kecil, dan menengah. ”UMKM paling memungkinkan jadi pengungkit ekonomi ketika sektor usaha besar jauh lebih sulit menghadapi situasi,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki.
Bantuan untuk UMKM, kata Teten, setidaknya dapat mencegah peningkatan tajam angka penggangguran dan kemiskinan. Namun, realisasi penyaluran bantuan pembiayaan untuk koperasi dan UMKM masih relatif kecil. Sampai 21 Juli 2020, penyaluran dana dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk sektor koperasi dan UMKM baru sekitar Rp 11,8 triliun atau 9,58 persen dari total Rp 123,46 triliun.
”Ini yang sekarang kami evaluasi. Semua pembiayaan yang diperuntukkan UMKM dan koperasi masih banyak dikeluhkan karena tidak mudah,” kata Teten melalui pesan tertulis kepada Kompas, Jumat.
Kementerian Koperasi dan UKM melihat koperasi, yang kebanyakan beranggotakan UMKM, bisa menjadi mitra pemerintah untuk menyalurkan pembiayaan murah. ”Baik itu koperasi produksi, simpan pinjam, syariah, BMT (Baitul Maal wa Tamwil), koperasi jasa, dan sebagainya,” ujar Teten.
Soal apakah koperasi bisa diandalkan untuk menyalurkan bantuan, Direktur Induk Koperasi Usaha Rakyat (Inkur) dan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto menyatakan, belajar dari pengalaman krisis 1998, pertanyaan sama juga harus diarahkan ke perbankan. Pemerintah harus memberikan kepercayaan kepada koperasi.
Pariwisata
Terkait pemulihan ekonomi di sektor UMKM, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif membuka pendaftaran program Bantuan Insentif Pemerintah (BIP). Pendaftaran dibuka selama 9 Juli-7 Agustus 2020. Program itu berbentuk bantuan dana penambahan modal kerja atau investasi untuk meningkatkan kapasitas usaha para pelaku UMKM pariwisata dan ekonomi kreatif.
Bantuan akan disalurkan ke enam subsektor ekonomi kreatif dan pariwisata, yakni kuliner, mode, kriya, aplikasi, pengembang permainan, serta film, animasi, dan video.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo mengatakan, pengusaha mikro, kecil, dan menengah memiliki peran penting untuk memulihkan perekonomian. Pada krisis ekonomi tahun 1998, UMKM jadi ”pahlawan” yang menyelamatkan negara dari resesi berkepanjangan.
Kini, di tengah ancaman resesi dan pandemi, pemerintah kembali mengalihkan fokus pada pemberdayaan UMKM. Namun, akses permodalan masih jadi kendala bagi pelaku UMKM untuk tumbuh. ”Selain bantuan fasilitas akses permodalan, ada juga bantuan perluasan pasar, dukungan kekayaan intelektual, dan kemudahan pendaftaran usaha,” kata Angela.
Program BIP akan berlaku efektif pada 1-2 November 2020. Untuk kategori reguler, bantuan diberikan maksimal Rp 200 juta per penerima. Sementara untuk kategori afirmatif diberikan Rp 100 juta per penerima. Bantuan akan disalurkan melalui transfer langsung ke rekening usaha penerima bantuan.