Perubahan cepat yang dibawa oleh perkembangan teknologi menuntut koperasi beradaptasi dan berubah agar bertahan serta berkembang. Pandemi Covid-19 turut mengubah lanskap yang mesti dihadapi koperasi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Koperasi dituntut mampu beradaptasi dan bertransformasi di tengah perubahan yang dibawa oleh Industri 4.0. Apalagi perubahan berlangsung semakin cepat dengan arah yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Situasi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 bisa jadi contoh.
Menurut Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, ada beberapa kunci bagi koperasi agar bertahan dan berkembang di tengah revolusi industri generasi keempat. Pertama, fokus mengembangkan bisnis yang mengarah pada kebutuhan anggota.
Kedua, modernisasi manajemen koperasi. Ketiga, perubahan strategi, pola, dan model bisnis, yang berbasis teknologi informasi serta ilmu pengetahuan. Keempat, kolaborasi bisnis dengan sesama koperasi ataupun pelaku usaha lain. Kelima, peningkatan kualitas sumber daya manusia.
”Anggota harus menjadi prioritas layanan koperasi,” kata Teten saat memberikan pidato kunci pada Webinar Nasional bertajuk ”Model Koperasi Era Industri 4.0”, Senin (20/7/2020).
Pandemi Covid-19 telah mengubah pola hidup masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. ”Pada akhirnya pandemi ini telah mengedukasi masyarakat untuk lebih dini beradaptasi pada perkembangan teknologi, khususnya di era Industri 4.0,” ujar Teten.
Koperasi serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) diharapkan berperan dalam era Industri 4.0 karena teknologi informasi akan mendorong mereka lebih efisien dan mereduksi biaya dalam layanan produk bagi anggota. Pemanfaatan teknologi informasi juga dapat memperluas akses pemasaran dan pembiayaan.
Langkah awal transformasi koperasi adalah membangun karakter kreatif dan inovatif insan penggerak koperasi dalam menjalankan strategi bisnisnya. ”Hal ini agar koperasi bisa menjadi pilihan rasional masyarakat dalam berusaha,” kata Teten.
Menurut Dewan Pakar Mubyarto-Institute, Noer Soetrisno, kemacetan sistem perundangan membuat pengaturan koperasi tertinggal hampir 30 tahun setelah amendemen UUD 1945 dan Deklarasi Liberalisasi Ekonomi menurut APEC dan ASEAN sejak 1994. ”Semua sudah menyesuaikan. Tinggal koperasi yang belum menyesuaikan dari segi perundangan,” katanya.
Kemajuan teknologi informatika pada saat ini terbukti menjadi instrumen pengganti komunikasi sosial. ”Sebetulnya pertemuan nirtatap muka dan sebagainya itu bisa menjadi substitusi cara mengorganisasi orang,” ujar Noer.
Sementara itu, Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI) Firdaus Putra merekomendasikan regulasi yang mampu memayungi berbagai inovasi model yang berkembang.
”Sandbox regulation ini penting. Kenapa? Ketika kami, anak-anak muda atau masyarakat ingin membikin usaha rintisan coop atau model platform coop, ada isu cukup krusial pada kelembagaan, hak voting, dan lain sebagainya,” kata Firdaus.
Apabila isu-isu seperti ini tidak diwadahi, dapat melanggar undang-undang atau aturan. ”Kementerian Koperasi dan UKM perlu mengatur hal ini dalam sandbox regulation yang bertujuan mengidentifikasi model-model inovasi yang berkembang di masyarakat, pengawasan praktik, mitigasi risikonya, dan kepastian hukumnya,” ujar Firdaus.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Ekonomi Kreatif Fiki Satari mengatakan, partisipasi penduduk Indonesia untuk menjadi anggota koperasi belum optimal, yakni baru sekitar 8,41 persen atau di bawah rata-rata global yang 16,31 persen.
Kemenkop UKM mencatat, per akhir 2019, koperasi berkontribusi 5,54 persen terhadap PDB nasional. Nilai aset yang terbentuk Rp 152,11 triliun dengan sisa hasil usaha tercatat Rp 6,26 triliun.