Tanpa Solusi dari Pemda, Nelayan Budidaya di Ambon Terancam Gulung Tikar
Sektor perikanan budidaya di Kota Ambon, Maluku, terpukul. Berton-ton ikan belum laku di pasaran. Pemda belum punya solusi. Sejauh ini pembudidaya terbantu oleh pesanan ikan dari gugus tugas Covid-19 nasional.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Perikanan di Maluku terpukul akibat pandemi Covid-19. Nelayan budidaya di Kota Ambon, misalnya, belum mendapatkan pasar untuk menjual sekitar 3 ton ikan. Sejauh ini belum ada solusi dari pemerintah daerah untuk mengatasi kesulitan tersebut sehingga nelayan terus merugi dan berpotensi gulung tikar.
Lukman (29), pembudidaya keramba jaring apung di Ambon, pada Senin (20/7/2020) mengatakan, saat ini ikan siap jual di keramba miliknya sekitar 2 ton. Ikan budidaya dimaksud adalah kakap putih, kuwe, dan kerapu. ”Ukuran ikan sudah besar-besar dan bakal semakin sulit dijual. Kalau dijual pun harganya pasti sangat murah,” ujarnya.
Untuk pemasaran, dulu kami mengandalkan kapal ekspor dan rumah-rumah makan di Ambon. Sekarang kapal tidak masuk, rumah makan juga tutup. Kami hanya mengharapkan pembeli lokal untuk konsumsi rumah tangga. (Lukman)
Untuk menyiasatinya, ia banting harga menjadi lebih murah Rp 10.000 per kilogram dibandingkan harga sebelum pandemi Covid-19. Saat ini harga ikan kuwe Rp 60.000 per kilogram, kakap putih Rp 55.000 per kilogram, dan kerapu Rp 70.000 per kilogram. Itu pun tidak banyak yang membeli.
”Untuk pemasaran, dulu kami mengandalkan kapal ekspor dan rumah-rumah makan di Ambon. Sekarang kapal tidak masuk, rumah makan juga tutup. Kami hanya mengharapkan pembeli lokal untuk konsumsi rumah tangga. Dalam satu hari kadang tidak ada yang beli, sementara biaya untuk beli pakan jalan terus,” tutur Lukman. Biaya pakan per hari Rp 60.000.
Jefry Slamta, koordinator nelayan budidaya di Ambon, mengatakan, terdapat 30 kelompok nelayan yang mengusahakan budidaya keramba jaring apung di Kota Ambon. Saat ini jumlah ikan siap jual yang masih ada di keramba sekitar 3 ton. Jika dihitung harga rata-rata Rp 60.000 per kilogram, nilai keseluruhan sekitar Rp 180 juta.
Sudah dilaporkan
Kondisi itu sudah dilaporkan kepada Pemerintah Kota Ambon maupun Pemerintah Provinsi Maluku. Bahkan, sudah ada petugas yang datang. Dua pekan lalu, dinas terkait dari provinsi berjanji membantu pakan ikan bagi semua kelompok budidaya selama satu bulan. Namun, hingga kini belum ada realisasi. ”Kondisi ini memukul usaha kami dan banyak kelompok yang akan gulung tikar,” ujar Jefry.
Selama masa pandemi Covid-19, nelayan budidaya terbantu dengan pesanan ikan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 nasional. Ikan dari Ambon diperuntukkan bagi pasien Covid-19 di Jakarta. Lebih kurang 700 kilogram ikan dipesan dari pembudidaya.
”Kami melaporkan kondisi ini kepada Pak Doni Monardo selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Beliau ikut membantu kami,” kata Jefry. Berkembangnya budidaya perikanan di Maluku tidak lepas dari peran Doni saat bertugas sebagai Panglima Kodam XVI/Pattimura lewat program Emas Biru.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Abdul Haris saat hendak diwawancarai terkait masalah yang dialami para nelayan mengaku sibuk. Salah satu kepala dinas di lingkungan Provinsi Maluku mengatakan, sejauh ini belum ada langkah dari pemda untuk mengatasi masalah perikanan dimaksud. ”Dalam beberapa kali rapat, belum tampak tawaran solusi yang inovatif dari dinas terkait,” katanya.
Perikanan tangkap
Sementara itu, nelayan tangkap juga terpukul. Di tempat pendaratan ikan Desa Eri, Kota Ambon, ikan segar dijual murah. Sebanyak 15 ekor ikan tongkol hanya dijual seharga Rp 20.000 atau sekitar Rp 1.300 per ekor. Bobot per ekor sekitar 3 ons. Sebelumnya, harga satu ekor ikan tongkol dengan ukuran seperti itu bisa mencapai Rp 4.000.
Dalam beberapa kali rapat, belum tampak tawaran solusi yang inovatif dari dinas terkait.
”Kalau tidak kasih turun harga, pasti tidak akan laku. Hitung-hitung pulang pokok saja. Yang penting sudah cukup beli minyak untuk melaut lagi. Sekarang banyak ikan di pasar yang tidak laku terjual lalu membusuk. Daripada membusuk, mending dijual murah,” kata Ampi (40), nelayan di Desa Eri.
Turunnya harga jual ikan lebih disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat. Pandemi Covid-19 memukul ekonomi masyarakat. Permintaan ikan pun berkurang. Jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, pada musim cuaca buruk seperti saat ini, harga ikan di pasaran melambung.
Ampi berharap pemerintah memberikan bantuan bagi nelayan tangkap berupa subsidi harga bahan bakar. Menurut catatan Kompas, wacana bantuan untuk nelayan itu sering kali diucapkan Gubernur Maluku Murad Ismail sejak pandemi merebak di Maluku pada Maret lalu. ”Sampai sekarang kami tidak mendapat apa pun dari pemerintah,” kata Ampi.