Bidik Investor Milenial, Target Penerbitan SBN Ritel Rp 40 Triliun
Basis investor domestik mesti diperluas untuk mengurangi porsi kepemilikan investor asing di pasar surat utang pemerintah. Generasi milenial dibidik menjadi salah satu investor SBN ritel.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
Kompas/Priyombodo
Penawaran investasi surat berharga negara dalam bentuk Savings Bond Ritel atau SBR008 di laman perusahaan rintisan bidang teknologi, Investree, di Jakarta, Rabu (18/9/2019). SBN ritel yang ditawarkan secara daring melalui perusahaan teknologi finansial (tekfin), perusahaan efek, dan perbankan mampu menggenjot perolehan dana investasi dari investor milenial.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara ritel senilai Rp 35 triliun-Rp 40 triliun pada paruh kedua tahun ini. Target investor yang dibidik adalah kelompok generasi milenial berusia 20-40 tahun.
Pada 2020, pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) ritel sebanyak enam kali. Sejauh ini sudah ada tiga seri SBN ritel yang telah terbit, yaitu Savings Bond Ritel seri SBR009 dengan volume pemesanan pembelian Rp 2,25 triliun, sukuk ritel seri ST012 sebesar Rp 12,14 triliun, dan obligasi negara ritel seri ORI012 sebesar Rp 18,34 triliun.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan menuturkan, pemerintah akan menerbitkan tiga seri SBN ritel sepanjang Juli-Desember 2020. SBN itu terdiri dari satu SBN ritel konvensional dan dua surat berharga syariah negara (SBSN) ritel.
”Target penerbitan tiga seri SBN ritel periode Juni-Desember 2020 berkisar Rp 35 triliun-Rp 40 triliun,” kata Deni yang dihubungi di Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Menurut Deni, animo masyarakat untuk berinvestasi kala pandemi Covid-19 ini relatif tinggi. Kondisi ini tecermin dari realisasi pemesanan pembelian ORI017 yang mencapai Rp 18,34 triliun. Realisasi pemesanan pembelian ORI017 tertinggi sejak SBN ritel dijual secara daring sejak 2018.
”Profil investor juga bergeser ke generasi muda. Hal ini menunjukkan kesadaran generasi muda untuk berinvestasi semakin tinggi,” ujarnya.
Profil investor juga bergeser ke generasi muda. Hal ini menunjukkan kesadaran generasi muda untuk berinvestasi semakin tinggi.
SUMBER: KEMENTERIAN KEUANGAN
Sebaran jumlah investor obligasi ritel negara seri ORI017.
Kementerian Keuangan mencatat, sekitar 43 persen atau 18.452 investor ORI017 berasal dari kelompok generasi milenial berusia 20-40 tahun. Selain milenial, investor kelompok generasi Z berusia di bawah 20 tahun juga meningkat menjadi 1 persen.
Deni juga mengungkapkan, minat generasi muda dalam berinvestasi juga tecermin dalam pembelian unit minimum Rp 1 juta. Sebanyak 2.002 investor membeli ORI017 senilai Rp 1 juta atau meningkat 123 persen dari seri sebelumnya ORI016. Pembelian unit minimum biasanya dilakukan investor muda yang masih pemula.
”Semakin banyak generasi muda yang berinvestasi di SBN, maka pasar SBN ke depannya akan semakin tumbuh dan berkelanjutan karena basis investor di dalam negeri semakin kuat,” kata Deni.
Untuk menarik minat investor milenial, Kementerian Keuangan bekerja sama dengan mitra distribusi dari kalangan perusahaan teknologi finansial (tekfin) untuk memasarkan SBN ritel. Seluruh prosedur pembelian SBN ritel dilakukan secara daring melalui aplikasi mitra distribusi. Saat ini ada 25 mitra distribusi SBN ritel.
Mitra distribusi itu terdiri dari perbankan, perusahaan efek, agen penjual efek reksa dana di sektor tekfin (APERD Financial Technology), dan perusahaan tekfin peminjaman antarpihak (peer-to-peer landing). Investor yang membeli SBN ritel melalui perusahaan tekfin meningkat dari 7,8 persen menjadi 11,9 persen dengan rata-rata volume pemesanan Rp 19,9 juta.
Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan, basis investor domestik mesti diperluas untuk mengurangi porsi kepemilikan investor asing di pasar surat utang pemerintah. Indonesia kini menjadi salah satu negara dengan porsi kepemilikan asing terbesar kendati sudah menurun.
”Kepemilikan asing relatif tinggi kendati mulai turun dari sekitar 39 persen menjadi 29 persen. Risiko eksternal akan berkurang jika porsi kepemilikan asing semakin turun,” katanya.
Kepemilikan asing relatif tinggi kendati mulai turun dari sekitar 39 persen menjadi 29 persen. Risiko eksternal akan berkurang jika porsi kepemilikan asing semakin turun.
Selain dari individu, kata Handy, basis investor domestik dapat diperluas ke perbankan dan lembaga keuangan nonbank, terutama lembaga asuransi dan lembaga pengelola dana pensiun. Orientasi lembaga keuangan nonbank biasanya investasi jangka panjang sehingga sangat cocok untuk membeli SBN pemerintah.
Fundamen ekonomi akan semakin kuat apabila basis investor domestik bertambah. Selama ini pasar modal Indonesia cenderung volatil karena kepemilikan investor asing relatif besar. ”Kalau kepemilikan asing tidak terlalu besar, pasar modal akan lebih stabil. Investor asing cenderung mudah keluar masuk pasar,” ujarnya.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Samual, berpendapat, diversifikasi instrumen pembiayaan utang diperlukan untuk pendalaman pasar keuangan. Oleh karena itu, penerbitan SBN ritel harus berkelanjutan kendati penyerapan pasar tidak terlalu baik. Pembiayaan utang juga harus berimbang antara investor ritel dan institusi dalam negeri dan luar negeri.
”Porsi kepemilikan surat utang oleh investor asing harus dikurangi secara bertahap agar fundamen ekonomi lebih berdaya tahan,” katanya.