Insentif Listrik Tak Berdampak Signifikan bagi UMKM
Insentif listrik bagi usaha mikro, kecil, dan menengah saat ini kurang signifikan dan kurang dimanfaatkan. Sebenarnya, insentif bisa diberikan dalam bentuk lain, di antaranya pelatihan pemasaran secara dalam jaringan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberian insentif listrik dinilai tidak berdampak signifikan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Insentif yang saat ini dinilai paling pas untuk membangkitkan UMKM adalah di sisi permodalan serta pemasaran.
”Variabel pengeluaran biaya listrik sekitar 2,5 persen dari omzet bulanan UMKM,” kata Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun ketika dimintai pandangan, Minggu (5/7/2020).
Menurut Ikhsan, dampak insentif listrik bagi UMKM saat ini tidak terlalu signifikan. Dampak insentif listrik cukup berarti bagi UMKM jika diberikan sejak aktivitas usaha mulai terkendala sejak beberapa bulan lalu.
”Untuk saat ini, atau saat menggeliatnya UMKM, (dampak insentif listrik) tidak terlalu signifikan. Namun, saat bulan dua sampai dengan bulan lima yang lalu cukup signifikan karena tidak diperbolehkan untuk berdagang,” kata Ikhsan.
Menurut Ikhsan, insentif yang saat ini paling pas bagi UMKM adalah kemudahan di sisi permodalan agar UMKM dapat bangkit kembali.
Hal senada diungkapkan Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur Nur Cahyudi. Ia berpendapat, insentif listrik kurang berdampak bagi UMKM di Jatim. ”Kelihatannya belum dimanfaatkan secara maksimal. Anggapan mereka, insentif lebih ditujukan bagi keluarga miskin. Sementara pelaku UMKM, bagaimanapun, memiliki kegiatan usaha,” kata Nur.
Pelaku UMKM ditengarai enggan memanfaatkan insentif tersebut, kecuali jika diberikan secara langsung dan bukan menggunakan syarat-syarat tertentu.
Menurut Nur, insentif yang dibutuhkan UMKM saat ini adalah pemberian kesempatan pemasaran dalam jaringan. Insentif dapat diberikan dalam bentuk pelatihan, mulai dari memotret produk hingga memanfaatkan media sosial untuk berpromosi dan masuk ke pasar daring.
Pelaku UMKM ditengarai enggan memanfaatkan insentif tersebut.
Dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk pembuatan platform digital untuk pemasaran yang dikelola beberapa UMKM di Jatim. ”Atau (melalui) berbagai proyek kegiatan ekonomi di daerah-daerah berdasarkan spesifikasi produk setempat,” ujar Nur.
Listrik untuk pabrik
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengatakan, sudah ada pabrik yang berhenti produksi pada akhir Maret 2020. Kemudian pada April, Mei, dan Juni 2020 semakin banyak pabrik yang menghentikan produksi.
Porsi biaya listrik bisa berkisar 5-10 persen dari total biaya produksi di industri alas kaki. Meskipun pabrik menghentikan produksi atau listrik hanya dipakai menyalakan mesin sebentar untuk sekadar memanaskan mesin, pembayaran listrik dikenakan minimum tagihan.
”Saat pabrik berusaha supaya bisa membayar gaji karyawan tanpa ada atau minim pemasukan, mestinya biar adil, tagihan fasilitas publiknya dibayar sesuai pemakaian,” kata Firman.
Porsi biaya listrik bisa berkisar 5-10 persen dari total biaya produksi di industri alas kaki.
Seperti diberitakan Kompas, Kamis (2/7/2020), pemerintah memperpanjang waktu pemberian insentif listrik dari semula selama April-Juni 2020 menjadi April-September 2020. Insentif diberikan dalam bentuk pembebasan tarif bagi pelanggan rumah tangga golongan 450 volt ampere (VA) dan diskon tarif 50 persen bagi pelanggan rumah tangga 900 VA tak mampu.
Pelanggan sektor bisnis dan industri dengan daya 450 VA juga mendapatkan insentif tersebut. Berdasarkan catatan pemerintah, pelanggan rumah tangga golongan 450 VA mencapai 24 juta orang, golongan 900 VA tak mampu 7,3 juta orang, dan jumlah pelanggan bisnis dan industri golongan 450 VA mencapai 455.443 pelanggan.