Dampak Pandemi Sementara, Energi Terbarukan Terus Dikembangkan
Target bauran energi terbarukan tetap harus dilaksanakan secara konsisten meski harga energi fosil saat ini sedang melemah. Di satu sisi, pembiayaan pembangunan pembangkit listrik berbasis energi fosil mulai berkurang.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Sejumlah turbin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Sidrap terlihat di salah satu dari tiga bukit di Desa Mattirosi dan Desa Lainungan, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Senin (22/7/2019). Pembangkit dengan kapasitas total sebesar 75 MW ini terdiri atas 30 turbin yang masing-masing berkapasitas 2,5 MW.
JAKARTA, KOMPAS — Dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan harga energi fosil, seperti minyak dan batubara, merosot tak boleh menghalangi pengembangan energi terbarukan. Situasi ini diperkirakan sementara dan harga minyak ataupun batubara dapat kembali naik apabila permintaan energi pulih.
Pemerintah menyatakan komitmen pengembangan energi terbarukan tetap dijalankan.
Harga minyak mentah, misalnya, yang pada awal tahun ini ada di level 60-an dollar AS per barel sempat jatuh di bawah 20 dollar AS per barel pada akhir April lalu. Kini, harga minyak ada di level 42 dollar AS per barel. Hal serupa dialami batubara Indonesia yang pada awal tahun dijual seharga 65,93 dollar AS per ton dan kini menjadi 52,16 dollar AS per ton untuk periode Juli 2020.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, harga energi fosil yang rendah hanya bersifat sementara lantaran permintaan berkurang Apabila pandemi Covid-19 mulai berangsur pulih dan permintaan energi naik, tak tertutup kemungkinan harga minyak mentah ataupun batubara bakal merangkak naik. Hal itu sudah mulai terlihat pada komoditas minyak mentah.
”Apa yang terjadi sekarang ini sifatnya sementara. Adapun program pengembangan energi terbarukan bersifat program jangka panjang. Jadi, pengembangan energi terbarukan harus tetap dilaksanakan secara konsisten tanpa terganggu perubahan-perubahan yang sifatnya sementara,” kata Fabby saat dihubungi di Jakarta, Minggu (5/7/2020).
Pemerintah harus fokus menuju target dan tak gampang mengubah kebijakan pada saat harga energi fosil sedang murah.
Fabby mengingatkan target pemerintah pada 2025, yakni 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional. Pemerintah harus fokus menuju target dan tak gampang mengubah kebijakan pada saat harga energi fosil sedang murah. Ketidakkonsistenan akan menimbulkan ketidakpastian bagi investor pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
SUMBER: KEMENTERIAN ESDM
Grafis bauran energi pembangkit listrik yang dioperasikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) hingga 2019.
”Biodiesel saja didukung habis-habisan oleh pemerintah dan diberi subsidi. Jadi, sebenarnya pemerintah bisa melakukan lompatan besar untuk pengembangan energi terbarukan seperti apa yang terjadi pada biodiesel (bahan bakar nabati). Lompatan besar yang bisa dilakukan adalah dengan membangun pembangkit listrik tenaga surya dalam skala besar sehingga diperoleh harga yang kompetitif,” kata Fabby.
Dalam keterangan resmi, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan pada Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman Hutajulu mengatakan, pemanfaatan potensi energi di suatu wilayah berperan penting dalam mewujudkan ketahanan energi di Indonesia. Indonesia memiliki potensi energi bersih yang tersebar di berbagai wilayah, seperti tenaga hidro, tenaga surya, angin (bayu), dan bahan bakar nabati.
”Pemanfaatan energi setempat yang bersih dan ramah lingkungan sangat penting untuk mewujudkan target bauran energi terbarukan. Apalagi, sebagian negara donor menghentikan dukungan pembiayaan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbasis energi fosil,” ujar Jisman.
Direktur Human Capital dan Management PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Syofvi Felienty Roekman mengatakan, dalam proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt, tenaga kerja yang disiapkan PLN adalah yang memiliki keahlian di bidang energi terbarukan.
”Saat ini kami sudah mulai menyiapkan formasi serapan tenaga kerjanya, termasuk pegawai internal kami. Kami banyak merekrut pegawai-pegawai yang punya keahlian di bidang energi terbarukan,” kata Syofvi.
Dalam kajian yang diterbitkan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) disebutkan, industri batubara Indonesia menghadapi sejumlah persoalan selama pandemi Covid-19. Persoalan tersebut adalah permintaan batubara dari China dan India yang merosot serta kebijakan kedua negara itu yang mendukung penguatan industri batubara dalam negeri. Produsen batubara Indonesia akan menghadapi risiko volume penjualan dan harga batubara yang jatuh bebas.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Truk berat mengangkut batubara di Blok Tutupan yang ditambang PT Adaro Indonesia di perbatasan Kabupaten Tabalong dan Balangan, Kalimantan Selatan, Rabu (19/5/2010).
”Penjualan batubara Indonesia sangat mengandalkan pasar ekspor. Situasi ini akan berdampak pada 10 perusahaan batubara Indonesia yang terdaftar di bursa saham yang laba perusahaannya diperkirakan bakal terpangkas,” kata analis keuangan energi IEEFA Ghee Peh.
Produsen batubara Indonesia akan menghadapi risiko volume penjualan dan harga batubara yang jatuh bebas.
Pekan lalu, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengumumkan rencana pemotongan produksi batubara sebesar 15-20 persen. Rencana tersebut diambil menyusul harga batubara Indonesia yang terus merosot, hingga ke level 50 dollar AS per ton. Dari kajian APBI, permintaan batubara diperkirakan terus melemah dalam ketidakjelasan pandemi Covid-19.
”Dampak pandemi Covid-19 kian mencemaskan karena menyebabkan harga batubara turun. Dengan kondisi ini, APBI memandang perlunya pemangkasan produksi untuk menciptakan keseimbangan pasokan dan permintaan. Untuk menjaga keuntungan, anggota APBI berencana memangkas produksi batubara 2020 sebesar 15 persen hingga 20 persen,” kata Ketua Umum APBI Pandu Sjahrir.