Menteri ESDM: Kurangi Beban Lingkungan, Ganti Energi Lebih Bersih
Wacana penghapusan BBM jenis premium mencuat kembali. Pemerintah mengaku berkomitmen mendukung penggunaan energi bersih. Namun, belum jelas bagaimana rencana tersebut diwujudkan dan kapan pelaksanaannya.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan, pada masa mendatang akan ada penggantian energi dengan yang lebih bersih untuk mengurangi beban lingkungan. Penegasan itu menjawab pertanyaan sejumlah anggota Komisi VII DPR terkait rencana penghapusan bahan bakar minyak jenis premium dari pasaran.
Namun, belum ada kejelasan lebih jauh kapan rencana tersebut diwujudkan.
Dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM, Kamis (25/6/2020), di Jakarta, pemerintah dan DPR membahas penyusunan anggaran untuk tahun anggaran 2021. Dalam sesi tanya jawab, sejumlah anggota Dewan menanyakan kebijakan pemerintah di bidang energi. Salah satunya adalah wacana penghapusan premium dari pasaran.
”Soal isu BBM (bahan bakar minyak), yang beredar adalah BBM jenis premium mau dicabut dari pasaran. BBM ini masih banyak digunakan masyarakat dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Bagaimana rencana pemerintah?” tanya anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto.
Menjawab pertanyaan tersebut, Arifin mengatakan bahwa pada masa mendatang akan ada penggantian energi menggunakan energi yang lebih bersih untuk mengurangi beban lingkungan (akibat pencemaran udara). Menurut dia, BBM jenis premium hanya digunakan oleh enam negara, termasuk Indonesia. Kebanyakan negara sudah memakai BBM berstandar tinggi yang ramah lingkungan.
”Soal premium, ada komitmen untuk mengurangi emisi dalam jangka panjang. Ke depan akan ada penggantian energi yang lebih bersih untuk mengurangi beban lingkungan,” katanya.
Kebanyakan negara sudah memakai BBM berstandar tinggi yang ramah lingkungan.
Jauh sebelumnya, pemerintah melalui Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi merekomendasikan penghapusan premium dari pasaran. Menurut ketua tim, Faisal Basri, Indonesia menjadi satu-satunya pembeli bensin RON 88 (premium) dan tidak memiliki kuasa sedikit pun dalam proses penentuan harga. Sistem itu membuka peluang terjadinya kartel di tingkat penjual (Kompas, 22/12/2014).
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan peraturan bernomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O. Dalam aturan penggunaan BBM bagi kendaraan roda empat itu, RON minimal yang dipersyaratkan adalah 91. Produk BBM di Indonesia yang memenuhi kriteria itu adalah jenis pertamax dengan RON 92.
Hingga kini, premium masih dijual bebas di pasaran dengan harga Rp 6.450 per liter. Sepanjang 2019, PT Pertamina (Persero) mengimpor premium sebanyak 11,1 juta kiloliter senilai 4,78 miliar dollar AS. Tahun ini, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi menetapkan kuota premium sebanyak 11 juta kiloliter.
Dalam keterangan resmi, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan bahwa Pertamina masih menyalurkan dan menyediakan premium di Indonesia. Ia mengimbau masyarakat tak perlu khawatir mengenai ketersediaan BBM jenis tersebut dan tetap menggunakannya sesuai kebutuhan. Di satu sisi, Pertamina terus mengedukasi masyarakat untuk beralih menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan.
BBM dengan kandungan sulfur tinggi sebaiknya dihilangkan dari pasaran.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin telah berulang kali merekomendasikan pemerintah untuk berkomitmen memperbaiki kualitas udara. Oleh karena itu, BBM dengan kandungan sulfur tinggi sebaiknya dihilangkan dari pasaran. Rekomendasi tersebut menyebut premium, pertalite, solar, dan dexlite sebagai BBM yang tak ramah lingkungan.
”Kualitas BBM di Indonesia paling rendah dibandingkan dengan negara lain di ASEAN. Selain menjadi beban bagi lingkungan, BBM kotor juga tak sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraan yang ada sekarang ini. sekarang waktunya bagi pemerintah untuk mengkaji kembali kebijakan harga BBM dan menyediakan jenis BBM yang lebih ramah lingkungan,” papar Ahmad.