Program Prorakyat Dihapus, Program Tak Mendesak Muncul
Tahun ini, pemerintah menghapus seluruh program konversi BBM ke gas untuk rumah tangga, petani, dan nelayan. Sebaliknya, program baru yang tidak mendesak justru dianggarkan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan, program tersebut dihapus sebagai bagian dari realokasi anggaran kementerian untuk penanggulangan dampak Covid-19. Sementara itu, mayoritas anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat menentang penghapusan program itu.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM), Selasa (23/6/2020), di Jakarta, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan, ada pemangkasan anggaran kementerian sebesar Rp 3,4 triliun untuk mendukung pembiayaan penanggulangan Covid-19. Dalam APBN 2020, pagu anggaran Kementerian ESDM sebesar Rp 9,6 triliun sehingga tersisa menjadi Rp 6,2 triliun akibat pemangkasan itu.
Program jaringan gas rumah tangga yang semula dianggarkan 266.070 sambungan rumah dipangkas menjadi 127.864 sambungan. Sementara program pembagian konventer gas untuk nelayan 40.000 paket, konventer gas untuk petani 10.000 paket, dan program konversi minyak tanah ke elpiji 526.616 paket dihapus keseluruhan. Semula, anggaran program tersebut Rp 3,7 triliun dan kini tersisa menjadi Rp 1,4 triliun.
”Waktu pelaksanaan kegiatan program tersebut diperkirakan tidak cukup lantaran sulit memobilisasi orang selama masa pandemi Covid-19. Selain itu, ada kendala impor stand meter gas rumah tangga, termasuk blokir anggaran disebabkan program konversi minyak tanah ke elpiji masih perlu dikaji Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan,” kata Arifin saat menjelaskan alasan penghapusan program tersebut.
Waktu pelaksanaan kegiatan program tersebut diperkirakan tidak cukup lantaran sulit memobilisasi orang selama masa pandemi Covid-19.
Sebaliknya, pemerintah memunculkan program baru yang sebelumnya tak dianggarkan dalam APBN 2020. Program tersebut, antara lain pembangunan biogas komunal sebanyak 13 unit senilai Rp 2 miliar, pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) Rp 19,5 miliar, dan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pos jaga TNI senilai Rp 30,5 miliar. Oleh mayoritas anggota Komisi VII DPR, program baru tersebut dipandang tidak mendesak.
Menurut anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Andi Yuliani Paris, ia keberatan dengan penghapusan secara keseluruhan program konventer minyak ke elpiji. Pasalnya, program tersebut sangat bermanfaat bagi nelayan, petani, ataupun masyarakat yang masih memakai bahan bakar minyak tanah. Oleh karena itu, ia meminta program tersebut dipulihkan.
”Kami meminta program konversi ke elpiji dipulihkan. Lalu, untuk siapa program baru yang tiba-tiba muncul tanpa melibatkan kami dalam penyusunannya? Itu untuk kepentingan siapa? Kalau program itu dianggap penting, sebaiknya dianggarkan di 2021 saja,” kata Andi Yuliani.
Orang tidak akan mati seandainya PLTS tidak dipasang. Tetapi, lebih penting mana usaha untuk menangani dampak Covid-19?
Anggota Komisi VII dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Kardaya Warnika, menambahkan, program pengembangan energi terbarukan, seperti biogas, PLTMH, ataupun PLTS, adalah positif dan layak didukung. Namun, dalam situasi sekarang ini, ia berpendapat program tersebut kurang prioritas dan sebaiknya dianggarkan di tahun depan. Penanggulangan Covid-19 jauh lebih penting ketimbang program tersebut.
”Orang tidak akan mati seandainya PLTS tidak dipasang. Tetapi, lebih penting mana usaha untuk menangani dampak Covid-19? Saya rasa program-program tersebut bisa dianggarkan tahun depan saja,” ucap Kardaya.
Perjalanan dinas
Distribusi realokasi anggaran di Kementerian ESDM juga mendapat sorotan. Anggaran perjalanan dinas, paket pertemuan, honorarium, renovasi, dan pengadaan peralatan sebesar Rp 4,1 triliun dipangkas Rp 398 miliar atau sekitar 9 persen. Sementara program infrastruktur migas porsi pemotongannya mencapai 60 persen.
”Komposisi pemotongan antara anggaran untuk infrastruktur migas dengan anggaran perjalan dinas dan lain-lainnya tidak fair. Saya berharap itu menjadi perhatian,” ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno.
Rapat tersebut akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya untuk membahas realokasi anggaran Kementerian ESDM. Rapat dijadwalkan menghadirkan pejabat eselon I di kementerian.