Desa Wisata di Lombok Buka Kembali dengan Penerapan Protokol Kesehatan
Industri pariwisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat, mulai menggeliat. Semua kegiatan terkait kembali beraktivitas, termasuk desa wisata. Penerapan protokol kesehatan jadi prioritas.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Pengunjung berjalan kaki menyusuri Desa Wisata Bonjeruk, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Selasa (26/11/2019). Desa Bonjeruk saat ini menjadi salah satu dari 99 desa wisata yang ditetapkan untuk dikembangkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam lima tahun ke depan.
MATARAM, KOMPAS — Industri pariwisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat, mulai menggeliat. Kegiatan terkait perlahan kembali beraktivitas, termasuk desa wisata. Mengingat penanganan Covid-19 masih berlangsung, para pengelola desa wisata tetap menerapkan dan memprioritaskan protokol kesehatan.
Berdasarkan catatan Kompas, sejak awal Juni, meski pelan, kegiatan pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai menggeliat. Misalnya, ditandai dengan dibukanya kembali Islamic Center yang menjadi salah satu pusat kegiatan keislaman sekaligus wisata religi di NTB.
Ikon pariwisata Lombok lain, seperti Gili, juga demikian. Setelah ditutup bagi wisatawan, penyeberangan dari Pelabuhan Bangsal, Pemenang ke Gili Trawangan, Air, dan Meno kembali dibuka.
Pada intinya kami siap. Misalnya untuk penanganan standar seperti pemeriksaan suhu tubuh, penyediaan wadah tempat cuci tangan, termasuk suguhan minuman antivirus seperti jamu serbat. Begitu juga penerapan jaga jarak dan penggunaan masker. (Usman)
Sebagai tanda bahwa kawasan itu siap memulai kegiatan, pada 11-13 Juni, pelaku pariwisata dan masyarakat di sana menggelar gotong royong. Kegiatan yang diinisiasi Gili Hotel Association (GHA) itu meliputi pembersihan kawasan dan penyemprotan nyamuk demam berdarah.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Pekerja mengangkut barang ke atas kapal penyeberangan menuju Gili Trawangan di Pelabuhan Bangsal, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Kamis (4/6/2020). Dalam waktu dekat, kawasan Tiga Gili akan dibuka kembali setelah ditutup tiga bulan akibat pandemi Covid-19.
Pelaku pariwisata di kawasan lain seperti Senggigi, Lombok Barat, dan sekitarnya juga menyatakan siap. Pemerintah daerah setempat, saat ini masih menyusun protokol kesehatan yang harus diterapkan, baik bagi pelaku maupun masyarakat.
Desa-desa wisata yang selama ini terhenti karena Covid-19 juga demikian. Bahkan akan segera memulai kegiatan. Termasuk desa-desa yang dipersiapkan menjadi penyangga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah.
Desa hijau
Desa Wisata Hijau (DWH) Bilebante, Lombok Tengah, misalnya. Menurut Ketua Kelompok Sadar Wisata DWH Bilebante Pahrul Azim, mereka akan membuka kunjungan bagi wisatawan mulai Minggu (21/6/2020). Desa wisata yang berada sekitar 15 kilometer tenggara Mataram, ibu kota NTB, telah dirintis sejak 2014.
Bilebante memiliki sejumlah obyek dan paket wisata yang ditawarkan bagi pengunjung. Obyek itu seperti Pasar Pancingan, di sana pengunjung bisa menikmati arena memancing, panahan, permainan, pentas musik, spot berfoto, dan bersepeda. Selain itu, ada juga kebun herbal, Pura Lingsar Kelud yang merupakan pura tertua di Lombok Tengah, lembah gardena, dan pemandian.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Pahrul Azim, Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Wisata Hijau (DWH) Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kamis (30/1/2020).
Sementara paket yang dimiliki Bilebante seperti paket tur bersepeda dengan rute perdesaan dan persawahan, paket menginap di homestay, dan paket kelas memasak. Sebelum Covid-19, setiap bulan, Bilebante dikunjungi sekitar 300 orang, didominasi pengunjung asal luar Pulau Lombok.
Sementara untuk ajang MotoGP yang ditargetkan berlangsung di KEK Mandalika akhir tahun 2021, Bilebante mempersiapkan diri untuk tempat terapi kesehatan.
Pahrul mengatakan, sejak pandemi Covid-19 merebak, yakni Maret lalu, seluruh kegiatan ditutup. Itu merupakan keputusan pemerintah daerah sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19.
Desa Wisata Budaya Ketara, Lombok Tengah, juga demikian. Menurut Kepala Desa Ketara Lalu Buntaran, mereka sudah mulai buka dan menerima wisatawan lagi sejak tiga hari lalu.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Sejumlah wisatawan terlihat di kawasan Taman Pantai Kuta Mandalika, Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Rabu (26/2/2020). KEK Mandalika menjadi salah satu dari lima destinasi superprioritas yang dikembangkan pemerintah saat ini. Pada 2021, di kawasan itu ditargetkan akan dilaksanakan ajang balap motor paling bergengsi di dunia, yakni MotoGP.
”Sudah ada yang datang. Dua atau tiga orang. Paling tidak memberikan harapan. Apalagi sejak ditutup Maret lalu, kami terdampak sekali,” kata Buntaran.
Menurut Buntaran, Desa Ketara akan tetap menawarkan kegiatan seperti sebelumnya, antara lain, kegiatan-kegiatan kebudayaan di desa dan kuliner tradisional. Mereka juga akan membuka kolam pemancingan untuk wisatawan.
Buntaran mengatakan, kegiatan desa wisata mereka buka lagi karena melihat penanganan Covid-19 sudah semakin baik. Apalagi desa yang berjarak sekitar 4 kilometer dari Bandara Internasional Lombok itu tidak satu pun warganya terkonfirmasi positif.
Meski demikian, menurut Buntaran, penerapan protokol kesehatan menjadi prioritas. Itu sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19 di NTB yang puncaknya diprediksi berlangsung pada Juli-Agustus.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Eko Putro Sandjojo (keempat dari kiri) menyaksikan pertunjukan Gendang Belek saat kunjungan kerja ke Desa Setanggor, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, Kamis (25/7/2019) siang.
”Oleh karena itu, kami juga mewajibkan penggunaan masker. Termasuk pemeriksaan suhu tubuh dan mencuci tangan bagi pengunjung. Begitu juga dengan masyarakat,” kata Buntaran.
Bagi Buntaran, pandemi Covid-19 menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak sektor pariwisata. Bahwa selain obyek, kebersihan lingkungan dan kesehatan harus menjadi perhatian.
Awal Agustus
Berbeda dengan Bilebante dan Ketara, desa wisata penyangga KEK Mandalika lain, yakni Desa Wisata Bonjeruk, memutuskan untuk memulai kegiatan pada akhir Juli.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Bonjeruk Permai Usman mengatakan, keputusan menunda pembukaan karena menyesuaikan dengan jadwal reservasi dari jasa perjalanan wisata rekanan mereka.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Musik tradisional gendang belek ditampilkan pada peresmian Desa Wisata Bonjeruk, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, dan peluncuran Program Journey For Development AirAsia Indonesia di desa tersebut, Selasa (26/11/2019). Desa Bonjeruk saat ini menjadi salah satu dari 99 desa wisata yang ditetapkan untuk dikembangkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam lima tahun ke depan.
”Akhir Juli ke atas tidak ada pembatalan. Jadi, kami mengacu pada itu untuk membuka kegiatan,” kata Usman.
Pertimbangan lain, kata Usman, mereka belum memiliki tempat rekreasi (destinasi) yang bisa dikunjungi setiap hari. Namun ke depan, mereka akan membuat pasar bambu dengan lapak kuliner di bawahnya.
Menurut Usman, penerapan protokol kesehatan wajib dilakukan jika nanti beraktivitas kembali. Saat ini, secara bertahap, titik-titik kegiatan di desa wisata Bonjeruk mulai didorong ke sana.
”Pada intinya kami siap. Misalnya untuk penanganan standar seperti pemeriksaan suhu tubuh, penyediaan wadah tempat cuci tangan, termasuk suguhan minuman antivirus seperti jamu serbat. Begitu juga penerapan jaga jarak dan penggunaan masker,” kata Usman.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat Lalu Moh Faozal dalam konferensi pers Festival Pesona Bau Nyale di Mataram, Kamis (6/2/2020). Festival tahunan itu akan berlangsung 8-14 Februari di Tanjung Aan, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah.
Usman mengatakan, langkah itu memang tidak bisa langsung diterapkan menyeluruh, tetapi perlahan-lahan. Namun, dia optimistis, seluruh masyarakat terkait desa wisata akan mau menerapkannya.
Protokol Covid-19 menjadi salah satu perhatian Pemerintah Provinsi NTB dalam rangka menuju normal baru dunia pariwisata.
Penyemprotan
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal mengatakan, mereka telah menyiapkan protokol yang terdiri dari tiga hal, yakni kebersihan, kesehatan, dan keamanan (CHS).
Kebersihan (cleanliness), yakni seluruh fasilitas kebersihan memadai dan telah disemprot disinfektan, toilet bersih dan sehat, tersedianya tenaga kebersihan rutin, dan bebas sampah.
Sementara kesehatan meliputi ketersediaan klinik, sertifikat kesehatan, alat pengecekan suhu tubuh, fasilitas cuci tangan, penyanitasi tangan, dan masker gratis, hingga penyemprotan disinfektan rutin.
Adapun keamanan, kata Faozal, ditekankan pada penerapan jaga jarak, kontrol sosial, termasuk juga memastikan fasilitas penunjuk dan lampu jalan, serta penegakan hukum.