Pacu Ekspor, Kementerian Perdagangan Upayakan Kesepakatan Dagang secara Virtual
Kementerian Perdagangan akan terus mempromosikan produk-pruduk ekspor dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching) secara virtual melalui perwakilan perdagangan.
Oleh
hendriyo widi/agnes theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan berupaya memacu ekspor Indonesia yang tengah melambat di tengah pandemi Covid-19. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong dan memfasilitasi pertemuan bisnis antarpelaku usaha di dalam dan luar negeri secara virtual.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri mengatakan, Kemendag terus melakukan pendekatan kepada para pelaku usaha secara aktif melalui pertemuan virtual. Tujuannya para pengusaha memanfaatkan peluang ekspor yang muncul di tengah pandemi Covid-19.
”Melalui pertemuan virtual ini, Kemendag bisa mendapatkan banyak informasi dari eksportir. Dengan begitu, Kemendag dapat memetakan dan mendalami hambatan-hambatan yang dihadapi di lapangan dan menjadikannya sebagai dasar penyusunan kebijakan dan pengelolaan informasi pasar,” ujarnya dalam siaran pers yang dikutip Kompas, Kamis (18/6/2020).
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan pertemuan virtual dengan PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk. Hal itu dilakukan untuk menggali peluang dan meningkatkan ekspor produk pangan olahan.
Menurut Kasan, para perwakilan perdagangan di luar negeri, yaitu Atase Perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC), siap membantu para pelaku usaha untuk meningkatkan kinerja ekspor nasional. Mereka akan mencarikan pembeli (buyer) dan distributor di negara bersangkutan serta membantu branding merek lokal yang sudah mengglobal.
Di sisi lain, para perwakilan perdagangan di luar negeri juga harus mengetahui produk yang dibawa para distributor sehingga dapat disesuaikan dengan pasar ekspornya berdasarkan permintaan dan pemetaan pasar. Kemendag juga akan terus mempromosikan produk-produk ekspor dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching) secara virtual melalui perwakilan perdagangan.
”Kami juga menyelenggarakan pelatihan ekspor secara virtual dan peningkatan pelayanan informasi ekspor,” ujarnya.
Kemendag juga akan terus mempromosikan produk-produk ekspor dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching) secara virtual melalui perwakilan perdagangan.
Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan dengan ekspor membuat neraca perdagangan pada Mei 2020 surplus 2,09 miliar dollar AS. Namun, di tengah kondisi rantai pasok global yang terdisrupsi Covid-19, capaian itu tidak menggembirakan. Ekspor dan impor yang sama-sama terkontraksi tajam menunjukkan lemahnya permintaan global dan terganggunya kegiatan produksi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan mengalami surplus bulanan pada Mei 2020 maupun pada Januari-Mei 2020. Surplus neraca perdagangan pada Mei 2020 tercatat 2,09 miliar dollar AS, sedangkan sepanjang Januari-Mei 2020 senilai 4,31 miliar dollar AS.
Surplus terjadi karena kinerja ekspor masih lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja impor. Pada Mei 2020, nilai ekspor tercatat 10,53 miliar dollar AS, sedangkan impor 8,44 miliar dollar AS.
Ekspor dan impor sama-sama mengalami penurunan. Ekspor menurun 28,95 persen dibandingkan dengan kondisi Mei 2019 dan menurun 13,4 persen dibandingkan dengan April 2020. Sementara impor menurun jauh lebih dalam, yakni 42,2 persen dibandingkan dengan Mei 2019 dan menurun 32,65 persen dibandingkan dengan April 2020.
Ekspor tumbuh negatif untuk pertanian, manufaktur, dan pertambangan, sementara impor turun curam untuk barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal. Kemerosotan impor paling banyak terlihat untuk bahan baku/penolong dan barang modal, yang dibutuhkan untuk produksi dan keberlanjutan industri.
Pada Mei 2020, nilai impor bahan baku/penolong 6,11 miliar dollar AS. Meski masih mendominasi total impor, impor bahan baku merosot paling banyak dibandingkan dengan kategori lain, yakni minus 34,66 persen jika dibandingkan dengan April 2020, dan minus 43,03 persen dibandingkan dengan kondisi Mei 2019.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kondisi ekspor pada Mei 2020 ini tercatat paling rendah sejak Juli 2016. Saat itu, nilai ekspor tercatat 9,6 miliar dollar AS. Sementara kondisi impor pada Mei 2020 mengalami penurunan paling dalam sejak 2009.
”Penurunan ekspor dan impor Indonesia tidak terlepas dari kondisi Covid-19 yang melanda banyak negara. Setiap negara mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi akibat pembatasan sosial, pelemahan daya beli, dan juga penurunan permintaan,” katanya.
Karet olahan
Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen terus mendorong industri pengolahan karet agar semakin produktif, berdaya saing, serta mampu melakukan diversifikasi produk. Langkah ini merupakan salah satu program hilirisasi untuk memperdalam struktur sektor manufaktur dalam negeri.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, di tengah anjloknya harga karet alam, Kemenperin berupaya meningkatkan harga karet alam. Salah satunya melalui peningkatan penyerapan karet alam oleh industri dalam negeri, misalnya untuk aspal karet dan sektor infrastruktur lain.
Sejak 2016, Kemenperin bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bekerja sama memodifikasi aspal yang dicampur beberapa bahan, yaitu lateks pravulkanisasi, masterbatch kompon karet padat, dan serbuk karet alam teraktivasi (SKAT).
Pada 2019, aspal dengan campuran karet diimplementasikan dengan total jalan sepanjang 65,8 kilometer di sembilan provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Kemenperin mencatat, industri pengolahan karet nasional berkontribusi besar terhadap devisa negara, yaitu 3,422 miliar dollar AS pada 2019. Saat ini, terdapat 163 industri karet alam dengan serapan tenaga kerja langsung sebanyak 60.000 orang.
Sementara produksi karet alam pada 2019 sebesar 3,3 juta ton, yang meliputi SIR (crumb rubber), lateks pekat, dan RSS (ribbed smoked sheet). Dari jumlah tersebut, 20 persen diolah di dalam negeri oleh industri hilir menjadi ban, vulkanisir, alas kaki, rubber articles, maupun manufacture rubber goods (MRG). Sisanya yang sebesar 80 persen diekspor ke beberapa negara.
”Di tengah harga karet yang masih bergejolak, produksi karet alam baru memenuhi sekitar 55,4 persen dari total kapasitas terpasang yang mencapai 5,9 juta ton,” kata Agus Gumiwang.