Jangan Lengah, Waspadai Risiko di Tengah Kerumunan
Aturan transportasi di angkutan umum dilonggarkan. Padahal, pandemi Covid-19 di Indonesia belum surut.
Indonesia adalah negara kepulauan. Laut yang memisahkan satu pulau dengan pulau lain sebenarnya merupakan ”penghalang” alami yang dapat mencegah penyebaran virus korona jenis baru penyebab Covid-19. Apalagi, cara penularan virus tersebut melalui percikan ludah antarmanusia saat batuk, bersin, atau berbicara.
Kenyataannya, virus itu menyebar ke sejumlah pulau di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari pergerakan masif orang, yang beberapa di antaranya positif Covid-19, melalui sarana transportasi dari satu wilayah ke wilayah lain.
Kasus Covid-19 pertama kali di Indonesia diumumkan pada 2 Maret 2020. Sementara larangan mudik baru diputuskan hampir delapan pekan berikutnya, yakni pada 24 April 2020. Itu pun diwarnai adu pendapat di masyarakat. Alhasil, di rentang waktu sebelum ada larangan mudik tersebut, orang bebas bergerak, bertransportasi, dari satu wilayah ke wilayah lain.
Bahkan, orang masih bebas berpindah dari wilayah episentrum Covid-19, yakni DKI Jakarta, ke daerah lain. Ambil contoh, merujuk data Dinas Perhubungan Jawa Tengah, sebelum larangan mudik ditetapkan pada 24 April 2020, sudah ada 688.536 orang yang masuk ke Jateng. Pendataan tersebut dimulai 26 Maret 2020.
Secara mendasar, pergerakan bebas orang ini terjadi karena pemerintah pusat sejak awal tidak menggunakan opsi karantina wilayah untuk melarang orang keluar dan masuk wilayah karantina.
Kendati pilihan karantina wilayah juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemerintah lebih memilih pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menanggulangi penyebaran Covid-19.
Pada 3 April 2020, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) diberlakukan. Berdasarkan permenkes tersebut, ada kantor perusahaan industri dan kegiatan produksi yang harus bekerja dengan jumlah minimum karyawan dan tetap mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit atau pemutusan rantai penularan sesuai protokol di tempat kerja.
Disebutkan di lampiran permenkes, kantor perusahaan industri dan kegiatan produksi dimaksud, antara lain, unit produksi komoditas esensial, termasuk obat-obatan, farmasi, perangkat medis atau alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, serta bahan baku dan zat antaranya. Kemudian, unit produksi yang membutuhkan proses berkelanjutan setelah mendapatkan izin yang diperlukan dari Kementerian Perindustrian.
Adanya beragam aktivitas di sisi hulu tersebut tak urung memunculkan mobilitas atau pergerakan orang di sisi hilirnya, yakni di transportasi. Di masa pandemi, kebijakan transportasi menjadi hal penting untuk menjaga masyarakat dari bahaya paparan Covid-19.
Khusus di sektor transportasi, pengendalian transportasi untuk mencegah penyebaran Covid-19 diatur melalui Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020.
Selanjutnya, aturan mengerucut pada periode mudik, yakni melalui penerbitan Permenhub No 25/2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Berikutnya, pada 6 Mei 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Belakangan aturan ini diperbarui menjadi SE Gugus Tugas No 5/2020.
Sesuai SE Gugus Tugas tersebut, persyaratan bagi penumpang, antara lain, menunjukkan surat keterangan uji tes reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) dengan hasil negatif yang berlaku tujuh hari atau surat keterangan rapid test dengan hasil nonreaktif yang berlaku tiga hari pada saat keberangkatan.
Jalur efektif
Terkait pandemi Covid-19, Rektor Institut Teknologi Sumatera dan Guru Besar Transportasi ITB Ofyar Z Tamin mengatakan, transportasi merupakan salah satu jalur penyebaran virus yang paling efektif.
”Dia (virus korona jenis baru) berpindah antarnegara pasti melalui transportasi. Virus korona cepat menyebar di dalam satu daerah disebabkan transportasi, pergerakan antarkita, dan lain-lain,” ujar Ofyar, beberapa waktu lalu, pada Seminar Daring Nasional bertajuk ”Pengaruh Pandemi Covid-19, PSBB, dan Larangan Mudik terhadap Kondisi Ekonomi Daerah; Sampai Kapan Bisa Bertahan?”
Pengangkutan orang atau penumpang yang positif Covid-19 dapat menyebarkan virus ke daerah-daerah. Terkait hal tersebut, semua pihak diharapkan dapat disiplin menerapkan protokol kesehatan.
”Masalahnya bukan pada transportasinya, tetapi pada orang atau penumpang yang berada di dalam alat transportasi. Hal itu yang harus diperhatikan,” kata Ofyar.
Akademisi Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menilai, esensi pengendalian transportasi di masa pandemi Covid-19 ini adalah mencegah penularan virus korona jenis baru penyebab penyakit tersebut.
Peningkatan batasan kapasitas maksimal penumpang di transportasi umum berpotensi memperbesar risiko penularan Covid-19 di sarana transportasi umum. Alhasil, upaya tambahan dalam menerapkan protokol kesehatan mutlak dibutuhkan untuk menekan potensi penularan virus korona jenis baru tersebut.
Baca juga : Pembatasan Kapasitas Penumpang Lebih Longgar
Belakangan, pemerintah memberi sinyal perihal pembukaan berbagai aktivitas yang sebelumnya dibatasi saat pembatasan sosial berskala besar. Secara bertahap kegiatan juga mulai beroperasi. Jumlah orang yang menggunakan sarana transportasi bertambah seiring peningkatan aktivitas.
Peningkatan batasan kapasitas maksimal penumpang di transportasi umum berpotensi memperbesar risiko penularan Covid-19 di sarana transportasi umum.
Longgar
Pemerintah melonggarkan batasan maksimal penumpang di masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat aman Covid-19 dan produktif.
Pelonggaran itu melalui Permenhub No 41/2020 tentang Perubahan atas Permenhub No 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Regulasi baru yang ditetapkan 8 Juni 2020 tersebut diumumkan ke publik sehari berikutnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Permenhub No 41/2020 tersebut mengatur pengendalian transportasi masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat aman dari Covid-19 dan produktif.
Baca juga : Peningkatan Kapasitas Penumpang Tingkatkan Risiko Penularan
Pembukaan aktivitas ekonomi berdampak pada peningkatan aktivitas perjalanan atau pergerakan orang melalui transportasi. Penyempurnaan pengendalian transportasi dibutuhkan dalam mencegah penyebaran Covid-19 di sektor transportasi tersebut.
Pembukaan aktivitas ekonomi berdampak pada peningkatan aktivitas perjalanan atau pergerakan orang melalui transportasi.
Pengendalian transportasi di masa adaptasi kebiasaan baru menitikberatkan aspek kesehatan dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 di sektor transportasi. ”Kami mengharapkan masyarakat tetap produktif, tetapi tetap aman,” ujar Budi Karya, menjelaskan tentang peraturan Menteri Perhubungan yang baru itu.
Di tengah pandemi Covid-19, dengan opsi PSBB yang selama ini diambil, publik dapat melihat data jumlah kasus positif dan meninggal berikut sebaran Covid-19 yang kini merambah ke 34 provinsi dan banyak kabupaten/kota di negeri ini. Sebagai gambaran, data pemerintah menyebutkan per 9 Juni 2020 ada 33.076 orang positif Covid-19. Total korban jiwa akibat Covid-19 mencapai 1.923 orang.
Berkaca dari peran angkutan umum dan penggunaan sarana transportasi umum, tantangan serius ada di depan mata. Tantangan itu untuk memastikan para penumpang transportasi umum terhindar dari paparan Covid-19. Aktivitas bertransportasi umum di masa pandemi Covid-19 adalah kegiatan yang berisiko, bahkan sebagian masyarakat menyebutnya ”menyerempet-nyerempet bahaya”.
Vivere pericoloso. Hidup terancam bahaya ketika semua tidak tahu siapa yang dapat menulari dan tertulari virus.
Ketika beberapa waktu lalu muncul berita dan foto sarana transportasi umum yang tetap dipenuhi penumpang, padahal PSBB masih berlaku, beragam komentar muncul. Inti komentar itu, antara lain, ”Saatnya virus berpesta”, ”Saatnya virus mukbang (makan dalam porsi besar)”.
Komentar yang terdengar miris dan ngilu, tetapi—dalam batas tertentu— menyentakkan kesadaran kita bahwa virus korona jenis baru memang berpotensi menyebar di tengah kerumunan seperti itu.