BP Tapera Targetkan Penyaluran Rp 1 Triliun untuk 5.000 ASN
BP Tapera menargetkan penyaluran pembiayaan perumahan sebesar Rp 1 triliun pada 2021. Namun, mekanisme pengelolaan dana untuk investasi masih diragukan efektivitasnya.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan program Tabungan Perumahan Rakyat ditetapkan mulai efektif pada 2021 dengan sasaran awal 4,2 juta aparatur sipil negara. Terkait itu, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat menargetkan penyaluran pembiayaan perumahan sebesar Rp 1 triliun untuk 5.000 pegawai negeri sipil tahun depan.
Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Tapera Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Ariev Baginda Siregar mengemukakan, proyek percontohan (initiative project) pembiayaan perumahan senilai Rp 1 triliun itu akan dilaksanakan pada lima provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Sulawesi Selatan. Namun, tidak tertutup kemungkinan alokasi pembiayaan bertambah jika proses penyaluran lancar dan antusiasme peserta tinggi.
”Targetnya, (penyaluran) menjangkau 5.000 orang PNS (pegawai negeri sipil). Setiap PNS akan mendapatkan rata-rata plafon pembiayaan senilai Rp 160 juta,” katanya di Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Menurut dia, besaran plafon pembiayaan rumah disesuaikan dengan kemampuan mencicil peserta, dengan kisaran plafon kredit diusulkan Rp 120 juta-Rp 300 juta per orang. Penyaluran akan dilakukan melalui bank penyalur.
Alokasi pembiayaan diperuntukkan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan maksimum Rp 8 juta per bulan serta pekerja berpenghasilan tidak tetap yang belum pernah memiliki rumah.
Pelaksanaan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Aturan ini, antara lain, mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dan UU No 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pekerja dengan penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. Iuran Tapera dibayar oleh pekerja atau buruh perusahaan sebesar 2,5 persen dari gaji atau upah dan pemberi kerja 0,5 persen. Sementara pekerja mandiri menanggung sepenuhnya simpanan sebesar 3 persen.
Untuk tahap awal, pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera adalah aparatur sipil negara (ASN). ASN eks peserta Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum-PNS) ataupun ASN baru diwajibkan membayar iuran mulai Januari 2021.
Menurut Ariev, sejumlah persiapan kini tengah dilakukan untuk memastikan skema Tapera dilaksanakan mulai Januari 2021. Pihaknya akan melakukan verifikasi kelayakan peserta untuk memperoleh kredit. Dari jumlah PNS saat ini 1.077.021 orang, prioritas penyaluran akan diberikan berdasarkan lama kepesertaan, kelancaran pembayaran, dan unsur kebutuhan mendesak.
Dari sisi pasokan, penyediaan rumah diharapkan memenuhi standar perumahan Tapera, yakni meliputi kualitas rumah, ketersediaan fasilitas sosial, dan fasilitas umum. Penyediaan perumahan akan dilakukan oleh pengembang.
Adapun sumber dana Tapera meliputi, pertama, Dana Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum-PNS) sebesar Rp 11 triliun yang meliputi saldo sebesar Rp 9 triliun dan dana yang harus dikembalikan ke pensiunan PNS sebesar Rp 2 triliun; kedua, iuran bulanan atau tabungan bulanan; dan ketiga, dana wakaf. Selain itu, sumber dana lain, seperti integrasi outstanding fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) ke Tapera.
Sementara itu, sebagian dana Tapera akan dikelola melalui instrumen investasi. Instrumen investasi yang dibidik berupa deposito, surat berharga negara (SBN), obligasi korporasi yang berhubungan dengan industri perumahan, dan saham perusahaan yang masuk kategori bluechip. Peserta yang tidak mendapat alokasi pembiayaan perumahan dapat memperoleh dana imbal hasil investasi.
BP Tapera telah menunjuk lima perusahaan manajemen investasi, berasal dari swasta dan afiliasi dengan BUMN, serta bank kustodian. Dana imbal hasil diharapkan melebihi bunga tabungan.
Tumpang tindih
Dari data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tingkat kekurangan (backlog) rumah mencapai 11,4 juta unit pada 2019. Sementara laju kebutuhan rumah setiap tahun bertambah 800.000 unit seiring bertambahnya keluarga-keluarga baru.
Secara terpisah, Ketua Umum Real Estat Indonesia Totok Lusida berpendapat, pengelolaan dana Tapera untuk investasi menuai keraguan terkait efektivitas program itu untuk mengatasi masalah perumahan. Peruntukan dana Tapera seharusnya fokus untuk mengatasi masalah perumahan di Indonesia.
Dana Tapera untuk investasi menuai keraguan terkait efektivitas program itu untuk mengatasi masalah perumahan.
Di lain pihak, terjadi tumpang tindih peruntukan Tapera dengan manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan bagi pekerja peserta Jaminan Hari Tua di BP Jamsostek. ”Akibatnya, terjadi pengeluaran ganda yang bisa membebani pekerja dan perusahaan,” katanya.
Hingga saat ini, total potongan atau iuran bulanan untuk pekerja sebesar 6,5 persen, sedangkan pengusaha 18,74 persen. Potongan itu mencakup, antara lain, jaminan hari tua, BPJS Ketenagakerjaan, dana pensiun, cadangan pesangon, dan Tapera.
Totok menambahkan, pengelolaan dana investasi melalui manajer investasi juga berpotensi salah kelola dan berujung kerugian bagi peserta Tapera. Penempatan uang di saham, misalnya, berpotensi mengalami kerugian jika harga saham anjlok.
”Pemupukan dana pekerja seharusnya fokus untuk pembiayaan rumah dan jangan dipakai buat investasi. Akibatnya, (program) tidak akan fokus mengatasi masalah perumahan di Indonesia,” katanya.