Siap memanfaatkan peluang dan bersaing menjadi modal utama untuk mempertahankan usaha di tengah pandemi Covid-19, khususnya bagi mereka yang menjadi korban PHK. Penggunaan teknologi juga penting untuk memperluas usaha.
Oleh
sharon patricia
·5 menit baca
Kompas/AGUS SUSANTO
Efan Suryanto, karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), bersiap naik bus antarkota antarprovinsi (AKAP) SAN di Terminal Bus Terpadu Sentra Timur, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Senin (18/5/2020).
Mencari kerja di tengah pandemi coronavirus disease 2019 atau Covid-19 menjadi tantangan tersendiri, baik bagi korban pemutusan hubungan kerja maupun mereka yang baru menyelesaikan pendidikan. Selain harus cermat melihat peluang yang ada, persaingan kini juga semakin ketat.
Data Kementerian Keuangan yang dikutip pada Selasa (9/6/2020) menunjukkan, salah satu sektor penting yang diharapkan pulih dan mampu berkinerja baik adalah sektor industri pengolahan. Sebagai penggerak dari pertumbuhan ekonomi nasional, kinerja industri pengolahan pada tahun 2021 diperkirakan 3,4-4,3 persen.
Sektor penting lain yang diproyeksi tumbuh pada 2021 adalah sektor jasa terkait pariwisata, khususnya penyediaan akomodasi makan-minum (5,5-7,9 persen) serta transportasi dan pergudangan (5,9-8,2 persen). Sektor jasa yang mengadopsi teknologi tinggi, seperti sektor informasi dan komunikasi, jasa keuangan, serta sebagian jasa perdagangan ritel, juga diproyeksi tumbuh 8,3-10,1 persen.
Pada sisi tenaga kerja, Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah angkatan kerja pada Februari 2020 sebanyak 137,91 juta orang, naik 1,73 juta orang dibandingkan dengan Februari 2019. Meski begitu, naiknya jumlah angkatan kerja tidak sejalan dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) yang turun sebesar 0,15 persen poin.
Jika dilihat dari tingkat pendidikan, per Februari 2020, tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) masih menjadi yang tertinggi di antara tingkat pendidikan lain, yaitu 8,49 persen. Kemudian sekolah menengah atas (SMA) 6,77 persen, diploma 6,76 persen, universitas 5,73 persen, sekolah menengah pertama (SMP) 5,02 persen, dan sekolah dasar (SD) 2,64 persen.
Pada rentang waktu yang sama, TPT penduduk umur muda (15-24 tahun) menjadi yang tertinggi ketimbang kelompok umur lain, yaitu 16,28 persen, meningkat 0,9 persen daripada Februari 2019. Adapun TPT usia 25-29 tahun (3,14 persen) dan usia 60 tahun ke atas (1,08 persen).
Menurut pemerintah, dalam skenario berat, tambahan jumlah penganggur akibat pandemi Covid-19 diprediksi mencapai 2,9 juta orang. Dalam skenario lebih berat, jumlah penganggur diprediksi bertambah 5,2 juta orang.
Mencari penghasilan
Agus (30), pekerja yang dirumahkan sejak 2 April 2020, semakin kelimpungan memenuhi kebutuhan harian untuk dirinya, istri, dan anak yang berusia 7 tahun. Per Juni 2020, Agus tidak lagi menerima penghasilan.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja melepas lelah setelah membersihkan taman di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/4/2020). Penutupan berbagai jenis tempat usaha karena pandemi Covid-19 dalam beberapa bulan ini menambah jumlah penganggur dan pemecatan karena industri yang lesu.
”Sebelumnya, Mei lalu saya masih menerima 50 persen gaji, tapi karena keadaan pabrik belum juga membaik, gaji bulan Juni tidak akan dibayarkan. Saya juga enggak tahu kapan kepastian akan kembali bekerja,” kata Agus yang sebelumnya bekerja di sektor logistik di Bekasi, Jawa Barat.
Bantuan sosial dari pemerintah diakui Agus sama sekali tidak ada, termasuk program Kartu Prakerja yang pernah ia ikuti tetapi gagal. ”Saya sudah dua kali coba ikut di gelombang pertama dan kedua, tetap gagal. Saya rasa itu lebih cocok untuk anak muda,” ucapnya.
Menurut Agus, mencari pekerjaan baru di usianya saat ini tidak lagi mudah. Selain karena keterbatasan peluang kerja yang bisa dipilih, persaingan dengan anak-anak muda juga menjadi tantangan baginya.
Untuk bertahan hidup, Agus terpaksa menggunakan tabungan yang direncanakan untuk membiayai anaknya masuk SD. Akibatnya, tabungan Rp 700.000 yang awalnya untuk uang pendaftaran sekolah sudah tidak ada.
”Sekarang kerja masih serabutan, tetapi kemarin untungnya ada teman yang nawarin kerjaan untuk jual pakan burung di daerah Jakarta. Kalau nanti jadi, saya akan menjual 1 sampai 2 kilogram pakan burung dengan keuntungan sekitar Rp 30.000 per kilogram,” ujarnya.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pencari kerja memadati lokasi Job Market Fair dan Pameran Kewirausahaan di JX International, Surabaya, Rabu (11/9/2019).
Begitu pun dengan Hisar Tanjung (41), korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di Medan, Sumatera Utara, yang sejak tiga tahun lalu mengaku kesulitan mencari kerja. Usahanya menjadi pengemudi taksi daring selama empat bulan terakhir pun pupus karena kesulitan mendapatkan penumpang.
”Akibat ada Covid-19, penghasilan sebagai driver taksi daring menjadi sangat minim, bahkan tidak ada sama sekali. Akhirnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, saya terpaksa menjual aset, antara lain kursi, rak televisi, meja makan, dan mesin cuci,” ucapnya.
Sebagai korban PHK dan usaha yang terimbas Covid-19, Hisar mencoba mendaftarkan diri mengikuti program Kartu Prakerja. Namun, ia gagal di gelombang pertama hingga ketiga. Untuk itu, ia berencana untuk bertani di kampung halamannya di Sibolga, Sumatera Utara.
”Minggu ini saya mau pulang kampung untuk cari lahan bercocok tanam. Saya pikir, di usia segini akan sulit untuk cari kerja baru karena saingannya sama anak-anak muda, jadi lebih baik mencoba berwirausaha,” kata Hisar.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Pencari Kerja
Berbeda dengan Habib Sadewo Ahmad (29), karyawan di bidang operasional di daerah Jakarta Selatan, yang terkena PHK sejak Maret 2020. Sadewo menyampaikan, dirinya akan kembali mencoba mencari kerja dengan melamar secara daring.
”Saya rasa masih ada kesempatan untuk mencari pekerjaan di perusahaan, terlebih saya sudah punya pengalaman. Saya sudah memasukkan lamaran ke berbagai link pencarian kerja. Semoga segera ada panggilan,” tutur Habib.
Adaptif
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, di tengah situasi PHK, sebenarnya kedua belah pihak mengalami kerugian. Bagi pekerja, kehilangan lapangan kerja dan penghasilan, sementara bagi perusahaan, kehilangan sumber daya manusia yang sudah terlatih.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Surat Lamaran Kerja
Meski begitu, kecenderungan perusahaan adalah apabila membutuhkan sumber daya manusia, akan merekrut tenaga kerja usia muda sehingga pengeluaran gaji dapat ditekan. Alhasil, korban PHK berusia di atas 35 tahun akan sulit menghadapi persaingan dengan generasi muda.
”Maka untuk bertahan, para korban PHK harus siap switching, mengganti sumber penghasilan. Misalnya dengan berwirausaha di bidang makanan dan minuman yang akan selalu dicari oleh pasar,” kata Tauhid.
Perlu juga diingat bahwa dalam kondisi pandemi Covid-19, sektor teknologi dan informasi menjadi keharusan bagi pelaku usaha yang ingin bertahan. Sebab, sektor-sektor usaha kini sudah terhubung dengan dunia digital.