Kinerja Positif Triwulan I Bukan Cermin Dampak Pandemi
Dampak pandemi Covid-19 dinilai belum tecermin dalam kinerja emiten di triwulan I-2020. Namun, perlambatan ekonomi berpotensi mengganggu kinerja emiten pasar modal di triwulan II dan III.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja positif emiten-emiten pasar modal pada triwulan I-2020 dinilai belum menggambarkan dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja sektor riil. Margin laba bersih masih berisiko terkontraksi jika emiten tidak segera bersiasat menghadapi perlambatan ekonomi tahun ini.
Sedikitnya 135 perusahaan terbuka atau emiten pasar modal telah merilis laporan keuangan triwulan I-2020. Lebih dari 70 persen di antaranya mencatatkan pertumbuhan kinerja, baik dari segi pendapatan maupun laba bersih.
Menurut Direktur CSA Institute Aria Santoso, kinerja positif sejumlah emiten pada triwulan I-2020 tidak mencerminkan dampak pandemi Covid-19 saat kasus pasien positif pertama diumumkan awal Maret 2020. Kinerja positif sejumlah emiten dipicu permintaan pasar yang masih tinggi, terutama di sektor konsumsi.
”Pada triwulan II-2020, sejumlah emiten yang punya daya tahan kuat menghadapi gejolak Covid-19 masih berpeluang tumbuh,” ujar Aria saat dihubungi, awal pekan ini.
Cermin perlambatan ekonomi akan terlihat pada margin laba bersih emiten pada triwulan II-2020. Aria menilai sektor yang berpotensi tetap tumbuh adalah perbankan, konsumsi, kesehatan, dan telekomunikasi. ”Salah satu cara beradaptasi dengan situasi saat ini adalah dengan menunda ekspansi dan mengurangi belanja modal selama pandemi masih berlangsung,” katanya.
Menurut Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan, kinerja emiten pasar modal baru akan diuji pada triwulan III-2020. Sektor ritel dan konstruksi diperkirakan akan sulit untuk mencatatkan pertumbuhan moncer pada triwulan II-2020 seiring diberlakukannya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,32 persen atau 14,76 poin ke level 4.641,55 pada akhir perdagangan Rabu (27/5/2020). Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing membukukan aksi jual bersih senilai Rp 274,25 triliun.
Normal baru
Di sisi lain, pelaku pasar modal menyambut baik langkah pemerintah menerapkan kebijakan normal baru. Aktivitas bisnis yang perlahan mulai kembali dibuka dengan protokol kesehatan ketat diharapkan bisa menahan kemerosotan ekonomi Indonesia yang terpukul pandemi Covid-19.
Aria mengatakan, kebijakan normal baru merupakan langkah yang dilakukan pemerintah untuk memulihkan perekonomian secara bertahap agar bisa kembali seperti normal. Walaupun tidak dimungkiri dalam pelaksanaannya, penerapan normal baru akan membutuhkan waktu untuk penyesuaian.
”Skenario normal merupakan pemulihan bertahap untuk aktivitas bisnis agar kembali bergairah sebagaimana semula. Butuh waktu untuk menghilangkan kekhawatiran untuk kembali seperti sedia kala,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Asosiasi Emiten Indoneisa (AEI) Samsul Hidayat merespons positif rencana pemerintah menjalankan skenario normal baru untuk memulihkan perekonomian. Namun, skenario ini belum menjamin dapat membuat aktivitas bisnis emiten pulih seperti sediakala.
Setidaknya, kata Samsul, melalui penerapan normal baru, sektor-sektor bisnis yang terhantam pandemi Covid-19, seperti perhotelan, restoran, maskapai penerbangan, properti, dan otomotif, kembali memiliki pendapatan walau aktivitas ekonomi belum sepenuhnya pulih.
”Harapan masyarakat, pengusaha, emiten adalah secara perlahan pandemi akan membaik dan perusahaan berjalan menuju ke arah reguler walau tidak sampai 100 persen,” kata Samsul.