Sebagian pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi Covid-19 berstrategi untuk mempertahankan bisnis sekaligus karyawan. Strategi ini membutuhkan keputusan bijak dan inovasi dari pemilik usaha.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang terdampak pandemi Covid-19 berstrategi untuk mempertahankan bisnis sekaligus karyawan. Strategi ini membutuhkan keputusan bijak dan inovasi dari pemilik usaha.
Neneng Reni (35), pemilik usaha penjualan pakaian anak Arsylla Kids, misalnya, berstrategi dengan menyewa rumah toko (ruko) Rp 25 juta selama setahun untuk berjualan. Toko fisik dibutuhkan untuk menggantikan tutupnya bazar di mal, yang menjadi kanal utama penjualan selama lima tahun usahanya berjalan.
Saat dihubungi Kompas, Minggu (17/5/2020), ia menuturkan, pilihan untuk menyewa ruko ia ambil demi membantu anak buahnya yang kini kesulitan mendapat pemasukan. Selain itu, keputusan itu juga menjadi cara bijak untuk menghindari pengendapan barang karena lambatnya penjualan.
”Ini untuk bantu karyawan yang dua bulan enggak ada pemasukan. Salah satu pegawai saya masih muda, tapi jadi tulang punggung keluarga, orangtuanya sakit stroke juga. Lumayan juga, jadi barang enggak mengendap. Alhamdulillah, ada aja pemasukan dari orang-orang kampung yang belanja buat anak,” tutur pemilik usaha di daerah Tangerang, Banten, tersebut.
Penjualan melalui toko fisik jelang Lebaran ini bisa menghasilkan rata-rata omzet Rp 5 juta sehari. Nilai itu jauh dari rata-rata omzet Rp 25 juta jika ia berjualan di pusat perbelanjaan. Di samping itu, ia juga mengembangkan penjualan daring melalui media sosial.
Ada juga pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berstrategi dengan membuat inovasi produk. Kedai kopi Memento Coffee di Bandung, Jawa Barat, misalnya, kini menghadirkan produk yang bisa dipasarkan secara daring.
Financial Chief Memento Coffee Salman, yang dihubungi terpisah, mengatakan, pembatasan sosial memaksa kedai mereka, yang biasa menjajakan puluhan menu makanan dan minuman, tutup. Pada April lalu, manajemen kafe juga terpaksa merumahkan tujuh karyawannya.
”Kondisi ini memaksa kami memutar otak. Kami pun melihat apa yang dilakukan sesama teman-teman pemilik coffee shop lain, lalu kami tiru dan modifikasi hingga keluarlah produk minuman dalam botol,” tuturnya.
Saat ini, usaha tersebut hanya mengandalkan penjualan dua varian produk minuman dalam botol melalui promosi media sosial. Meski demikian, menurut Salman, strategi ini membuat karyawan mereka bisa berpartisipasi, baik dalam promosi maupun produksi.
Promosi daring yang dibantu karyawan dan influencer pun membuat penjualan produk minuman dalam botol itu melebihi ekspektasi. Produksi yang awalnya ditargetkan 5-7 botol per dua hari, kini mereka bisa memproduksi 7-10 botol per hari.
Head of Content Development Rumah Perubahan Daniel Asakarunia mengatakan, dalam seminar web beberapa waktu lalu, pelaku usaha memang perlu mengubah pola pikir saat menghadapi situasi krisis seperti ini.
Pola pikir yang eksploratif perlu dimiliki agar peluang bisnis hadir untuk membantu di tengah situasi sulit. Eksplorasi bisnis juga memungkinkan pelaku usaha mempertahankan karyawan sebagai sumber daya usaha.
”Dalam menjalankan bisnis, kita sering terjebak pada pola pikir yang eksploitatif, yang hanya fokus pada kapabilitas, efisiensi, dan bisnis seperti biasa. Sementara itu, kita perlu memiliki pola pikir eksploratif, yakni mencari cara baru untuk melihat peluang di masa depan,” tuturnya.
Lebih lanjut, pola pikir eksploratif memiliki enam prinsip. Pertama, mencari peluang di tengah kesulitan yang dialami. Kedua, lakukan lebih dengan sedikit sumber daya yang dipunya.
Ketiga, fleksibel dalam berpikir dan bertindak. Keempat, mencari inovasi yang sederhana. Kelima, melibatkan sebanyak-banyaknya orang dalam berinovasi. Keenam, ikuti kata hati.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, seperti dikutip dari Kompas (15/5/2020), berharap UMKM dapat bertahan. Pasalnya, UMKM adalah tulang punggung perekonomian karena menyerap sekitar 97 persen dari total tenaga kerja dan 99 persen dari total lapangan kerja di dalam negeri.
”UMKM yang offline diharapkan juga menggunakan aplikasi online. Untuk itu, pemerintah punya program pelatihan,” pesannya.
Arahan agar UMKM berinovasi di penjualan daring karena platfrom digital dapat memudahkan orang berusaha di masa pandemi Covid-19. Apalagi potensi industri digital di Indonesia sampai tahun 2025 diperkirakan mencapai 82 miliar dollar AS. Potensi itu dua kali lipat dibandingkan nilai ekonomi digital di 2019 yang sekitar 40 miliar dollar AS.