Pengembangan Kawasan Industri Brebes Butuh Gotong Royong Nasional
Studi kelayakan dan rencana induk Kawasan Industri Brebes sedang disiapkan. Ini adalah salah satu kawasan yang ditawarkan Pemprov Jateng dalam menyambut peluang masuknya investasi asing.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pembangunan Kawasan Industri Brebes di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, akan menerapkan model baru yang diharapkan meningkatkan minat serta memudahkan investor. Namun, pelaksanaannya memerlukan gotong royong nasional.
Kawasan Industri Brebes (KI Brebes) ialah salah satu kawasan yang ditawarkan Pemerintah Provinsi Jateng dalam menyambut peluang masuknya investasi asing. Lahan yang disiapkan pada program strategis nasional tersebut seluas 3.976 hektar.
Saat ini, studi kelayakan (FS) dan rencana induk tengah disusun PT Kawasan Industri Kusumawijaya (KIW) sebagai pihak yang ditunjuk Kementerian BUMN untuk mengembangkan KI Brebes. Sekitar 51 persen saham PT KIW dimiliki Kementerian BUMN.
Pengembangan KI Brebes diarahkan agar Indonesia lebih kompetitif dalam menarik investor asing.
Direktur Utama PT KIW Rachmadi Nugroho mengatakan, pengembangan KI Brebes diarahkan agar Indonesia lebih kompetitif dalam menarik investor asing. Selain perizinan, harga tanah menjadi komponen utama dalam pengembangan KI Brebes.
”Pembebasan lahan KI Brebes akan menggunakan Undang-Undang Nomor 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Jadi, harga tanah akan lebih terkendali,” kata Rachmadi dalam wawancara virtual, Selasa (12/5/2020).
Nantinya, lanjut Rachmadi, lahan akan menjadi aset negara, sebagai pemegang hak pengelolaan (HPL). Saat investor masuk, akan dikeluarkan hak guna bangunan (HGB). Hal itu juga akan terhubung dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 yang memudahkan investor.
Dengan model baru tersebut, pengembangan kawasan butuh gotong royong bersama. ”Dalam hal ini, KIW tidak mungkin bergerak sendirian, tetapi berkolaborasi, termasuk mengajak BUMN dan swasta. Juni-Juli 2020, kami targetkan sudah ada konsep konkret,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam bincang khusus dengan RRI.Net, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, lahan 4.000 hektar di Jateng disiapkan untuk kawasan ekonomi khusus industri alat kesehatan dan farmasi. Lahan itu mengarah ke KI Brebes.
Direktur Operasi PT KIW Ahmad Fauzie Nur menambahkan, sejumlah calon investor dari beragam bidang sudah berkomunikasi. Kini pihaknya masih menunggu koordinasi dengan para pelaku industri di bidang alat kesehatan dan farmasi.
Dalam rencana induk, nantinya akan dikolaborasikan bauran industri yang optimal. ”Yang jelas, kami akan mengoptimalkan semua ekosistem bisnis yang ada. Jadi, tak hanya industrinya, tetapi juga komersial, bahkan mungkin residensial. Ini penting untuk menjawab kebutuhan para investor,” tuturnya.
Dengan demikian, diharapkan apa yang terjadi pada 2019 tak terulang. Saat itu, 33 investor yang relokasi dari China tak ada yang masuk Indonesia dan sebagian besar justru ke Vietnam. ”Boleh dibilang, kita sedang berkompetisi dengan Vietnam dan India, yang menangkap peluang perusahaan global yang keluar dari China,” ujarnya.
Adapun KI Brebes tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 79/2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal-Semarang-Salatiga-Demak-Grobogan, Kawasan Purworejo-Wonosobo-Magelang-Temanggung, dan Kawasan Brebes-Tegal-Pemalang.
Dalam lampiran peraturan itu, tertulis estimasi nilai investasi dalam program KI Brebes senilai Rp 2 triliun dan bersumber dari APBN. KI Brebes diarahkan sebagai pembentukan pusat pertumbuhan ekonomi baru untuk memacu pertumbuhan Jateng.
Kompetitif
Wakil Ketua Umum Investasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jateng Bernardus Arwin menuturkan, lokasi Brebes strategis, berada di antara Jakarta dan Semarang. Upah minimum kabupaten (UMK) pun kompetitif. Pada 2020, UMK Brebes sebesar Rp 1.807.614.
Oleh karena itu, peluang terbuka lebar dan harus betul-betul dimanfaatkan. ”Dengan dukungan pemerintah pusat, akan ada percepatan sehingga akan memudahkan pelayanan bagi investor. Apalagi, pengembang utamanya BUMN. Ini akan menjadi prioritas,” katanya.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang, Wahyu Widodo mengatakan, meskipun peluang terbuka, aspek regulasi harus diperhatikan. Sebab, para investor menangkap sinyal dari kemudahan dan layanan yang didapatkan.
Selain itu, kepala daerah, yakni Gubernur Jateng, mesti terus turun tangan proaktif dalam berkoordinasi dengan pemerintah pusat. ”Ini agar permasalahan klasik, seperti pembebasan lahan, bisa tertangani. Hal-hal seperti ini harus terus dipantau,” katanya.