Pengawasan Bus Antardaerah Diperketat di Daerah Istimewa Yogyakarta
Bus antarkota dan antarprovinsi belum beroperasi kembali di Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski demikian, pengawasan terhadap penumpang akan diperketat melalui posko yang sudah didirikan di terminal.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Bus antarkota dan antarprovinsi belum beroperasi kembali di Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski demikian, pengawasan terhadap penumpang akan diperketat melalui posko yang sudah didirikan di terminal. Penumpang yang boleh bepergian juga dibatasi dengan surat keterangan tertentu.
Kepala Balai Terminal dan Perparkiran Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta Arief Rahman Hakim menyampaikan, angkutan bus AKAP tidak beroperasi sejak akhir April 2020. Angkutan yang beroperasi hanya angkutan dalam kota dan bus dengan trayek pendek.
”Di Terminal Jombor (Kabupaten Sleman), ini yang tersisa hanya bus dengan rute Magelang-Yogyakarta. Biasanya bus yang berangkat setiap 15 menit. Ini juga satu setengah jam belum berangkat-berangkat. Penumpangnya tiga sampai lima orang satu kali berangkat,” kata Arief saat ditemui di Terminal Jombor, Kabupaten Sleman, DIY, Sabtu (9/5/2020).
Menurut data dari Dinas Perhubungan DIY, dari awal hingga pertengahan Maret, jumlah penumpang yang tiba mencapai 400-700 orang per harinya di Terminal Jombor. Mulai April jumlah penumpang berkurang drastis menjadi sekitar 50 orang per hari, sedangkan sepanjang Mei jumlah penumpang hanya belasan orang per hari. Rute yang dilayani juga jarak pendek, seperti menuju ke Magelang.
Di Terminal Jombor (Kabupaten Sleman), ini yang tersisa hanya bus dengan rute Magelang-Yogyakarta. Biasanya bus yang berangkat setiap 15 menit. Ini juga satu setengah jam belum berangkat-berangkat. Penumpangnya tiga sampai lima orang satu kali berangkat.
Kondisi serupa ditunjukkan di Terminal Giwangan, Kota Yogyakarta. Jumlah penumpang yang tiba di terminal tersebut sejak awal hingga pertengahan Maret, 2020 sekitar 1.000 orang per hari. Hal yang jauh berbeda terjadi mulai Mei ini. Jumlah penumpang yang tiba hanya sekitar 200 orang per hari. Penumpang tersebut juga merupakan penumpang dari perjalanan rute pendek, seperti dari Yogyakarta-Solo ataupun angkutan dalam kota dan provinsi.
”Sejauh ini belum ada AKAP yang beroperasi lagi. Namun, protokol pencegahan terus kami dorong agar diterapkan oleh para PO (perusahaan otobus),” kata Arief.
Arief menjelaskan, warga yang boleh bepergian harus membawa surat keterangan tertentu. Ada dua surat yang perlu dibawa, yakni surat keterangan sehat dan surat keterangan tugas. Sebab, warga yang diperbolehkan bepergian itu dibatasi hanya yang memiliki kepentingan khusus.
”Dari berangkat sudah kami cek. Kalau tidak memenuhi syarat, mohon maaf kami secara tegas tidak akan memberikan izin keberangkatan. Ini sudah disosialisasikan kepada agen-agen,” ujar Arief.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perhubungan DIY Tavip Agus Rayanto mengungkapkan, prinsip dari pembukaan aktivitas transportasi itu adalah tetap membatasi pergerakan penduduk antardaerah. Sebab, tidak semua pihak yang bisa melakukan perjalanan jarak jauh. Hanya mereka yang mempunyai keperluan tertentu yang disertai surat tugas dari instansi masing-masing.
Tavip menyatakan, pengawasan di daerah perbatasan DIY juga akan terus berlangsung. Pengendara ataupun penumpang yang tidak memenuhi syarat pembatasan fisik dan tidak membawa surat-surat keterangan yang diminta akan tetap ditindak tegas. Tindakannya berupa permintaan untuk putar balik.
”Jika ketentuan yang diminta tidak dipenuhi, kami akan meminta mereka balik. Mereka harus menunjukkan KTP, menunjukkan surat tugas, ke mana dan berapa lama. Itu harus dicantumkan. Paling penting adalah surat keterangan sehat,” kata Tavip.