Problem yang Dihadapi Nelayan Saat Pandemi Covid-19 Butuh Penanganan Serius
Anjloknya harga ikan di tengah pandemi berpotensi mengancam kelangsungan produksi perikanan serta kesejahteraan nelayan. Penanganan serius diperlukan untuk menyelamatkan pelaku usaha perikanan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 dinilai mengubah banyak hal, termasuk di sektor perikanan dan kelautan. Nasib nelayan saat ini terpuruk akibat anjloknya harga ikan hingga 50 persen sejalan dengan kian masifnya pembatasan sosial dan lesunya permintaan. Skema baru diperlukan untuk menyelamatkan pelaku usaha perikanan.
Dekan Fakultas Perikanan Kelautan Universitas Khairun, Ternate, M Janib Achmad mengemukaan, anjloknya harga produksi ikan tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan saat melaut. Jika tidak segera ditangani, ini dapat berdampak pada berhentinya sektor produksi dan kerugian nelayan.
Di hilir, gudang pendingin tak beroperasi maksimal untuk menyerap ikan, armada pengangkutan terhambat, dan industri pengolahan tutup sementara. ”Pemerintah perlu memastikan sektor produksi, dari nelayan dan pembudidaya ikan, tetap terjaga untuk memastikan pasokan pangan,” ujar Janib saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (5/5/2020).
Untuk mengantisipasi persoalan dan menjaga perekonomian nelayan tetap berjalan, pemerintah perlu segera memberikan stimulus ke rumah tangga nelayan, pekerja industri, dan penjaminan pangan agar kegiatan ekonomi masyarakat di sektor kelautan dan perikanan tetap berjalan.
Selain itu, pemerintah perlu mendata produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya dengan memperhatikan kesiapan infrastruktur gudang pendingin. Di sisi pasar, pemerintah perlu mendorong pasar lokal secara daring, sedangkan untuk pemasaran yang berskala besar perlu bekerja sama dengan BUMN untuk meningkatkan pembelian ikan hasil tangkapan nelayan dan pembudidaya.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, dalam tiga bulan ke depan, hingga Juni 2020, panen budidaya ikan laut diproyeksikan mencapai 4.401 ton, udang sebanyak 105.000 ton, dan ikan air tawar 341.494 ton.
Sejumlah upaya ditempuh untuk menyelamatkan harga di tingkat produsen. Kementerian Kelautan dan Perikanan menugaskan BUMN bidang perikanan untuk menyerap hasil tangkapan nelayan dan produksi pembudidaya untuk mengatasi harga ikan yang anjlok. Upaya itu antara lain dengan memberikan pinjaman ke PT Perikanan Nusantara (Perinus) dan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) senilai Rp 60 miliar untuk menyerap 3.000 ton ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, kerja sama dengan BUMN perikanan merupakan salah satu upaya untuk mendorong penyerapan hasil perikanan serta mengatasi praktik spekulan yang menekan harga di tingkat nelayan dan pembudidaya ikan.
Fasilitas pinjaman diberikan melalui Badan Layanan Usaha Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU-LPMUKP). Kesepakatan yang ditandatangani pekan lalu itu diharapkan mendorong penyerapan ikan dari mitra BUMN, nasabah BLU-LPMUKP, serta nelayan dan pembudidaya ikan.
Direktur BLU-LPMUKP Syarif Syahrial mengemukakan, debitor LPMUKP didominasi nelayan dan pembudidaya ikan. Pandemi Covid-19 telah memukul usaha nelayan dan pembudidaya akibat serapan yang minim dan hambatan distribusi. Dengan kucuran pinjaman itu, BUMN Perikanan diharapkan dapat meningkatkan serapan hasil produksi.
Upaya besar
Syahrial menambahkan, sekitar 80 persen dari total nasabah BLU-LPMUKP merupakan nelayan dan pembudidaya ikan, serta selebihnya di sektor perdagangan dan pengolahan. Dampak pandemi covid-19 diprediksi membuat tingkat kredit bermasalah (NPL) meningkat.
Sebanyak 113 kelompok usaha atau 15 persen dari 800 kelompok nelayan dan pembudidaya debitor LPMUKP telah mengajukan restrukturisasi pinjaman, berupa tunda bayar pokok pinjaman dan bunga untuk jangka enam bulan hingga Oktober 2020. Pinjaman dana BLU-LPMUKP memiliki tingkat suku bunga yang dipatok 3 persen per tahun.
Nelayan yang merupakan produsen pangan justru kesulitan mencukupi kebutuhan pangan di tengah pandemi.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Susan Herawati mengemukakan, pandemi Covid-19 telah membuat nelayan kesulitan memperoleh BBM, harga bahan pokok meningkat, dan kelangkaan bahan pokok.
Nelayan yang merupakan produsen pangan justru kesulitan mencukupi kebutuhan pangan di tengah pandemi. Perlu upaya besar negara untuk membantu pemenuhan pangan nelayan sesuai mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.