Banjir Terjang Sembilan Kecamatan di Barito Utara dan Jalur Trans-Kalimantan
Banjir melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah dalam seminggu belakangan. Di Kabupaten Barito Utara, banjir merendam sembilan kecamatan, lalu jalur Trans-Kalimantan juga terendam banjir dan menyebabkan kemacetan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Banjir melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah dalam seminggu belakangan. Di Kabupaten Barito Utara, banjir merendam sembilan kecamatan, lalu jalur Trans-Kalimantan juga terendam banjir dan menyebabkan kemacetan panjang.
Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Barito Utara Rizaldi Hadi mengungkapkan, setidaknya terdapat 9 kecamatan yang direndam banjir dengan beragam tinggi muka air.
Sudah seminggu ini banjirnya naik turun. Hampir seluruh desa di sepanjang Sungai Barito terendam, kami masih melakukan pendataan penduduk yang terdampak.
Kesembilan kecamatan itu antara lain Kecamatan Gunung Timang, Lahei Barat, Lahei Timur, Teweh Tengah, Teweh Baru, Teweh Selatan, Montallat, Teweh Timur, dan Kecamatan Lahei.
”Sudah seminggu ini banjirnya naik turun. Hampir seluruh desa di sepanjang Sungai Barito terendam, kami masih melakukan pendataan penduduk yang terdampak,” kata Rizaldi saat dihubungi dari Palangkaraya, Selasa (5/5/2020).
Rizaldi menjelaskan, di Kota Muara Teweh sebagai ibu kota Kabupaten Barito Utara, banjir mencapai ketinggian 1,2 meter hingga 1,5 meter. Banjir itu disebabkan luapan dua anak sungai Barito, yakni Sungai Montallat dan Sungai Teweh.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pemberdayaan Desa Kabupaten Barito Utara Eveready Noor menjelaskan, pihaknya mendata setidaknya terdapat 13.874 keluarga yang tersebar di 74 desa terdampak banjir. Namun, hingga kini belum ada yang dievakuasi keluar dari desa atau rumahnya.
”Kami sudah salurkan bantuan beras ke sejumlah keluarga sesuai data yang terdampak banjir ini, lebih kurang ada 100.000 kilogram beras,” kata Noor.
Selain di Kabupaten Barito Utara, banjir juga merendam jalur Trans-Kalimantan antara Kota Palangkaraya dan Kabupaten Pulang Pisau tepatnya di wilayah Bukit Rawi. Jalur ini menghubungkan lima kabupaten dan dua provinsi, yakni Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Luapan Sungai Kahayan
Dari pantauan Kompas, banjir berasal dari luapan Sungai Kahayan dan rawa gambut di sekitar jalan. Pengguna jalan tidak bisa melihat lubang-lubang jalan yang setiap tahun rusak itu. Hal itu juga menyebabkan kemacetan lebih kurang 2 kilometer.
Kemacetan itu sudah terjadi sejak pukul 12.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Meskipun di tengah pandemi, jalur itu tetap ramai dilalui pengguna jalan. Bahkan, warga sekitar yang memiliki kelotok pun menyewakan perahu kayu itu untuk mengangkut motor yang ingin menyeberang jalan.
”Saya sudah menunggu tiga jam lebih, tetapi antrean seperti tidak jalan, ada lubang besar di sana yang membuat kami jalannya harus ngantri tidak bisa sekalian jalan dua arah,” kata Seba Munta (34), warga Barito Selatan yang lewat di jalur itu bersama keluarganya.
Seba mengungkapkan, dirinya ingin pulang ke kampung karena dirumahkan sementara dari tempat kerjanya di Kota Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah. Ia harus menempuh jarak sekitar 106 kilometer menuju rumahnya dari Palangkaraya.
Jalur tersebut setiap tahun selalu dilanda banjir. Bahkan dalam setahun bisa dua hingga tiga kali lokasi itu direndam banjir yang membuat setiap tahun juga jalan itu rusak.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah saat ini sedang membangun pile slab atau jembatan penghubung jalan untuk mengatasinya tetapi dalam empat bulan belakangan pengerjaannya terhenti karena menunggu anggaran.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Kalimantan Tengah Shalahudin mengungkapkan, total anggaran yang dibutuhkan untuk membangun jembatan itu sebesar Rp 400 miliar. Jembatan itu dibangun sepanjang lebih kurang 4 kilometer.
Untuk pembangunannya, lanjut Shalahudin, dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) murni 2018 atau setidaknya pada APBN Perubahan 2018 lalu dan akan dilanjutkan tahun depan.
”Karena jalan ini statusnya jalan nasional, maka penanganannya melalui APBN. Kita upayakan ini bisa dikerjakan secepatnya agar jalur ini bisa digunakan maksimal,” ungkap Shalahudin.