Meski Berat, Pelaku Usaha Tetap Berupaya Pertahankan Karyawan
Di tengah pelemahan ekonomi akibat Covid-19, pelaku usaha melakukan berbagai cara untuk menyesuaikan diri serta mempertahankan usaha dan karyawan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Perlambatan ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19 telah membuat pendapatan perusahaan anjlok. Pemutusan hubungan kerja (PHK) pun tak terelakkan. Hingga kini, 2,8 juta pekerja telah dirumahkan dan dikenai PHK.
Meski demikian, masih banyak perusahaan yang tetap berupaya memutar roda bisnis sehingga tak perlu melakukan PHK terhadap karyawannya.
Dimas Akbar, pengusaha katering dan pembina UMKM, dalam diskusi daring ”Mencegah PHK Massal Menyelamatkan Ekonomi Nasional”, Jumat (17/4/2020), mengatakan, dirinya telah mencoba berkomunikasi dengan para karyawannya mengenai kondisi usahanya saat ini. Pembatasan sosial yang diimbau pemerintah membuat kegiatan massal yang membutuhkan jasa mereka dilarang untuk dilakukan.
Sejauh ini ia masih bisa menggaji karyawannya. Bahkan, jika dampak dari pandemi berlangsung panjang, ia telah berencana menjual atau menggadaikan aset usahanya agar tetap bisa menggaji karyawannya.
”Kondisi ini membuat kami, pelaku UMKM, harus beradaptasi dan kreatif agar tetap bertahan. Ada anggota saya yang tadinya usaha agen wisata menyesuaikan diri dengan berjualan ikan segar. Sebegitunya upaya kami, pelaku UMKM, demi bisa membayar gaji dan meminimalkan PHK walaupun PHK tidak bisa dihindari sepenuhnya,” ungkapnya.
Perusahaan produk solusi pertanian, seperti PT Royal Agro Indonesia, juga harus beradaptasi dengan kondisi pandemi. Salah satu upaya beradaptasi, kata CEO Royal Agro Indonesia Final Prajnanta, adalah dengan menebar virus optimisme kepada karyawan.
”Kami sudah berdiskusi dengan karyawan sejak awal Februari kira-kira risiko apa yang ditimbulkan, apa ada penundaan kenaikan gaji, atau ada pemotongan gaji. Intinya, ada sikap transparansi. PHK harus dihindari sebisa mungkin," katanya dalam acara yang sama.
Selain itu, strategi diversifikasi usaha dari pelaku usaha, menurut dia, juga perlu dilakukan agar bisa tetap bertahan di tengah krisis. Meski perusahaan tersebut masih bisa bertahan, Final berpendapat, bantuan langsung dari pemerintah juga dibutuhkan.
Baik Dimas maupun Final mengaku belum merasakan stimulus yang diberikan pemerintah. Mereka berharap setidaknya insentif atau bantuan yang ada bisa menggairahkan daya beli masyarakat dan meningkatkan efisiensi bagi pelaku usaha untuk berproduksi.
Tambah bantuan
Agar perusahaan mampu mempertahankan karyawan dan tidak melakukan PHK, subsidi gaji dinilai bisa menjadi opsi insentif dari pemerintah. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno.
Pendapat tersebut mencontoh kebijakan Pemerintah Singapura yang membayarkan 25 persen hingga 75 persen gaji sekitar 1,9 juta angkatan kerja formalnya. Nilai itu disesuaikan dengan dampak pandemi pada jenis usaha.
”Subsidi gaji ini bisa kita lakukan karena insentif diberikan berbasis data, misalnya lewat data pemilik BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya dalam diskusi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengusulkan adanya penambahan dan pengoptimalan bantuan bagi pekerja yang terdampak melemahnya usaha di tengah pandemi.
Penggratisan biaya internet, seperti yang dilakukan Pemerintah Malaysia, menurut dia, perlu dilakukan di Indonesia. Langkah ini perlu untuk mendukung kebutuhan digital yang meningkat.
Tak hanya itu, penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, elpiji 3 kg untuk rumah tangga dan gas untuk industri, serta diskon listrik untuk pengguna nonsubsidi juga dinilai penting untuk mendukung pelaku usaha, khususnya UMKM.
Dahulukan efisiensi
Agar pemerintah bisa mengeluarkan insentif untuk kebutuhan dasar tersebut, Bhima menyarankan pemerintah mengutamakan efisiensi daripada berutang. Seperti diketahui, pemerintah berencana berutang pada Bank Indonesia melalui surat utang yang dinamakan pandemic bond.
Surat utang ini akan dipakai untuk mendanai insentif ekonomi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19
”Ini adalah penerbitan surat utang terbesar oleh pemerintah dan akan membuat anak cucu kita menanggung beban dari krisis di 2020. Apakah tidak ada opsi lainnya? Menurut saya, opsi utang itu terakhir setelah optimalisasi realokasi anggaran,” ujar Bhima.
Realokasi anggaran yang diusulkan Bhima, di antaranya pengalihan biaya program Kartu Prakerja untuk bantuan langsung tunai. Pelatihan kerja, menurut dia, tidak efektif jika masyarakat tidak memiliki akses internet yang cukup dan tidak mendapatkan pelatihan yang sesuai kondisi.
”Jika pandemic bond tetap diberlakukan, pemerintah perlu menjadikan moral hazard sebagai perhatian. Jangan sampai, misalnya, bantuan kredit diberikan pada perusahaan yang manajemennya buruk sebelum adanya pandemi. Lalu, pemerintah juga bisa buat perjanjian dengan pelaku usaha agar jangan PHK, kalau tidak, stimulus ditarik,” tuturnya.