Semakin Adaptif dengan Teknologi di Banyak Lini
Tinggal di rumah bukan lagi jadi pilihan, melainkan cara untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Tak perlu risau, penjual dan pembeli kini sudah beradaptasi dengan situasi terkini dalam bertransaksi.
Manusia beradaptasi dengan kondisi dan situasi. Dalam pemenuhan kebutuhan pada masa pandemi Covid-19, transaksi jual-beli kian adaptif. Penjual dan pembeli tak melulu bertemu langsung, tetapi bisa lewat teks di layar telepon seluler. Pembayaran transaksi tak harus tunai, tetapi bisa lewat platform digital.
Rizky kembali duduk di sadel sepeda motornya. Sesaat ia menyeimbangkan badan di ujung depan sadel. Di bagian tengah dan belakang sadel, dus berbagai ukuran menumpuk dan melebar di kanan-kiri sadel, diikat tali. Semua kardus itu mesti diantarkan kepada pemilik masing-masing, sebelum hari berganti.
Kasus Covid-19 untuk pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada 2 Maret 2020. Sejak saat itu, barang dan paket yang mesti diantar Rizky dan rekan-rekannya di perusahaan jasa pengiriman barang dan logistik kian bertambah.
Pada hari-hari biasa, rata-rata Rizky mengambil paket untuk 60 alamat di titik kumpul dan distribusi paket di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Ia lantas mengantar seluruh paket itu ke alamat tujuan di kawasan BSD, Tangerang Selatan, Banten, yang menjadi tanggung jawabnya.
”Jumlah itu sebelum ada Covid-19. Setelah ada kasus Covid-19, saya bisa mengantar paket ke 90 alamat dalam sehari,” tutur Rizky, sesaat sebelum melaju di atas sepeda motornya.
Seluruh paket itu adalah hasil belanja konsumen di laman belanja dalam jaringan. Sejak Covid-19 merebak di Indonesia, sebagian konsumen memilih tidak belanja secara langsung ke toko atau pasar. Umumnya, konsumen menghindari interaksi secara langsung dengan kerumunan sehingga memilih untuk belanja secara daring.
Vivi, penjual kembali (reseller) sabun cair untuk mencuci tangan dan pembersih lantai, sejak dua pekan lalu, tak lagi membuka tokonya di pasar modern di kawasan BSD. Untuk sementara, ia mengangkut barang dagangannya ke garasi rumahnya.
”Di rumah lebih tenang saat kondisi begini. Di pasar juga sedang sepi,” katanya.
Ia tercatat sebagai pemilik toko atau penjual di salah satu pasar daring. Pesanan melalui pasar daring itu melonjak seiring kesadaran orang untuk menjaga kebersihan dan mencuci tangan. Sepanjang hari, sejak pagi, puluhan pengemudi ojek daring sudah menyambangi rumah Vivi. Mereka membawa pesanan untuk diantar ke rumah pembeli.
Sementara, Siman, penjual sayur-mayur dan bahan lauk-pauk tetap membuka kiosnya di BSD. Sejak pukul 05.30, berbagai jenis sayuran, ikan, tahu, tempe, dan bumbu-bumbu sudah siap menyambut pembeli. Sekitar pukul 08.00, pembeli kian banyak, tak ingin kehilangan kesempatan membeli sayuran segar.
Ria, salah satu pembeli, sebenarnya enggan membeli langsung di warung itu. ”Apa boleh buat, ada yang mesti dibeli. Semalam saya tidak sempat memesan ke Bang Siman,” katanya.
Rupanya, selama pandemi Covid-19, Siman menerima pesanan dari pembeli melalui layanan pesan Whatsapp. Setiap sore hingga malam, Siman mendata pesanan yang masuk dari pelanggannya. Keesokan paginya, setelah barang dagangannya siap, bersama istri dan karyawannya, Siman membagi-bagi sayuran, ikan, tempe, daging ayam, tahu, telur, dan bumbu-bumbu berdasarkan pesanan pelanggannya.
”Setelah itu, diantar ke tiap rumah sesuai alamat,” kata Siman.
Pagi itu, salah seorang karyawannya membawa beberapa kantong plastik dengan beragam isi, yang siap diantar ke pelanggan. ”Ini baru di satu kluster. Nanti balik lagi, antar ke kluster yang lain,” kata Siman.
Ia maklum saja dengan pesanan pelanggan yang semakin banyak. Bahkan, ia memahami alasan pelanggan yang enggan berbelanja langsung ke warungnya, dengan alasan menghindari orang lain karena menjaga jarak sosial demi mencegah penyebaran Covid-19.
Sementara itu, toko ritel juga membuka peluang bagi konsumen untuk memesan melalui pesan singkat Whatsapp. Hypermart, yang sebenarnya sudah memiliki layanan pemesanan dalam jaringan (daring) juga membuka layanan pemesanan melalui Whatsapp.
Selama pandemi Covid-19, Siman menerima pesanan dari pembeli melalui layanan pesan Whatsapp.
Konsumen cukup memesan produk yang akan dibeli melalui nomor Whatsapp setiap cabang yang paling dekat dengan tempat tinggal konsumen. Selanjutnya, admin atau pemegang nomor Whatsapp akan membalas dan mencarikan barang yang dipesan konsumen. Setelah ada konfirmasi mengenai barang yang dibeli dan barang yang tersedia, dilanjutkan dengan pembayaran. Setelah itu, barang dikirim ke konsumen, dikenai biaya antar.
Himawan mengaku memanfaatkan layanan tersebut untuk membeli telur. Dengan biaya antar Rp 15.000, telur tiba di rumahnya di Jakarta Timur, pada hari yang sama saat ia memesan.
Pembayaran
Di tengah situasi pandemi Covid-19, penjual dan pembeli beradaptasi dengan cara belanja yang mengurangi pertemuan langsung. Selain pemesanan melalui jalur telekomunikasi dan laman perdagangan secara elektronik (e-dagang), penjual dan pembeli juga beradaptasi dengan teknologi digital dalam sistem pembayaran.
Dalam siaran pers Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Selasa (14/4/2020), disebutkan, transaksi nontunai menggunakan anjungan tunai mandiri, kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik pada Februari 2020 menurun. Hal ini sejalan dengan penurunan aktivitas ekonomi. Namun, pembayaran masyarakat menggunakan transaksi digital pada Maret 2020 diperkirakan meningkat.
”Kondisi ini sejalan dengan kenaikan kebutuhan transaksi ekonomi dan keuangan digital pada periode pembatasan mobilitas masyarakat,” jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko.
Berdasarkan data di laman BI, pada Januari 2020, terjadi 457.944.919 transaksi uang elektronik dengan nilai Rp 15,872 triliun. Adapun pada Februari 2020 turun menjadi 431.467.683 transaksi dengan nilai Rp 15,178 triliun.
Berkaca dari Siman yang menerima pembayaran secara tunai maupun transfer. ”Bebas, silakan saja, saya percaya saja ke pembeli,” katanya, sambil menuliskan nomor rekeningnya di kertas bon yang akan disertakan di dalam plastik belanjaan.
Plastik berisi sayuran, daging ayam, dan bumbu-bumbu itu akan diantar karyawannya ke rumah pembeli.
Baca juga : Pemesanan Bahan Pangan lewat Daring Melonjak
Sementara, konsumen Hypermart diberi dua pilihan, yakni membayar secara tunai dan dompet elektronik OVO. Jika konsumen memilih membayar dengan OVO, karyawan yang mengantar barang ke rumah pembeli akan membawa mesin pemindai kode baca cepat ke rumah konsumen.
Di laman e-dagang, pilihan cara pembayaran bagi konsumen juga semakin banyak. Bisa melalui transfer, kartu kredit, tunai, atau uang elektronik. Konsumen bisa memilih cara pembayaran yang akan digunakan, yang mestinya disesuaikan dengan kondisi dan situasi terkini.
PT Bank CIMB Niaga Tbk, bahkan menangkap situasi ini dengan membebaskan biaya meningkatkan saldo dompet elektrobik GoPay, melalui layanan internet banking dan mobile banking CIMB Niaga. Biasanya, nasabah dikenai biaya Rp 1.000 setiap kali menambah saldo GoPay melalui layanan CIMB Niaga tersebut.
”Transaksi nontunai penting untuk menekan potensi penyebaran virus korona tipe baru melalui kontak fisik,” kata Head of Digital Banking, Branchless, CIMB Niaga Bambang Karsono Adi.
Mengacu pada hasil survei Bain & Company, Google, dan Temasek, teknologi digital kian meluas penggunaannya. Masyarakat juga semakin akrab dengan teknologi digital. Termasuk usaha kecil dan menengah, yang 76 persennya siap menerima pembayaran digital dalam tiga tahun mendatang.
Di tengah kondisi yang masih belum menentu, tinggal di rumah demi mencegah penyebaran Covid-19 jadi hal utama yang mesti dilakukan. Toh, pilihan untuk memenuhi kebutuhan masih tetap tersedia melalui kemudahan teknologi.