Dana Moneter Internasional (IMF) yang memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan minus 3 persen tahun ini membuat pelaku pasar saham dalam negeri kalang kabut. Dampaknya, IHSG gagal lanjutkan penguatan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks Harga Saham Gabungan gagal melanjutkan penguatan yang terjadi sejak awal pekan ini setelah tersandung prediksi pelemahan ekonomi dunia. Sentimen internal berupa surplus neraca perdagangan Indonesia juga gagal mengangkat IHSG kembali ke zona hijau.
IHSG pada perdagangan Rabu (15/4/2020) ditutup merosot 1,71 persen atau 80,58 poin ke level 4.625,9. Kondisi IHSG yang anjlok itu sejalan dengan indeks 45 saham terbaik versi Bursa Efek Indonesia atau LQ45 yang merosot 17,81 poin atau 2,5 persen ke level 694,44.
Dari seluruh saham yang diperdagangkan, harga 131 saham naik, 277 saham turun, dan 130 saham tetap. Frekuensi saham yang ditransaksikan sebanyak 597.206 kali dengan volume perdagangan 9,99 miliar lembar senilai Rp 7,03 triliun. Adapun investor asing mencatatkan aksi jual bersih Rp 468,27 miliar di pasar reguler. Sementara kapitalisasi pasar Rp 5.373,592 triliun.
Head of Research Analyst FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan, penurunan IHSG dipengaruhi sentimen negatif datang dari laporan Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan perekonomian global akan terkontraksi 3 persen pada 2020.
Proyeksi tersebut anjlok 6,3 persen dari Januari 2020 saat IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksi 3,3 persen tahun ini. Adapun perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh 0,5 persen pada 2020.
”Selain khawatir dengan pertumbuhan ekonomi dunia, merosotnya IHSG sejalan dengan pergerakan bursa regional akibat kekhawatiran dampak negatif pandemi Covid-19 yang meluas,” ujarnya.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, surplus neraca perdagangan gagal membangun sentimen positif terhadap pelaku pasar saham.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan pada Maret 2020 sebesar 743,4 juta dollar AS. Pada triwulan I-2020, neraca perdagangan surplus 2,619 miliar dollar AS, berbalik arah dari Januari-Maret 2019 yang defisit 62,8 juta dollar AS.
”Tekanan menjadi lebih parah karena indeks saham AS menurun akibat investor asing masih tidak berhenti melepas saham setelah pengumuman proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari IMF,” kata Wiliam.
Pelemahan terjadi merata di bursa saham regional Asia, di antaranya indeks Nikkei Jepang melemah 88,7 poin atau 0,45 persen ke level 19.550,1, indeks Hang Seng Hong Kong melemah 290,1 poin atau 1,19 persen ke level 24.145,3, dan indeks Straits Times Singapura melemah 39,06 poin atau 1,48 persen ke level 2.595,51.
Surplus neraca perdagangan gagal membangun sentimen positif terhadap pelaku pasar saham.