Pemerintah Pusat Ancam Tunda atau Batalkan DAU dan DBH Daerah
Pemerintah pusat akan menunda, bahkan membatalkan, penyaluran dana alokasi umum dan dana bagi hasil ke daerah yang belum melaporkan realokasi belanja untuk penanganan Covid-19.
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat akan menunda bahkan membatalkan penyaluran dana alokasi umum dan dana bagi hasil ke daerah yang belum melaporkan realokasi belanja untuk penanganan Covid-19. Sanksi diberikan untuk meningkatan kepatuhan daerah dalam penyesuaian postur APBD 2020.
Penundaan dan atau pembatalan penyaluran dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119 Tahun 2020 tentang Percepatan Penyesuaian Anggaran dan Belanja Daerah Tahun 2020 dalam rangka Penanganan Covid-19, serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional.
Regulasi itu menyebutkan, penundaan penyaluran DAU dan atau DBH dilakukan sampai dengan kepala daerah menyampaikan laporan hasil penyesuaian APBD 2020. Adapun pembatalan penyaluran DAU dan atau DBH berlaku bagi daerah yang tidak melakukan atau menyerahkan laporan hasil penyesuaian APBD 2020.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan, pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian postur APBD 2020 di tengah pandemi Covid-19. Belanja yang sifatnya kurang mendesak harus direalokasi untuk sektor kesehatan, jaring pengaman sosial, dan penguatan sektor ekonomi terdampak.
”Sanksi penundaan dan pembatalan penyaluran DAU dan DBH untuk mendorong kepatuhan pemerintah daerah,” kata Astera, yang dihubungi pada Selasa (14/4/2020).
Pada 2020, Kementerian Keuangan mengalokasikan transfer dana ke daerah dan dana desa sebesar Rp 762,72 triliun. Alokasi transfer ke daerah dan dana desa menurun dari semula Rp 856,94 triliun dalam APBN 2020. Adapun alokasi DAU sebesar Rp 384,38 triliun, sedangkan DBH sebesar Rp 89,81 triliun.
Untuk penanganan Covid-19, pemerintah daerah diminta melakukan rasionalisasi belanja pegawai yang tidak mendesak, dan pemangkasan belanja barang atau jasa, serta belanja modal sekurang-kurangnya 50 persen.
Astera mengatakan, pemangkasan belanja barang atau jasa terutama untuk perjalanan dinas, honor tenaga ahli/instruktur/narasumber, serta sosialiasi atau pertemuan tidak mendesak yang melibatkan banyak orang. Adapun pemangkasan belanja modal digunakan untuk pengadaan kendaraan dinas dan operasional.
Menurut catatan Kementerian Keuangan, rata-rata alokasi belanja pegawai dalam APBD 36 persen, belanja perjalanan dinas 13,4 persen, dan belanja jasa kantor 17,5 persen.
”Pemangkasan atau realokasi belanja sesuai kebutuhan, tetapi harus serius dalam mengalokasikan penanganan Covid-19,” kata Astera.
Hingga akhir pekan lalu, Kementerian Dalam Negeri telah menerima laporan realokasi anggaran dari 34 pemerintah provinsi dan 468 kabupaten/kota atau setara dengan 90,82 persen dari total daerah yang ada.
Ada 46 kabupaten/kota dan pada umumnya di Indonesia bagian timur yang belum melaporkan realokasi anggaran APBD. (Kompas, 14/4/2020)
Fiskal daerah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, pemerintah daerah untuk mewaspadai kondisi fiskal masing-masing daerah. Penurunan penerimaan negara yang diproyeksikan mencapai 10 persen akan berimbas ke pemotongan transfer dana ke daerah sekitar Rp 94 triliun untuk tahun 2020.
”Pemotongan transfer ke daerah hanya tahun 2020. Sejauh ini belum ada kebijakan pemotongan untuk tahun 2021,” kata Sri Mulyani.
Pemotongan transfer dana ke daerah akan dilakukan secara hati-hati. Kementerian Keuangan akan melihat kapasitas dan kondisi fiskal setiap daerah sehingga pemotongan tidak pukul rata. Pemotongan anggaran harus dilakukan mengingat kontraksi penerimaan negara tahun 2020 cukup dalam.
Sri Mulyani menuturkan, kondisi fiskal daerah akan tertekan akibat penurunan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD), selain dari pemotongan transfer ke daerah. PAD akan turun signifikan terutama di daerah-daerah Pulau Jawa karena aktivitas ekonomi menurun akibat Covid-19.
”PAD di Pulau Jawa akan turun tajam, hingga 40 persen. Bahkan, DKI Jakarta sebagai episentrum Covid-19, PAD-nya bisa menurun hingga 50 persen,” ujar Sri Mulyani.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menambahkan, kapasitas fiskal pemerintah daerah sangat terbatas untuk penanganan Covid-19. Sebagian besar sumber pendanaan di sejumlah daerah bergantung pada transfer pemerintah pusat. Selain bergantung pada transfer dari pusat, anggaran di daerah juga terbatas selama periode Januari-Maret karena faktor siklus anggaran.
”Pemerintah daerah sudah paham dan mengerti kebijakan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Namun, masalahnya, dana di daerah tidak ada,” kata Robert.
Pemerintah daerah umumnya masih menggunakan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan Januari-Maret. Hal itu karena transfer dari pusat ataupun pendapatan asli daerah baru optimal memasuki triwulan II. Karena itu, kebijakan realokasi anggaran seharusnya dibarengi percepatan transfer anggaran.