Ada banyak unit usaha Pertamina yang bisnisnya bukan bisnis utama dalam hal penyediaan energi. Oleh karena itu, perlu perampingan unit usaha agar lebih efisien.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) dinilai sebaiknya berfokus pada usaha penyediaan energi di Indonesia. Sebab, mulai tahun ini hingga tahun depan, ada 25 unit usaha Pertamina yang akan dipangkas demi efisiensi. Hal itu menyusul rencana Kementerian BUMN yang melanjutkan program perampingan anak cucu perusahaan yang tak efisien dan bukan menjadi usaha inti.
Pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi pada Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, Pertamina sebaiknya berfokus menjadi perusahaan penyedia energi di Indonesia. Menurut dia, bisnis minyak dan gas bumi adalah bisnis yang utama bagi Pertamina. Usaha di bidang lain yang tidak berhubungan langsung dengan penyediaan energi sebaiknya dilepaskan.
”Migas tetap menjadi bisnis yang utama. Sejalan dengan transisi energi, cepat atau lambat akan ada pergeseran komposisi energi yang ditangani Pertamina. Namun, identitas dan bidang usahanya harus tetap sebagai penyedia energi,” ujar Pri Agung saat dihubungi di Jakarta, Minggu (5/4/2020).
Unit bisnis yang dipertahankan pun sebaiknya tidak menjadi beban bagi induk perusahaan, tetapi malah menjadi penopang.
Pri Agung menambahkan, terkait bisnis lain Pertamina di bidang jasa, masih relevan dipertahankan, terutama yang masih berhubungan dengan operasional migas. Contohnya adalah bisnis jasa pengeboran, jasa survei geologi atau seismik, maupun jasa penunjang migas lainnya. Unit bisnis yang dipertahankan pun sebaiknya tidak menjadi beban bagi induk perusahaan, tetapi malah menjadi penopang.
”Contohnya adalah jasa trading yang dimiliki perusahaan migas internasional berskala besar justru menjadi penopang bagi induk usaha mereka di saat harga minyak sedang jatuh,” kata Pri Agung.
Dalam keterangan tertulis, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, pihaknya sedang mengusulkan 25 entitas usaha untuk dimasukkan dalam program rasionalisasi ke Kementerian BUMN. Pertamina telah mengkaji ke-25 entitas usaha tersebut dan diusulkan untuk dilikuidasi atau didivestasikan.
”Dari 25 perusahaan itu, sebagian besar adalah usaha afiliasi atau cucu dan cicit perusahaan di bidang hulu dan hilir migas yang memang sudah tidak aktif atau tidak beroperasi lagi,” kata Fajriyah.
Pertamina, lanjut Fajriyah, menjamin tidak akan ada perampingan karyawan sebagai dampak rasionalisasi 25 entitas usaha tersebut. Mereka akan dikaryakan di unit usaha lain milik Pertamina. Hanya, ia tidak menyebutkan berapa jumlah karyawan dari 25 perusahaan tersebut.
”Tahap selanjutnya, kami terus mengkaji secara mendalam entitas usaha mana yang bisa dilikuidasi, digabungkan, atau didivestasikan. Tidak tertutup kemungkinan pula akan ada akuisisi apabila diperlukan untuk memperkuat bisnis utamanya,” ujar Fajriyah.
Dalam laporan tahunan 2018, Pertamina tercatat memiliki 26 anak usaha. Namun, apabila dijumlahkan dengan cucu dan cicit perusahaan, beserta afiliasinya, terdapat 142 perusahaan di bawah naungan Pertamina. Dari 26 anak usaha tersebut, selain membidangi bisnis hulu dan hilir migas beserta jasa penunjangnya, ada juga yang bergerak di sektor perhotelan, perkapalan, jasa konsultasi pengembangan sumber daya manusia, asuransi, kesehatan (rumah sakit), dan transportasi.
Pertamina menginvestasikan anggaran sebesar 7,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 110 triliun pada 2020. Investasi tahun ini melonjak cukup signifikan dibandingkan dengan realisasi 2019 yang sebesar 4,2 miliar dollar AS. Sekitar 47 persen dari total investasi tahun ini diperuntukkan di sektor hulu.
Pada tahun ini, produksi migas Pertamina ditargetkan sebesar 923.000 barel setara minyak per hari (BOEPD). Target itu lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi produksi migas 2019 yang sebanyak 906.000 BOEPD. Pertamina akan lebih agresif dalam mencari dan menemukan sumber cadangan migas yang baru.