Pelaku UMKM Meminta Pemerintah Segera Merealisasikan Insentif
Pelaku UMKM yang berjualan secara konvensional tidak dapat menjual produknya. Mereka yang berjualan secara daring, banyak dibatalkan pesanannya. Kondisi ini menurunkan omzet usaha, padahal THR pekerja perlu diberikan.
Oleh
cyprianus anto saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wabah Covid-19 mengganggu kegiatan bisnis pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM dan menyebabkan omzet turun drastis. Untuk itu, pelaku UMKM menanti dukungan dan realisasi insentif dari pemerintah.
Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur Nur Cahyudi, Rabu (1/4/2020), mengatakan sudah ada beberapa masukan dari sejumlah anggota Forkas. Mereka meminta pemerintah segera merealisasikan kebijakan relaksasi bagi UKM yang terdampak Covid-19.
UMKM di sektor pariwisata di Jawa Timur misalnya. Sepinya wisatawan domestik dan mancanegara karena imbas Covid-19 menurunkan omzet pelaku UMKM di usaha makanan minuman.
”Mereka juga memasok ke toko oleh-oleh atau ritel. Namun, jumlah pembelinya sangat minim,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.
Menurut Nur Cahyudi, mereka yang berjualan secara daring dan mendapat banyak permintaan juga ada yang tidak dapat mengirim. Salah satu penyebabnya adalah lokasi pembeli tidak bisa dilewati sehingga barang dikembalikan.
Ada juga pemesan yang meminta pembatalan pengiriman produk, padahal produsen telanjur membeli bahan baku. ”Secara umum, penjualan turun walaupun sudah melalui daring. Otomatis produksi juga menurun, apalagi ketika distribusi barang juga mengalami hambatan,” katanya.
Ada juga pemesan yang meminta pembatalan pengiriman produk, padahal produsen telanjur membeli bahan baku.
Selain kendala tersebut, lanjut Nur, UMKM produk herbal juga terbebani dengan kenaikan harga bahan baku. Harga bahan baku yang naik antara lain empon-empon, terutama jahe, dan gula pasir. UMKM produk madu pun meskipun menerima banyak permintaan mengalami keterbatasan pasokan karena tergantung faktor alam.
Sementara Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengatakan, pemerintah harus fokus membantu segmen pelaku usaha mikro yang jelas terdampak langsung wabah Covid-19. Jenis usaha mereka berbeda dengan usaha menengah dan besar karena mereka tidak memiliki dana cadangan modal.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman mengemukakan, meskipun ada kenaikan harga bahan baku seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, pengusaha tidak berencana menaikkan harga jual produk.
”Ini karena situasi tidak normal. Jadi, sementara waktu kami tidak memikir untung rugi. Kami memikirkan ketersediaan stok produk untuk membantu supaya tidak ada masalah sosial. Untuk 1-2 bulan ini pasti rugi,” tuturnya.
THR
Lantaran kondisi tersebut, kata Adhi, rata-rata semua sektor usaha makanan dan minuman tidak siap mengalokasikan tunjangan hari raya (THR). Saat ini banyak tagihan yang belum terbayarkan.
”Selain itu, banyak pemesan atau pembeli yang menunda atau membatalkan pesanan, padahal stok sudah disiapkan. Otomatis akan berpengaruh terhadap arus kas perusahaan,” ujarnya.
Rata-rata semua sektor usaha makanan dan minuman tidak siap mengalokasikan THR. Saat ini banyak tagihan yang belum terbayarkan.
Menurut Adhi, Kementerian Ketenagakerjaan sedang memikirkan langkah yang harus dilakukan karena waktu pemberian THR tinggal beberapa minggu lagi. Pengusaha berharap pemerintah mempunyai pedoman jelas terkait pemberian THR agar langkah-langkah yang dilakukan tidak menyalahi aturan.
Berdasarkan aturan, THR memang harus dibayar penuh. Dalam situasi seperti saat ini, Kemenaker bisa membuat pedoman yang jelas bagi pengusaha dan pekerja.
”Kami berharap pemerintah memberikan pedoman terkait perundingan bipartit antara pengusaha dan pekerja untuk mencari kesepakatan, apakah pemberian THR itu bisa dilakukan secara bertahap atau disepakati berapa persen,” ucapnya.