Pemerintah menyisir anggaran yang bisa direalokasikan untuk penanganan Covid-19. Dari anggaran kementerian/lembaga terkumpul Rp 62,3 triliun. Adapun dari transfer daerah dan dana desa Rp 56 triliun-Rp 59 triliun.
Oleh
JUD/DIM/LAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Dana penanganan Covid-19 berkisar Rp 118,3 triliun-Rp 121,3 triliun. Jumlah itu terdiri dari realokasi belanja kementerian/lembaga Rp 62,3 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 56 triliun-Rp 59 triliun.
Dari dana itu, Rp 38 triliun di antaranya digunakan untuk pendidikan, jaring pengaman sosial, dan kesehatan. Tak ketinggalan Rp 6,1 triliun untuk asuransi bagi tenaga medis yang menangani Covid-19.
Tahun ini, belanja APBN Rp 2.540,4 triliun.
Terkait penanganan Covid-19, Kementerian Keuangan meninjau ulang anggaran Rp 3,3 triliun yang diajukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pemerintah mendesain ulang dana desa sehingga desa yang terjangkit Covid-19 mendapat tambahan dana. Dengan cara itu, penanganan BNPB menjangkau desa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam telekonferensi, Jumat (20/3/2020), mengatakan, penggunaan dana hasil realokasi efektif saat ini juga. Kementerian/lembaga dapat mengajukan permohonan penggunaan anggaran, terutama terkait penanganan Covid-19, sehingga dapat segera dipelajari dan disetujui.
Realokasi anggaran ini sesuai instruksi Presiden Joko Widodo melalui video konferensi rapat terbatas di Istana Bogor, Jumat. ”Saya perintahkan semua menteri dan pemerintah daerah memangkas rencana belanja pusat dan daerah yang tidak prioritas,” kata Presiden.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden yang memudahkan dan mempercepat proses pengadaan barang dan jasa terkait upaya penanggulangan Covid-19. Aturan ini meliputi proses pengadaan barang dan jasa (pelelangan), importasi pemasukan barang dari luar negeri, distribusi dan penyaluran barang ke seluruh wilayah terdampak, dan proses lain yang berorientasi pada kemudahan dan kelancaran barang.
Sri Mulyani menyatakan, Kementerian Keuangan memiliki sejumlah skenario yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19. Skenario ini memperhitungkan periode pandemi serta penyempitan pergerakan jika terjadi lockdown atau pembatasan total.
Dengan situasi volume perdagangan global, industri penerbangan dan hotel, konsumsi rumah tangga, disrupsi ketenagakerjaan, serta penurunan harga minyak dunia, Sri Mulyani menyebutkan, pertumbuhan ekonomi masih bisa di atas 4 persen. "Namun, jika Covid-19 masih berlangsung hingga 3-6 bulan mendatang, terjadi lockdown, perdagangan internasional drop hingga 30 persen, penerbangan juga drop, maka skenario pertumbuhan ekonomi menjadi 2,5 persen, bahkan nol persen," tuturnya.
Dalam telekonferensi terpisah bersama anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat, Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah memantau stabilitas sistem keuangan. “Kita melakukan berbagai tindakan untuk meyakinkan stabilitas keuangan terjaga meskipun tekanannya besar pada saat ini,” ujarnya.
Pantauan itu berpedoman pada protokol yang sama dengan saat krisis ekonomi 2008-2009. Aspek yang ditilik adalah kebutuhan likuiditas valuta asing, pergerakan surat utang, dan potensi peningkatan kredit macet.
Protokol itu dimodifikasi sesuai situasi terkini. “Kita masukkan dampak virus korona baru ke sektor keuangan dan berbagai sentimen psikologis lainnya ke dalam protokol yang sedang ditingkatkan,” ujarnya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebutkan, arus modal asing yang keluar dari Indonesia per 19 Maret 2020 mencapai Rp 105,1 triliun. Sebagian besar, Rp 92,8 triliun, berupa surat berharga negara.
“Yang terjadi saat ini sangat berbeda dengan peristiwa pada 1998 dan 2008 yang membuat investor dan pelaku pasar keuangan global melepas aset yang dimiliki, baik saham, obligasi, maupun emas untuk dijual ke dollar AS,” ujarnya.
BI, tambah Perry, fokus menjaga keyakinan pasar dengan fokus pada stabilisasi dengan menyediakan suplai dollar AS dan intervensi tanpa menimbulkan kepanikan di pasar.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso meminta pelaku pasar, terutama di pasar modal, tidak khawatir. ”Ini hanya sentimen negatif dan bersifat sementara. Perusahaan yang listing memiliki fundamental yang bagus. Dengan kebijakan dari pemerintah, perusahaan-perusahaan ini tetap memiliki ruang gerak," tuturnya.
IHSG dan rupiah
Sementara itu, rencana pembelian kembali saham oleh perusahaan terbuka membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 2,18 persen ke posisi 4.194,94 pada Jumat. Namun, dampak positif itu diperkirakan tak akan lama karena tekanan investor untuk menjual saham belum reda.
Sejak awal tahun ini hingga Jumat, IHSG melemah 33,41 persen. Investor asing membukukan penjualan bersih Rp 10,24 triliun.
Sementara, nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate menembus Rp 16.273 per dollar AS.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyebutkan, pelemahan IHSG dalam beberapa waktu terakhir akibat penyebaran berita negatif di pasar keuangan dan saham. (JUD/DIM/LAS)