Dunia usaha menggalang aksi solidaritas untuk menangani wabah Covid-19. Di tengah aksi itu, mereka terkendala izin impor peralatan medis dan impor itu masih dikenai bea masuk.
JAKARTA, KOMPAS — Kolaborasi datang dari kalangan pengusaha untuk menggalang donasi bagi pencegahan dan pemeriksaan Covid-19, penyakit yang disebabkan virus korona baru. Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri, Asosiasi Pengusaha Indonesia, dan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bersinergi mendatangkan bantuan peralatan medis.
Managing Director Sinar Mas Group Gandi Sulistiyanto, Jumat (20/3/2020), di Jakarta, mengatakan, ketika wabah Covid-19 meluas awal Maret 2020, beberapa pengusaha telah berinisiatif memberikan bantuan peralatan medis. Namun, upaya itu terganjal prosedur birokrasi untuk izin impor peralatan medis.
Setelah berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes), Menteri Sekretaris Negara, Menko Perekonomian, dan Menteri Perdagangan, para pengusaha memutuskan untuk tetap memesan peralatan medis itu sambil menunggu izin impor terbit.
”Awalnya, jajaran birokrasi tidak mengizinkan impor. Saya inisiatif lapor ke beberapa menteri guna memastikan yang kami lakukan tidak salah. Menkes membolehkan (inisiatif bantuan) jalan dulu,” katanya.
Awalnya, jajaran birokrasi tidak mengizinkan impor. Saya inisiatif lapor ke beberapa menteri guna memastikan yang kami lakukan tidak salah. Menkes membolehkan (inisiatif bantuan) jalan dulu.
Dari target penggalangan donasi sebesar Rp 500 miliar, saat ini sudah terkumpul dana hampir Rp 300 miliar. Perusahaan yang berpartisipasi di antaranya Sinar Mas, PT Adaro Energy Tbk, Artha Graha Peduli Foundation, PT Djarum, Agung Sedayu Group, PT Fajar Surya Wisesa Tbk, dan Wardah. Selain itu, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Puradelta Lestari Tbk, Triputra Group, dan Nutrifood.
Pekan depan, bantuan peralatan medis tersebut akan mulai didistribusikan secara bertahap. Donasi tersebut berupa 1 juta unit peralatan uji cepat (rapid test kit), 20.000 baju isolasi (coverall safety/APD), 4 unit alat bantu pernapasan (ventilator), dan 10 juta masker. Produk medis tersebut diimpor antara lain dari China, Singapura, dan Amerika Serikat.
Sulistiyanto menambahkan, seluruh bantuan alat medis itu akan diserahkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Kesehatan untuk didistribusikan sesuai kebutuhan.
”Bantuan yang kami berikan merupakan upaya preventif. Dengan demikian, rakyat bisa tahu jika terindikasi dan harus dalam pemantauan serta membantu tim medis. Bencana butuh dihadapi bersama,” ujarnya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menuturkan, pelaku usaha telah membentuk tim kemanusiaan. Tim memang telah memesan barang-barang bantuan itu, terutama alat uji cepat yang harganya sekitar 16 dollar AS per unit.
”Pekan depan ada pengusaha yang akan memasukkan 200.000 alat uji cepat. Jadi, ini semua pada ngumpulin (bantuan), termasuk perlengkapan baju bagi para dokter agar jangan sampai mereka tertular,” kata Rosan.
Dikenai bea masuk
Menurut Roslan, selain kepada BNPB dan Kementerian Kesehatan, bantuan itu juga akan diberikan kepada Palang Merah Indonesia dan Dewan Masjid Indonesia. ”Kadin juga sudah menyerahkan mobil untuk membersihkan masjid-masjid dengan disinfektan. Kami akan memberikan beberapa mobil lagi,” ujarnya.
Rosan meyakini bantuan akan terus bertambah. Sejak mulai digalang, banyak pihak yang ikut menyumbang. ”Saya terharu karena banyak yang tidak saya kenal pun kontak, menanyakan rekening, dan menyumbang. Ada yang Rp 10 juta, Rp 50 juta, Rp 100 juta, Rp 200 juta. Bahkan hari ini pun kami mendapat Rp 300 juta dari empat donatur yang tidak saya kenal,” ujarnya.
Selain masih ada yang terkendala izin impor, pelaku usaha juga masih dikenai bea masuk impor. Padahal, peralatan medis itu ditujukan untuk bantuan kemanusiaan.
Pelaku usaha juga masih dikenai bea masuk impor. Padahal, peralatan medis itu ditujukan untuk bantuan kemanusiaan.
Rosan mengatakan baru mengetahui bahwa barang-barang medis yang diimpor untuk kepentingan kemanusiaan ternyata juga dikenai bea masuk. Di berharap pemerintah tidak mengenakan bea masuk terhadap barang-barang impor itu.
”Kami mau meminta kepada Menteri Keuangan agar barang-barang yang dimasukkan untuk kepentingan sosial tidak dikenai pajak,” katanya.
Dana CSR
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah membagikan sekitar 10.000 masker kepada masyarakat Kota Depok, Jawa Barat, pada awal Maret lalu. Saat itu, Kota Depok dipilih sebagai lokasi pembagian masker karena warga negara Indonesia pertama yang terkonfirmasi sebagai pasien penderita Covid-19 adalah warga kota tersebut.
Bank Mandiri juga membagikan masker kepada masyarakat di sejumlah tempat berkumpulnya massa. Beberapa di antaranya adalah Stasiun Depok Lama, Stasiun Depok Baru, Stasiun Citayam, Stasiun Lenteng Agung, dan Stasiun Universitas Indonesia.
VP Corporate Communication Bank Mandiri Rudi As Aturridha menuturkan, tujuan utama pendistribusian masker adalah membantu masyarakat memitigasi dan menjaga diri dari potensi penularan Covid-19. ”Apalagi, saat itu masker menjadi barang yang sulit diperoleh,” ujarnya.
Bank Mandiri membeli masker yang didistribusikan oleh PT Kimia Farma menggunakan harga normal. Perseroan dapat membeli dengan jumlah banyak karena untuk dibagikan kepada masyarakat melalui jalur tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Menteri BUMN Erick Tohir menyatakan siap bersinergi dengan swasta terkait donasi alat medis. BUMN siap menjadi penyalur bantuan dari kalangan pengusaha dengan memanfaatkan jasa pergudangan, moda bus, kapal, dan pesawat.
”Kalau (bantuan) sudah terkumpulkan, baru kami ambil. Kebetulan BUMN, kan, punya logistik, apakah bus, kapal, pesawat, ini kita kerja samakan, termasuk pergudangan,” ujarnya.