Pengusaha Desak Pembatalan Kewajiban Kapal Nasional
Pengusaha batubara keberatan dengan ketentuan yang mewajibkan penggunaan kapal nasional untuk angkutan ekspor batubara. Pasalnya, ketersediaan kapal nasional sangat terbatas.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengusaha batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia mendesak pemerintah membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Regulasi itu dipandang kontraproduktif di tengah lesunya perekonomian nasional akibat wabah Covid-19.
Peraturan tersebut mewajibkan penggunaan kapal laut nasional sebagai angkutan untuk ekspor batubara. Pasal 3 Ayat (1) aturan ini menyebutkan, eksportir yang mengekspor batubara maupun minyak kelapa sawit wajib menggunakan angkutan laut perusahaan nasional. Seharusnya, ketentuan ini berlaku sejak April 2018, tetapi ditunda menjadi 1 Mei 2020.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir, Jumat (20/3/2020), mengatakan, peraturan tersebut berpotensi menghambat ekspor batubara asal Indonesia. Sebab, kapasitas kapal nasional disebut hanya mampu mengangkut 2 persen volume batubara ekspor dari Indonesia.
Kebijakan tersebut juga berpotensi menambah beban keuangan pengusaha di situasi global yang sedang lesu sekarang ini. Kebijakan tersebut membuat aktivitas ekspor batubara resah dan tak pasti.
”Kami berharap kebijakan tersebut dicabut atau dibatalkan karena berpotensi merugikan perekonomian nasional,” ujarnya dalam siaran pers.
Peraturan itu, kata Pandu, tak sejalan dengan usaha pemerintah mengatasi dampak wabah Covid-19 dengan mendorong pemberian stimulus ekspor untuk mendukung pemulihan perekonomian nasional.
Kami berharap kebijakan tersebut dicabut atau dibatalkan karena berpotensi merugikan perekonomian nasional.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, APBI sudah berulang kali mengajukan keberatan kepada pemerintah, baik lewat surat resmi maupun penyampaian pendapat dalam pertemuan resmi. Namun, hingga kini belum ada keputusan resmi dari pemerintah.
Sikap pengusaha tersebut bukan berarti tak mendukung pengembangan angkutan laut nasional. ”Kami tetap mendukung pengembangan industri pelayaran nasional, terutama untuk angkutan batubara yang volume ekspornya meningkat,” ujar Hendra.
Sikap pengusaha tersebut bukan berarti tak mendukung pengembangan angkutan laut nasional.
Hanya saja, kata Hendra, kebijakan tersebut menyebabkan sejumlah pembelian batubara asal Indonesia dibatalkan. Dari beberapa laporan anggota APBI, ekspor batubara untuk periode April dan Mei tahun ini dibatalkan oleh pembeli mereka dari Jepang.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengaku memahami masalah angkutan untuk ekspor batubara tersebut. Kementerian ESDM juga sudah berkonsultasi dengan Kementerian Perdagangan agar ada relaksasi kebijakan yang mewajibkan penggunaan kapal nasional untuk angkutan ekspor batubara.
Relaksasi tersebut diajukan hingga benar-benar kapal angkutan laut nasional siap sepenuhnya. ”Kami punya target (penerimaan negara bukan pajak untuk komoditas batubara) dan kami sudah menginformasikan kepada mereka (Kementerian Perdagangan),” kata Arifin.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, produksi batubara Indonesia tahun ini ditargetkan sekitar 550 juta ton. Dari jumlah tersebut, 155 juta ton dipasok untuk kebutuhan dalam negeri dan sisanya 395 juta ton diekspor. Tahun lalu, dari 610 juta ton produksi batubara Indonesia, sebanyak 472 juta ton diekspor.
Sektor tambang mineral dan batubara Indonesia pada 2019 menyumbang pemasukan Rp 44,8 triliun bagi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Tahun ini, pemerintah menargetkan perolehan PNBP sektor ini sebanyak Rp 44,4 triliun. Angka ini adalah bagian dari target perolehan PNBP di Kementerian ESDM 2020 yang sebanyak Rp 181,7 triliun.